Legenda Pedang (Mata Dewa)
Angin bertiup sedikit kencang malam ini. Daun pintu dibuat terhempas sana sini, seorang wanita keluar dari rumah kayu itu, menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Selesai, dia melangkah menuju dapur. Tampak seorang anak laki-laki berusia 7 tahunan, dengan pria paruh baya tengah menunggunya di sana.
Melihat senyuman dari anak kecil itu, hati wanita tersebut terasa sangat tenang. Satu hal yang istimewa dari anak ini, bahwa dia memiliki pupil mata emas.
“Ibu, cepatlah, Hao’er sudah sangat lapar!” Anak kecil yang bernama Lin Hao itu menggerutu.
Wen Li, wanita tersebut tersenyum hangat. Dia tahu sebenarnya bukan perkara lapar yang membuat anak semata wayangnya itu menggerutu, melainkan karena tidak sabar untuk menyantap daging rusa panggang di hadapannya. Wanita itu lalu duduk bergabung bersama mereka. Dia mengambil piring. Sembari menyendok makanan, wanita itu juga berkata, “malam ini cuaca sedang tidak bersahabat, sebentar lagi akan ada badai.”
“Kau benar, Istriku,” Lin Dan menanggapi pernyataan istrinya. Sejenak pandanganya menoleh ke arah Lin Hao yang saat itu tengah berusaha menggigit daging rusa.
“Eh, Hao’er, bagaimana latihanmu hari ini?”
Masih dalam keadaan mengunyah, Lin Hao lantas menjawab pertanyaan ayahnya, “Aku sudah menguasai dasar-dasar teknik berpedang, Ayah. Lalu kapan Ayah akan mengajariku mengendalikan energi Qi?”
“Bagus, Hao'er. Besok pagi ayah akan mengajarimu mengumpulkan dan mengendalikan energi Qi!”
“Benarkah? Hao'er jadi tidak sabar untuk menunggu besok!” Lin Hao mengangkat potongan daging rusa dengan penuh semangat. Kedua matanya melebar, hal ini membuat pupil mata anak itu bersinar emas.
Wen Li serta Lin Dan saling berpandangan. Setiap kali Lin Hao mencurahkan emosinya, saat itulah kedua orang tua itu akan merasakan sensasi aneh yang membuat mereka merasa khawatir. Sinar dari pupil mata emas itu seolah memberi tekanan yang membuat keduanya kadang-kadang merasa terancam. Bahkan pernah sekali Wen Li sampai dibuat pingsan saat pupil emas Lin Hao bereaksi akibat rengekan dari anak itu.
Malam itu mereka menyantap hidangan dengan sangat lahap. Meski terbilang sederhana, namun itu lebih dari cukup untuk menciptakan rasa hangat serta nyaman. Lin Dan sangat pintar mencari suasana, keahliannya dalam membuat lelucon kecil selalu saja membuat Lin Hao tertawa renyah.
Makan malam telah selesai, Lin Hao masuk ke dalam kamar lebih dulu, matanya terasa berat. Beberapa kali anak itu menguap hingga sesampainya di tempat tidur dirinya langsung merebah, dia lelap dengan sangat cepat. Wen Li dan Lin Dan memperhatikan tingkah putra mereka itu diam-diam. Seutas senyum hangat terukir di bibir mereka.
“Suamiku, Hao'er sudah besar sekarang. Dia juga sangat tampan.”
“Benar, Istriku. Akan tetapi, aku semakin khawatir dengan pupil mata emasnya. Sudah tujuh tahun kita berada di kekaisaran ini. Meskipun jauh dari keluarga kita, tapi entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa tidak tenang!” Lin Dan mengungkapkan perasaan janggal yang selama ini selalu mengetuk pintu hatinya.
“Suamiku, itu hanyalah sebuah firasat. Kita sudah sangat jauh dengan Klan Wen dan Lin. Mereka tidak akan mungkin mengejar kita sampai ke sini!” Sebenarnya Wen Li juga sama memiliki perasaan buruk. Tapi dia memilih untuk menyembunyikannya demi menghibur suaminya.
Lin Dan tersenyum hangat, dia mencium kening istrinya. Setelah itu keduanya masuk ke dalam kamar.
Hari semakin larut. Badai benar-benar datang. Atap rumah beberapa kali dihantam angin kencang, seolah-olah angin itu akan membuat rubuh bangunan kecil itu.
Lin Hao kecil bangun saat merasa ingin buang air kecil. Dia beranjak dari tempat tidurnya.
