Agatha mondar-mandir di ruang kerjanya. Pikirannya tengah kacau, belum mendapatkan uang gaji, padahal ulang tahun si kembar tinggal beberapa hari lagi.
Ia berpikir untuk meminjam pada atasannya, dan tak masalah kalaupun harus memotong gajinya, asalkan dia bisa menuruti keinginan putranya yang tidak pernah mengadakan pesta ulang tahun.
"Pagi Pak," sapanya saat Louis masuk ke dalam ruangannya.
Louis melihat kegelisahan yang terpancar di wajah Agatha, ia yakin Agatha memiliki masalah yang membuatnya tidak tenang.
Karena rasa penasarannya, Louis memutuskan untuk mencaritahu, apa penyebab wanita itu dirundung kegelisahan.
"Kamu kenapa? Kok gelisah gitu?" tanya Louis dengan berjalan dan melepaskan jas kerjanya di kursi kerjanya.
Louis memutuskan untuk duduk sembari mengeluarkan laptopnya dari dalam tas kerjanya dan meletakkannya di atas meja.
Sesekali ia melirik ke arah Agatha yang masih berdiri di sebelah meja kerjanya.
"Emm, anu Pak, saya mau pinjam uang," ucapnya begitu lirih, namun masih bisa didengar oleh Louis.
Louis memicingkan tatapannya. Agatha ragu-ragu untuk membalas tatapan pria yang berubah dingin dan menyebalkan.
"Pinjam uang? Buat apa? Saya nggak kasih pinjaman kalau tujuannya nggak jelas. Lagian gajian tinggal seminggu lagi, kenapa nggak nunggu sampai gajian. Memangnya kamu buat apa meminjam uang?"
Benar-benar menjengkelkan. Untuk meminjam uang saja harus memberikan penjelasan.
Louis tak pernah berpikir, selama ini ia tidak pernah mendapatkan nafkah darinya, dan ia tak pernah menuntutnya, tapi kini pria itu enggan meminjamkan uang kalau ia tak memberikan penjelasan secara detail.
"Bapak Louis yang terhormat, saya meminjam uang tentunya ada kebutuhan yang mendesak, jika saya nggak ada kebutuhan yang mendesak, saya nggak bakalan minjam sama Bapak. Bapak bisa potong gaji saya, kalau tidak percaya sama saya," bantah Agatha.
Entah sampai kapan Louis akan membuatnya menderita. Ia benar-benar tersiksa oleh sikap pria arogan dan tak berperasaan itu.
Louis tak pernah memikirkan bagaimana nasibnya setelah berpisah darinya. Pria itu bahkan tidak mau menandatangi surat perceraiannya, lantas apa yang tengah ada di pikiran pria itu? Bukankah dia terlalu egois?
"Ya udah, kamu kasih tahu aja kebutuhan kamu itu buat apa! Kalau kebutuhan kamu jelas tujuan uangnya ke mana, aku akan kasih, tapi kalau nggak aku nggak bakalan kasih."
Pria itu kembali menunduk dan menyalakan laptopnya. Ia tak mau Agatha kembali membohonginya.
"Tapi aku butuh uang untuk ulang tahun ~~
Agatha mengatupkan bibirnya saat ia hendak menyebut nama anaknya. Ia tidak ingin Louis mengetahui anak-anaknya, karena percuma saja, semenjak bertemu kembali, pria itu bahkan tidak pernah menanyakan bagaimana bayi yang tidak pernah dianggapnya 5 tahun yang lalu.
Kembali pria itu mendongak dengan alisnya tertaut. "Ulang tahun? Ulang tahun siapa? Bukannya ulang tahun kamu masih kurang tiga bulan lagi?"
Agatha tidak menyangka, ternyata pria itu masih mengingat tanggal kelahirannya, tapi ia juga tak akan memberitahu siapa yang tengah berulang tahun.
"Ulang tahunnya anak panti maksudnya. Kasihan, mereka masih punya Ayah, tapi sayang sekali Ayahnya sudah gila tidak mau bertanggung jawab. Kalau saya tidak membantu untuk merawatnya dengan baik, siapa lagi yang akan membantunya. Saya punya tanggung jawab untuk merawatnya, karena saya sendiri juga dibesarkan di dalam panti asuhan."
Untung saja Agatha memiliki alasan agar kebohongannya tidak curigai oleh Louis.
Louis tidak akan mempermasalahkan jika ia memberikan bantuan pada anak-anak yang ada di panti asuhan.
"Oh, Jadi kamu ikut merawat anak-anak yang ada di panti asuhan? Mereka masih punya orang tua, terkecuali kalau mereka yatim piatu kamu bisa membantu untuk merawatnya. Kalau mereka masih punya Bapak, sudah menjadi tanggung jawab Bapaknya, walaupun Bapaknya gila."
