"Di mana alamat rumahmu?" tanya Louis ketika berada di persimpangan jalan.
Keberadaan mereka saat ini di jalan Kenanga, yang mengarah ke tempat tinggal Agatha.
Masih agak jauh dari rumahnya, Agatha meminta untuk diturunkan dari mobil, dia tidak ingin Louis mengantarkannya sampai di rumah kontrakannya.
"Aku turun di sini saja. Kamu nggak perlu mengantarkan sampai rumah," balas Agatha.
Louis menepikan mobilnya. Bukan untuk menurunkan Agatha di tempat itu, tapi ingin membuat wanita itu mengakui di mana tempat tinggalnya. Selama bekerja bersamanya, Agatha tidak pernah memberitahu di mana ia tinggal.
"Kenapa aku nggak boleh mengantarkanmu sampai rumah? Emangnya di rumahmu ada siapa?"
Pria itu menatapnya dalam-dalam dengan sorot matanya tajam.
Agatha tak nyaman, ia pun langsung memalingkan wajahnya tak mau bertatapan dengan Louis.
"Ya nggak ada siapa-siapa," balas Agata dengan nada juteknya.
Lama-lama berada dalam satu mobil dengan Luis membuatnya tak nyaman. Ia ingin segera turun dan pergi, tak peduli walaupun harus membelah derasnya air hujan untuk sampai di kontrakannya.
"Ini lagi hujan loh! Apa kamu mau hujan-hujanan? Terus kalau kamu flu bagaimana?"
Hujan saat itu memang lumayan lebat, awan pun menghitam tertutup oleh mendung.
Louis khawatir Agatha sakit setelah hujan-hujanan. Sangatlah tidak pantas jika ia membiarkan wanita itu keluar dari dalam mobilnya.
"Memangnya kenapa kalau aku flu, apa kamu peduli?" tanya Agatha.
Louis membuang ekspresi wajahnya yang menunjukkan kepeduliannya terhadap Agatha, ia tak ingin Agatha mengira dirinya sudah mulai mempedulikannya.
"Buat apa aku peduli sama orang keras kepala seperti kamu. Mendingan jelasin di mana alamat kamu, biar aku antarkan sampai rumah. Lagian Aku juga ingin tahu di mana letak tempat tinggal karyawanku."
Agatha mendelik, apapun alasannya ia tak akan memberitahu Louis di mana tempat tinggalnya.
Louis tidak boleh tahu dengan siapa ia tinggal, jika saja pria itu tau alamatnya, maka pria itu akan selalu menerornya.
"Apakah seorang bos berhak mengetahui di mana tempat tinggal karyawannya? Tolong berhenti di sini saja, jangan sampai mengantarku ke rumah. Aku nggak enak sama tetangga yang ada di sekitar tempat tinggalku. Mereka bisa menjudgeku begitu buruk kalau tahu aku diantarkan oleh seorang laki-laki."
Louis mengerutkan keningnya, ia berpikir berarti penjelasan Agatha menang benar, ia tidak tinggal dengan siapapun.
Ia sedikit lega, dan tak menaruh kecurigaan lebih, tapi ia juga tak akan membiarkan Agatha bebas setelah lima tahun berpisah.
"Bukankah kau bilang menjelaskan pada tetanggamu tentang siapa aku. Bilang saja kalau aku ini suamimu. Tak bisa dipungkiri kalau kita pernah hidup bersama."
Louis begitu percaya diri seakan-akan dirinya tak pernah bersalah atas apa yang dikatakannya.
Entah terbuat dari apa hatinya hingga begitu bodohnya ia tidak bisa menilai mana yang salah dan mana yang benar. Selama lima tahun ini dia bungkam dan menganggap Agatha yang pantas untuk disalahkan.
"Iya, kau benar kita memang pernah hidup bersama di masa lalu, tapi aku harap, lupakan saja masa lalu dan lekas lah kau urus surat perceraiannya. Kalau kau ingin bebas dariku tentunya kau harus menandatangani surat itu. Setelah resmi berpisah denganku kau bisa menikahi wanita manapun, tapi kalau aku masih belum kau ceraikan secara sah, kau bisa menikahi wanita manapun tanpa seizinku, kau tidak akan bisa mem-poligamiku!"
Agatha memberikan ancaman pada Louis tentang hubungannya yang masih dibilang sah sebagai pasangan.
Agatha tidak mau terlihat bodoh dan selalu mengalah setelah apa yang dilakukan oleh suaminya.
