bab 3

"Baru pulang, Sarah "? Sapa Maria.

" Bu.! Iya, Bu. " Sarah menyahut, dia kikuk.

Mendekat ke arah sang mertua yang duduk di sofa ruang tamu, meraih tangan wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya.

"Capek? "

"Banget.Ibu belum tidur? "

Ibu dan suamimu sengaja belum makan malam, kita sudah terlalu lama tidak menghabiskan waktu untuk makan malam bersama.

Ibu sudah masak makanan kesukaanmu.

Makan, ya? "

Maria berdiri dan berjalan menuju ruang makan.

Sarah mendengar suara langkah, dia berjinjit, berniat mengejutkan.

"DOR! "

"Sarah ! "

"Abang, sini! " Di tariknya suami nya ke tepi

"Kenapa, sih? "

"Ibu ngajak makan malam. Kamu tahu, kan aku tidak bisa makan jam segini?

Apalagi tadi teman - temanku tadi sore ngajak makan.

Bantu aku bujuk ibu biar aku ngga usah ikut makan, ya? Pleeeaas... !

Hmmm, atau gini aja, aku temani kalian makan.

Ya, Bang! Please..! "

Sarah menangkupkan tangannya di depan dada.

Ardian menghela nafas, di tatapnya wajah cantik itu.

"Ibu nggak selalu nginep di sini, Sarah.

Ibu hanya ingin merayakan kebersamaan kita yang sudah lama hilang.

Ini hanya makan malam biasa, dan ngga lama, penuhilah sesekali.

Bersama teman - temanmu, kapanpun itu, kamu bisa, dengan alasan menghargai mereka.

Tapi untuk makan malam bersama ibu, kamu mikir dia kali.

Apa perasaan teman dan kolega lebih penting dari pada perasaan mertua dan suamimu? "

Wanita itu tertunduk. Dia kehilangan kata - kata. Rungunya mendengar suara langkah menjauh. Mau tidak mau dia harus menyusul, sambil merutuk dalam hati dengan kesal.

____________________________________________

" Kapan ada jadwal kosong, Sarah? "

Tanya Maria setelah mereka makan malam dan kini bersantai di teras samping menghadap taman.

"Ada tiga hari, Bu pertengahan dan akhir bulan. Kenapa, Bu? "

Suami istri itu salin tatap.

"Pas! Ibu sudah buat janji dengan dokter Anggi.

Kalian bisa program hamil di klinik miliknya. "

Wajah Sarah mengeras, terlihat urat - urat lehernya kaku.

Di tolehnya sang suami dengan tatapan tajam.

Ardian hanya menatap datar istrinya dan memutus tatapan mereka terlebih dulu.

"Kalian sudah menikah enam tahun dan kalian sama - sama subur.

Ibu ingin sekali memiliki cucu. " Maria tersenyum hangat.

"Bukan berarti ibu ingin ikut campur urusan rumah tangga kalian.

Ibu rasa itu wajar jika setiap orang tua menginginkan penerus. "

"Iya, Bu. Nanti aku ambil cuti, ya?

Masuk, yuk! Sepertinya akan turun hujan, nanti ibu sakit kalau terlalu lama di luar. "

Ardian menuntun sang ibu menuju kamar tamu.

Dia mengerti istrinya mulai tidak nyaman dan berusaha menjaga perasaan dua wanita terkasihnya itu.

"Pikirkan kembali, Sarah!

Anak adalah buah cinta kalian.

Buktikan cinta itu masih ada dan kuat.

Cukup ibu saja yang seperti ini, jangan kalian. "

Ucap Maria sebelum dia beranjak dengan tangan Ardian yang memeluk bahunya.

Di teras, Sarah mengepalkan tangannya den

gan kuat. Mertuanya memang tidak salah, namun keterdiaman sang suami yang membuatnya marah.

Dia menganggap Ardian mendukung keinginan mertuanya itu

______________________________________________

"Harusnya Abang belain aku!

Abang kan sudah tahu alasanku untuk tidak ingin punya anak?

Dulu kamu setuju, tapi sekarang mengapa kayak gini jadinya? "

Sarah mengeluarkan segala kedongkolan hatinya saat berada dalam kamar mereka.

"Bulan depan itu setelah jadwal kosong, aku tanda tangan kontrak.

Ratusan orang sudah aku singkirkan demi mendapatkan kontrak itu.

Kalau program hamilnya berhasil gimana?

Berantakan semua, Bang. "

Ardian hanya diam mendengar luapan kekesalan istrinya, dia duduk di sofa sedang Sarah duduk di bangku meja riasnya.

'Ini rezeki buat aku, Bang. Aku ngga mau semua yang ku lakukan sia - sia. "

Ardian berlalu ke kamar mandi dan hal itu membuat Sarah semakin meradang.

"Abang ngomong dong sama ibu! Aku ngga mau ikut program hamil.

Ibu bisa bilang begitu karna ibu ngga pernah merasakan bagaimana punya anak. "

Sarah berteriak agar terdengar oleh suaminya yang berada di kamar mandi.

Dia merasa mertuanya memaksakan kehendak, dia teringat bagaimana dulu orang tuanya kesusahan menghidupi dirinya dan saudara yang lain.

Melihat bagaimana repotnya sang ibu mengurusi anak - anaknya, bagaimana bapaknya bekerja keras untuk menghidupi mereka. Dan sang ibu yang hampir depresi saat bapaknya tewas di tempat kerja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!