TEROR SEKOLAH

TEROR SEKOLAH

Chap I

Mengingat momen dua tahun ke belakang ada begitu banyak tragedi kelam. Sepatutnya harus dilupakan. Mau gimana lagi, mereka putuskan tetap mengenang demi bertahan hidup.

Hanya dengan kematian teman-temannya, mereka lebih waspada dan dewasa. Perbedaan lebih terasa ketika Jefri, Mira, Awan, Dewi, Surya, Irlan, dan Zafran berkumpul. Beberapa tetap sama.

Mereka jarang mengadakan pertemuan karena jadwal kuliah dan studi di tempat berbeda.

Kabar baiknya, Zafran kuliah di Korea Selatan. Irlan dan Jefri masuk jurusan manajemen, sedangkan Mira jurusan akuntansi di universitas yang sama. Dewi sekarang bekerja di butik ibunya. Kalau Surya ... Hm, dia salah jalur, masuk jurusan psikologi.

Ratih dan Hana balik ke Bogor. Yang mengisi rumah kakek sekarang Mira, Jefri, dan Awan.

Sebagai kakak, tugas mereka menjaga Awan. Kasihan Awan tidak bisa berantem lagi di sekolah. Dia kena SP 1 dapat wali kelas Pak Adit, gara-gara dua biji sapu patah buat adu jurus sama hantu di kelas.

Dulu masih junior belum parah. Semenjak jadi senior kelakuannya di luar nalar. Hari ini Awan mau protes ke Pak Adit minta pindah kelas.

"Ini kelas bekas Mira sama Zafran, Pak. Saya gak bisa lama-lama di sini. Saya mau mengajukan pindah kelas!"

Pak Adit menggebrak meja pakai map di tangannya. "Alih-alih pindah kelas ... Gak sekalian pindah sekolah? Kamu yang buat masalah, kamu yang minta pindah."

"Pak, please. Saya gak mau di kelas bapak ..." Awan merengek ngosek-ngosek kakinya.

Pak Adit melempar senyum ke guru-guru yang memandang geli mereka. Malu sekali pasti menghadapi bocah tak tahu diri.

"Cuma saya yang mau terima kamu. Jadi kamu terima aja..." Pria itu mengangguk pasrah. Semoga Awan paham.

"Gak ada yang mau terima saya? Saya pinter lho, Pak, Bu!" Awan meyakinkan semua guru di kantor.

"Sikap lebih diutamakan daripada nilai.

Omong-omong, kamu udah ganti sapu kelas?"

"Hah?"

Pak Adit menunjuk Awan hendak memarahi lagi.

"Permisi."

Awan menoleh, sett! Ketua kelas paling cantik datang.

"Mbak Putri!" Awan menyukai perempuan cantik. Dia memandang fisik. Memang kurang ajar.

Putri masuk menemui Pak Adit untuk melaporkan bahwa, "Saya gak tau apa yang dia lakuin. Sapu kelas patah lagi."

Putri menunjukkan foto sapu yang patah pada Pak Adit. Guru yang dikenal baik hati berubah jadi singa sejak Awan masuk kelasnya.

"Kamu lagi?"

Awan siap-siap berdiri. "Perut saya mendadak kelilit, Pak. Izin ke toilet bentar."

"Apa sekolah bakal bangkrut buat beli sapu?" Pak Adit tanya Putri.

Putri melirik sinis Awan. Awan duduk lagi. Baginya Putri lebih menakutkan dari sepupu-sepupunya.

"Hukum aja sapu semua kelas di lantai dua," kata Putri.

"Gila lo." Awan bisa encok nyapu dari ujung ke ujung.

Pak Adit merasa ide Putri cemerlang. "lya ya. Kok saya gak kepikiran."

"Yah, Pak. Jangan nyapu, emang saya babu sekolah?" Awan kesal Putri tidak membelanya sebagai teman sekelas. "Put, lo gak inget apa yang udah kita lakuin senin kemarin?"

Pak Adit dan Putri saling pandang ambigu.

"Gue nolongin lo lom- Aduh!" Kakinya keburu diinjak Putri.

Bisa-bisanya Putri menginjak kaki orang dengan wajahnya tanpa ekspresi.

Putri kembali bertanya, "Nanti saya yang awasin Awan. Hukuman tadi... Bapak setuju atau gak?"

"Setuju." Pak Adit mah senang ada yang bersih-bersih kelas.

Awan komat-kamit. Inikah alasan Mira malas menolong orang? Jenis manusia seperti Putri masih ada. Sudah ditolong, tidak berterima kasih, dibalas air tuba.

***

Dunia perkuliahan tak jauh berbeda menurut pandangan Mira. Perbedaannya terletak pada kenangan masa SMA. Mira masih terjebak di sana.

Melanjutkan pendidikan dengan mata batin yang masih terbuka kini lebih terbiasa. la banyak kemajuan, contohnya bisa membedakan manusia dan hantu.

Rona berseri-seri di wajahnya telah redup. Riwayat pesan dari seorang yang pergi masih tersimpan dan dibaca tiap alami kesulitan.

Mira suka kesendirian yang sekarang. Lebih damai dan dapat pemikiran positif. Bukan berarti kesepian.

Setelah Mirza tiada, hubungannya dengan Jefri tidak sedekat dahulu. Mereka satu rumah namun mengurus urusan sendiri.

Irlan datang langsung duduk di sebelah Mira. "Ngapain?"

Mira nengok sebentar. "Oh, gue kira siapa. Gak ngapa-ngapain, Lan. Duduk aja liatin orang di lapangan."

Irlan mengeluarkan jus buah kemasan dari tasnya. "Jangan banyak pikiran. Lo harus selalu sehat."

"Buat gue?"

"Hm."

Mira menerima tanpa meminum langsung.

"Thanks."

Irlan ikut memandang ke arah yang sama.

Sebelum atau sesudah kelas Irlan selalu menyempatkan waktu menemui Mira. Tidak bertanya pada Jefri apalagi Surya. Setelah menemukan keberadaan Mira hatinya tenang.

"Sehat terus jangan sampai sakit. Lo belum tau di depan sana ada kebahagiaan apa. Gue harap lo bisa ketawa bareng kita lagi."

Irlan bergegas bangun. Lima belas menit lagi ada materi. Irlan sempat melihat ke belakang sebelum betul-betul pergi.

*

Sepuluh menit lalu Irlan dan Jefri papasan di kantin. Mereka saling sapa dan bertanya mau ke mana.

"Gue mau ke kelas. Lo udah selesai?" ucap Irlan.

"Langsung balik. Irlan, gue mau minta tolong." Jefri memegang minuman di tangan kanan. "Bisa kasih ke Mira di lapangan? Lo yang paling sering ketemu."

Irlan tidak mengerti dia jadi perantara sedangkan bisa kasih langsung.

"Kalian satu rumah," ucap Irlan tetap bersedia bantu Jefri. "Entar gue kasih. Lo berdua masih canggung?"

Terpopuler

Comments

Hasnah Siti

Hasnah Siti

hai kakak author...aku hadir 🙋🏻‍♀️moga seru yah story nya 😘❤️

2024-06-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!