"Siapa bilang nikah nggak cukup satu kali. Di luar sana masih banyak kok, cowok menikah lebih dari dua kali, dan mereka tak harus minta izin dulu sama istri tertuanya, memang apa salahnya?"
Benar-benar menguras emosi. Louis sengaja ingin memancing api amarahnya.
Selama ini pria itu sudah bahagia tanpa dirinya, dan tak sadar dia sudah dibuang seperti sampah. Ia tak akan lagi diam melihat suaminya bebas bergonta-ganti pasangan, selama statusnya masih sah sebagai pasangannya.
"Pokoknya aku nggak akan izinkan kau menikah lagi. Jika kau nekat, aku tak segan-segan untuk melaporkanmu!"
Melihat gelagat Agatha yang aneh, Louis langsung menyimpulkan bahwa istrinya itu menaruh kecemburuan besar terhadap dirinya.
Louis semakin senang mengganggu Agatha yang mudah terpancing emosi karena ulahnya.
"Kenapa aku nggak boleh menikah lagi? Apa kamu cemburu?"
Seketika wajah Agatha berubah merah jambu menahan rasa malu. Namun ia segera mengganti ekspresinya kembali datar.
"Cemburu? Apakah aku masih pantas untuk menceburui laki-laki sepertimu? Kalau aku cemburu, sudah kugampar itu perempuan yang sudah menggelayuti tanganmu di depan mata kepalaku. Jangan selalu berasumsi buruk mengenai diriku. Aku tidak cemburu, Aku hanya tidak ingin kau mengggantung hubungan kayak gini. Kau bilang kita masih suami istri, tapi apakah kau pernah peduli padaku?"
Louis diam membiarkan Agatha mengoceh, tapi ia tak begitu menggubris ocehannya.
Ia menganggap ocehan Agatha seperti angin lalu yang berhembus kencang terus menghilang dan menyisakan kedamaian.
"Pernahkan kau mengira, selama ini aku jungkir balik sendirian untuk menyambung hidup, apa kau pernah peduli padaku? Kau bahkan tidak pernah menafkahiku selama ini, dan lebih parahnya lagi kau sudah tega mengusirku dari rumahmu. Apakah kau masih ingin dianggap sebagai suami yang baik? Tidak ada Suami yang tega mentelantarkan istrinya, terkecuali jika hatinya sudah mati!"
Agatha tak peduli kalaupun Louis marah karena dicacinya. Ia tidak akan pernah bisa tenang selama hidupnya masih digantung tidak jelas.
Agatha hanya kasihan pada nasib anak-anaknya yang menjadi gunjingan banyak orang.
"Kamu keluar dari rumah itu karena ulahmu sendiri. Kamu sudah menghianati pernikahan kita, kamu selingkuh dengan sahabatku sendiri. Kamu mesra-mesraan sama dia saat suamimu bekerja keras untuk bekal masa depan kita. Apakah perempuan seperti itu masih pantas untuk dipertahankan?"
Dengan kesal Agatha menjawabnya. "Kalau tidak mungkin untuk dipertahankan kenapa kamu tidak mau menandatangani surat cerai itu? Apa perlu aku sendiri yang harus mengurusnya untuk menceraikanmu?"
Perdebatan mereka terganggu saat handphone Agatha berdering.
Buru-buru Agatha melihat siapa yang sudah menghubunginya.
Bola matanya terbelalak lebar saat mendapati nama si kembar tengah menghubunginya.
Ia memang meninggalkan sebuah handphone untuk si kembar agar bisa menghubunginya jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan.
'Astaga bagaimana ini? Aku menjawab teleponnya nggak ya? Kalau aku menjawabnya, nanti dia bisa curiga, jika aku tidak menjawabnya, bisa-bisa mereka khawatir.'
Melihat gerakan aneh Agatha membuat Louis kembali menaruh kecurigaan.
Dia menatap handphone Agatha yang masih menyala diselingi oleh nada dering.
"Siapa yang menghubungimu? Kenapa kau tak lekas mengangkatnya. Lebih baik kau angkat, siapa tahu orang penting."
Agatha tak juga mengangkatnya, dia gelisah dengan wajahnya cemas.
Tiba-tiba saja Louis langsung menyahut handphone yang dipegang Agatha dan mengangkatnya.
"Halo mommy, mommy ada di mana?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
Ceritanya sangat membosankan. cewek yang lemah. twin nga genius lagi lembab
2024-08-01
1
Ani Ani
dah dengar sura Anak nya
2024-07-28
0
Murai Ateng
tokoh s aghta y terllu bodoh dn lemah
2024-07-14
0