Brak…
Suara benda yang hancur tiba-tiba saja terdengar. Bersamaan dengan itu bunyi dentingan pedang terdengar saling bersahutan. Lin Hao mencoba mengintip dibalik celah dinding kamarnya. Benar saja, beberapa orang berpakaian hitam tengah bertarung bersama dengan ayah serta ibunya. Semula dia masih bisa tenang saat satu per satu orang-orang itu berhasil dibunuh oleh orang tuanya. Tapi saat sesosok pengguna golok itu tiba-tiba datang dari balik bayang-bayang, menyerang ayahnya, itu berhasil meninggalkan sayatan dalam pada punggung Lin Dan. Lin Hao melebarkan mata.
Anak itu menarik pedang, lalu keluar dari kamar. “Menjauh dari ayahku!” Lin Hao melompat sembari mengayunkan pedangnya, menargetkan laki-laki pengguna golok itu. Gerakannya cukup gesit, sosok yang menorehkan sayatan pada Lin Dan tadi segera mengambil jarak.
“Hao'er, mengapa kau keluar?”
“Aku tidak bisa diam saja melihat ayah dan ibu diserang sama orang-orang ini.” Sorot matanya memancarkan kobaran penuh akan keberanian.
Lin Dan menepuk pundak anaknya, darah di telapak tangannya menempel di baju anak itu. “Hao'er, orang-orang ini sangat kejam. Ayah tidak bisa menjamin keselamatan ayah. Larilah sejauh yang kamu bisa. Ayah dan Ibu akan melindungimu.”
“Tidak… Aku tidak akan meninggalkan ayah dan ibu. Biarkan aku bertarung bersama kalian!” Lin Hao tetap nekat.
Suara tepukan tangan terdengar dari sosok pria bersenjata golok itu. Dia maju beberapa langkah.
“Anak baik. Ikutlah bertarung bersama ayahmu. Jika kau pergi, mereka akan mati oleh golokku!” Pria ini sebenarnya cukup tertegun dengan pupil emas milik Lin Hao. Memang tujuan mereka jauh-jauh mendatangi kekaisaran Zhang ini karena anak itu.
Lin Hao mengeratkan cengkraman pedang.
“Ayah, biarkan aku membunuhnya!” ucapnya penuh percaya diri.
Lin Dan menggeleng. Dari teknik yang dikeluarkan oleh pria bersenjata golok itu, dia tahu kalau mereka berasal dari sekte Bayangan Hantu, salah satu sekte yang berdiri di kekaisaran Liu. Mereka sangatlah berbahaya.
“Apakah kalian sudah selesai? Aku sudah muak melihat drama kalian!” Pria itu kemudian menyuruh para bawahannya untuk menangkap Lin Hao.
Pertarungan kembali terjadi. Seseorang mengayunkan pedang, menebas lurus nyaris mengenai Lin Hao. Beruntung Lin Dan bergerak gesit untuk menepis pedang itu. Lin Dan mendorong kasar Lin Hao hingga anak itu terpental jauh menembus dinding rumah. Anak itu jatuh terbaring di atas tanah yang mulai becek oleh genangan air hujan.
“Hao’er, larilah sejauh yang kau bisa dan jangan pernah kembali!” teriak Lin Dan. Dia tahu, akan ada orang lain yang datang mengejar anaknya. Dan saat itu tiba, dia tidak yakin masih bisa hidup.
“Cepat, tangkap anak itu!”
Beberapa orang segera beranjak keluar untuk mengejar Lin Hao. Tapi, Lin Dan tidak membiarkan itu terjadi, dia menahan orang itu. Adu pedang sempat terjadi, tapi tidak berlangsung selama dua kali gerakan, Lin Dan berhasil membunuhnya.
Pria bersenjata golok menggertakan giginya. “Dasar tidak berguna!” umpatnya. Dia kemudian turun dan bertarung langsung bersama Lin Dan. Beberapa orang juga membantunya menyibukkan Lin Dan. Saat ini, celah tercipta, dua orang segera memisahkan diri dari pertarungan, mengejar Lin Hao.
Sementara ini, Lin Hao telah bangkit dan ragu-ragu untuk melangkah pergi.
“Tidak, Ayah, aku tidak akan meninggalkan kalian!”
Lin Hao menggenggam erat gagang pedang, berlari hendak masuk ke dalam rumah.
Whush…
Pedang melintang, nyaris menebas batang lehernya. Beruntung Lin Hao masih sempat menyadari dan menghindar cepat. Anak itu menghela nafas lega saat berhasil menghindar. Dalam hati dia cukup bersyukur telah dilatih mempertajam insting oleh ayahnya.
“Kau tidak akan bisa kabur lagi, Anak kecil!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
saniscara patriawuha.
gasss manggg mamattt...
2024-07-02
1
CahNdablek
kalo bagus gw subrek n vote
ok Thor 👍
2024-06-30
0
Maz Tama
menarik alur cerita nya
2024-06-27
0