Mendengar cerita dari Agatha membuat Louis ikut geram.
Kok masih ada orang tua yang pegangan telantarkan anaknya sendiri sedangkan ia masih mampu untuk menafkahi.
Dia bisa melihat bagaimana Agatha tumbuh besar di panti asuhan. Karena cinta dan kasih sayangnya pada Agatha, dia memutuskan untuk mengambil Agatha dan menikahinya, dan sekarang Agatha juga memperlakukan anak-anak di panti asuhan dengan baik dan menganggap mereka sebagai tanggung jawabnya.
"Walaupun orang tuanya stres, setidaknya dikasih pengertian, karena membesarkan anak itu sudah menjadi kewajiban orang tuanya, terkecuali kalau mereka memang sudah tidak memiliki orang tua. Orang tua yang tidak bisa menjaga anaknya dengan baik kenapa nggak mati aja sekalian, apa sekalian aja dikasih racun serangga gitu, bikin kesel."
'Shit'
Agatha mengumpat dalam hati. Seharusnya ia memberikan pelajaran pada orang yang tidak bertanggung jawab dan menelantarkan darah dagingnya sendiri.
Louis benar-benar bodoh, walaupun sudah dicibir tak membuatnya sadar jika dirinya lah yang dimaksud.
"Jadi gimana Pak? Apakah Bapak akan meminjam uang pada saya? Nanti kalau saya gajian Bapak bisa memotong gaji saya, saya rela. Saya kasihan sama mereka, saya juga pernah hidup menderita tanpa adanya orang tua yang menyayangi saya, saya bisa merasakan apa yang dirasakannya."
Louis membuka dompet dan mengeluarkan salah satu kartu kredit miliknya.
Pria itu menyodorkan kartunya di atas meja. "Ambilah."
Agatha menautkan alisnya dan ragu untuk menerimanya.
Dia hanya minta uang sedikit, tapi malah dikasih kartu ATM oleh Louis.
"Loh Pak, apa ini? Saya hanya pinjam dikit, cuma satu juta aja. Saya nggak butuh kartu kredit Bapak. Saya butuh uang cash."
Agatha menolak untuk diberikan kartu kredit oleh Louis, karena ia tidak ingin dipermainkan oleh pria itu.
Jika ia mengambilnya yang ada Louis akan semakin menindasnya.
Agatha yakin sekali Louis akan merendahkannya dan menganggapnya sebagai perempuan materialistis.
"Saya nggak ada uang cash Agatha, kamu ambil kartu itu. Pin-nya hari ulang tahun kamu."
"Hah?"
Agatha membulatkan bola matanya. Ia terkejut saat hari ulang tahunnya digunakan sebagai pin oleh suami bodohnya.
Ragu-ragu Agatha mengambilnya, ia hanya takut diprank oleh pria menyebalkan itu.
"Ini seriusan buat aku? Tapi kan~~
Agatha menarik nafasnya mencoba untuk berpikir positif.
Ia benar-benar membutuhkan uang untuk membeli perlengkapan ulang tahun si kembar, jika ia menolak untuk memakai kartu itu, acaranya akan gagal, dan bagaimana dengan nasib si kembar? Pasti mereka bakalan kecewa berat.
"Baiklah kalau begitu saya akan pakai, tapi cuma satu juta aja, sisanya akan segera saya kembalikan. Terimakasih atas kebaikan Bapak."
Agatha langsung mengambil kartu kecil itu dan menaruhnya ke dalam dompet.
Ia agak lega, karena sepulang dari kantor, ia akan belanja untuk keperluan si kembar.
"Ngomong-ngomong kapan acara ulang tahunnya? Apakah kamu nggak ada niatan untuk mengundang saya?"
Agatha kebingungan untuk menjawab, ia tidak ingin Louis datang untuk menghadiri acara ulang tahun si kembar.
Pria Arogan itu memang tidak pantas untuk mengetahui bahkan mengenali si kembar.
"Anu Pak, tanggal lima belas, tapi acaranya tidak meriah, hanya tiup lilin saja, nggak ada pesta. Jadi maaf, Bapak nggak perlu hadir."
Louis diam dengan mengerutkan keningnya. Ia teringat ucapan seseorang yang juga mengundangnya ke acara ulang tahunnya.
'Tanggal lima belas? Kok perasaan sama dengan hari kelahiran si kembar?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
C2nunik987
anak elo yg ulang tahun konyolll 😡😡😡
2024-08-24
1
Ani Ani
APA kah meraka berjumpa
2024-07-28
0
Rasunah Unah
lanjut seru
2024-06-30
0