Nadya berusaha menahan kesabarannya saat mengajari Alex pelajaran. Lelaki itu seperti tidak mendengarkan penjelasan Nadya. Alex benar-benar sangat menjengkelkan sekali.
"Dari bagian yang ini, bagian mana yang sulit buat kamu hafal?" tanya Nadya serius pada Alex.
Alex menggeleng pelan. "Gue gak suka pelajaran Sejarah," akuinya.
"Ini bukan tentang suka atau gak suka. Mau gimanapun kamu harus pelajari pelajaran ini, Alex!" kata Nadya.
"Ngapain belajar sejarah? Lebih enak belajar tentang masa depan."
"Ya Tuhan ..." Nadya membatin, mengelus dada menahan sabar. "Memangnya masa depan seperti apa yang kamu mau?" tanyanya kemudian.
"Masa depan yang cerah lah!" jawab Alex optimis."
"Kalau gitu, kamu harus belajar dengan giat. Mengandalkan harta orang tua aja, gak akan menjamin masa depan kamu cerah!" cetus Nadya.
"Oh ya? Siapa bilang?" Alex menantang. "Masa depan gue udah terjamin, gak mesti belajar beginian," katanya remeh.
"Gitu ya?" ujar Nadya pelan. Memang paling malas menghadapi anak mama yang manja dan hanya mengandalkan nama besar keluarganya. "Ya udah, kalau begitu gak ada gunanya saya disini mengajarkan kamu. Gak ada gunanya juga kamu sekolah. Lebih baik, kamu langsung kerja aja di perusahaan orang tua kamu!" sindir Nadya.
Alex terdiam. Dia melihat Nadya yang pelan-pelan mulai menyusun buku pelajaran diatas meja. Sedikit banyak, ucapan Nadya membuatnya sadar bahwa tidak segampang itu untuk masuk ke perusahaan milik orangtuanya sendiri. Dia harus punya bekal, itu yang Ayahnya katakan.
"Saya permisi!" kata Nadya yang perlahan bangkit dari duduknya. Dia benar-benar hendak meninggalkan ruangan itu berserta Alex saat itu juga.
"Tunggu!" Alex berkata pelan, tapi itu cukup untuk membuat Nadya menghentikan langkahnya. "Gue mau belajar!" katanya kemudian.
Nadya menoleh untuk melihat keseriusan diwajah pemuda itu. "Yakin? Kalau beneran mau belajar, buktiin ya!" ujarnya.
"Caranya?" tanya Alex menatap lekat pada Nadya. Dia juga tidak tau kenapa dia bisa menurut pada gadis berbadan mungil itu, padahal seharusnya dia senang karena misinya untuk menyingkirkan guru les baru sudah nyaris berhasil. Tapi entah kenapa kali ini berbeda. Seakan ucapan Nadya tadi benar-benar mempengaruhinya.
Nadya berbalik sempurna menatap Alex sekarang. "Diawali dengan cara bicara kamu. Gak ada 'lo-gue'. Minimal kamu bilang diri kamu dengan sebutan 'aku' dan panggil saya dengan sebutan 'kakak'," katanya dengan tampang meyakinkan Alex.
Alex mengulumm senyum. "Oke. Gue ... maksudnya, aku gak bakal bilang lo-gue lagi. Tapi gue, ehm ... aku juga gak bakal manggil Lo kakak! Kakak gue cuma Sandra doang," ujarnya songong.
"Ya terserah, tapi saya gak mau dipanggil 'lo'!" gumam Nadya.
"Ehem ..." Alex berdehem singkat. "Aku panggil nama aja," kata Alex memberikan pendapatnya.
Nadya mengangguk samar. "Kalau gitu, kita mulai lagi buat belajar," tuturnya. Nadya pikir pemuda ini masih bisa diberitahu jadi baiklah dia akan mulai mengajari Alex alih-alih memilih untuk merelakan pekerjaan barunya.
"Berarti negosiasi kita udah deal, kan?" tanya Alex yang melihat Nadya kembali duduk didekat meja belajarnya.
"Negosiasi yang mana?" Nadya balik bertanya.
"Aku gak harus manggil kamu kakak." Alex menyengir.
"Coba kasi saya alasan, kenapa kamu gak mau manggil saya kakak selain karena saya memang bukan kakak kamu?"
"Karena kamu ... gak cocok." Alex menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyuman lebar.
Nadya tau apa yang dimaksud Alex dengan tidak cocok, mungkin karena postur tubuhnya yang lebih kecil dari Alex, atau mungkin karena Alex pernah menganggapnya sebagai anak SMP.
Nadya mengabaikan segala pemikirannya terkait hal itu, sebab sekarang dia ingin fokus mengajarkan Alex tentang pelajaran.
"Nah, sekarang bagian mana yang kamu gak ngerti?" tanya Nadya menatap Alex.
Disaat yang sama, Alex juga tengah menatap Nadya hingga tatapan mereka bersiribok satu sama lain.
"Ehm, aku gak ngerti yang ini!" tunjuk Alex asal. Dia hanya ingin mengalihkan tatapan matanya yang sebelumnya terkunci dihadapan Nadya. Itu memalukan, pikirnya.
Nadya mengangguk, dia mulai menjelaskan kembali pada Alex demi mengurangi rasa canggung akibat kejadian sepersekian detik yang sempat terjadi dimana tatapan mereka bertemu dan berhenti disatu titik yang lurus.
Nyaris dua jam Nadya sudah mengajari Alex, hingga akhirnya dia menyudahi pelajaran mereka hari itu.
"Besok kita belajar lagi, kan?" tanya Alex yang membuat Nadya mengernyit keheranan. Kenapa tiba-tiba lelaki ini antusias sekali belajarnya? Bukankah diawal dia seakan menentang keberadaan Nadya untuk mengajarinya?
"Besok libur, Lex. Kita belajar lagi hari Kamis, ya," tutur Nadya lembut.
"Kenapa?" tanya Alex dengan nada yang ... kecewa?
Kenapa Nadya menangkap nada seperti itu dari kalimat Alex?
"Ya gak kenapa-napa. Les nya kan 3 kali seminggu. Jadi cuma hari Selasa, Kamis dan Sabtu," terang Nadya.
"Oh gitu ya?" Lagi-lagi nada Alex terdengar kecewa, membuat Nadya diam-diam mengulumm senyumannya.
"Hmm," jawab Nadya singkat. Dia pun bangkit dari posisinya dan berjalan menuju pintu keluar dari ruangan belajar Alex.
Seperginya Nadya, Alex justru ikut tersenyum entah karena hal apa. Yang jelas dia pun tidak mengerti kenapa tiba-tiba keadaan berubah menjadi seperti ini hanya dalam beberapa jam bersama Nadya. Apa kepintaran Nadya berhasil membuat Alex merasa kagum padanya? Atau justru ada hal lain yang membuat Alex merasa tertarik? Entahlah.
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Kar Genjreng
jangan bilang kamu suka Lex dengan Nadia 😁 Makanya coba dulu belajar baik bukan asal ,,,mau pintar ga mau belajar,,,harta tidak membuat mu bahagia tanpa pendidikan,, yang memadati,
2024-06-10
1