"Kamu, boleh tidak suka denganku. Tapi jangan jahat sama anakmu sendiri," omel Naufal sembari berjalan ke arah Sanjaya.
"Kamu dari mana aku tahu di sini?" tanyaku. Meskipun aku sudah menduga kalau ini pasti ulah dari Ela.
Namun, aku ingin mendengar dari mulut Naufal sendiri. Aku berdecak saat Naufal tak kunjung menjawab. Ia justru sedang asyik mengajak ngobrol dengan Sanjaya.
"Mbak Pur istirahat saja dulu, minta jemput Pak Soleh," pintaku. Kebetulan Naufal datang, jadi Mbak Pur bisa beristirahat setelah beberapa hari ikut begadang menjaga Sanjaya.
"Tidak apa-apa Mbak Pur tinggal?" Mbak Pur tampak tidak tega meninggalkanku sendiri.
"Iya Mbak, sudah ada papanya," bisikku sembari tersenyum mereka.
"Benar juga, Mbak Pur pastikan Sanjaya akan segera pulih. Semoga saja papanya Sanjaya segera menjadi suami Mbak Niken, amin," ucapnya dengan senyum jahil yang langsung kuberi pukulan keras di lengan Mbak Pur.
Sampai Naufal menoleh, aku tersenyum malu lalu berjalan mendekati Naufal dan Sanjaya.
"Maaf merepotkanmu, malam-malam jadi datang ke mari," ujarku sembari duduk di kursi.
"Hm," jawab Naufal singkat tanpa melihatku. Ia tampak kesal denganku, mungkin juga marah.
"Papa, jangan pelgi-pelgi lagi," katanya dengan ejakan yang belum jelas. Ia memeluk erat Naufal terlihat takut ditinggalkan lagi. Aku terharu dan bingung menyikapi semua ini.
"Maafin papa ya sayang," ucapnya lembut sembari mengusap kepala Sanjaya.
"Ada ya lelaki seperti ini?" batinku dengan pandangan terpaku ke arah Naufal.
Aku mengerjabkan matanya sebentar saat mendengar jentikan jari dari Naufal di depan wajahku.
"Melamun?" katanya lalu menidurkan Sanjaya dari pangkuannya. "Kamu kenapa pergi? Menghindariku?" katanya duduk menghadap ke arahku.
Aku menggeleng pelan, "Aku hanya ingin pergi," jawabku.
"Kamu boleh tidak menerimaku, tanpa kamu harus pergi. Rasanya aku yang jahat sekali sama kamu," ujarnya dengan memandangiku lekat.
"Kau tak jahat, aku hanya menghindari masalah yang akan terjadi denganku," kataku dengan senyum kecut.
Aku meyakini orang yang jahat kepadaku akan terus mengulangi disaat aku bangkit.
"Kenapa kamu tidak minta tolong aku? Apa aku benar-benar tidak berarti untukmu?" tatapan Naufal semakin tajam.
"Aku ...." Aku menghembuskan napas panjang. "Naufal, apa kamu tidak berpikir bagaimana keluargamu?"
"Maksudmu?" Naufal tampak bingung dengan perkataanku.
"Naufal, kamu punya keluarga besar. Bagaiamana kalau mereka tahu kamu kau mengejar janda anak satu?" ujarku.
Aku takut jika menerima pinangannya, tapi keluarganya tidak. Aku ingin sepaket, calon keluarga dan suami yang menyayangiku.
Naufal beranjak mengambil ponsel yang berada tas kecil miliknya, lalu ia melakukan video call.
"Halo, Pa, kalau aku menikah dengan Niken, papa setuju atau tidak?" katanya tanpa basa-basi.
Bahkan, ia mengarahkan layar ponsel ke wajahku. Aku diam kamu tidak bisa bergerak.
"Kalau Mbak Niken setuju, ya papa setuju aja," jawab Pak Hilmi.
"Ya sudah Pa, makasih," ucapnya lalu mematikan sambungan ponselnya. "Sudah dengarkan sendirikan?"
"Tapi, kenapa bisa?" aku kini yang bingung dengan situasi ini.
"Ya bisa, papa akan menebus semua kesalahannya dulu. Karena memisahkan kita," ucapnya dengan senyum berseri. "Jadi, bagaimana?"
"Mamamu?"
"Mama sudah tidak ada, dan aku anak tunggal," katanya memperjelas anggota keluarganya.
"Kamu tahu, aku janda anak satu dan tidak memiliki keluarga. Apa kamu masih tidak menyesalinya?" tanyaku lagi.
"Karena kamu tidak memiliki keluarga, maka aku yang akan jadi keluarga kamu," ucapnya serius.
Mataku nanar mendengarnya, hatiku trenyuh ingin aku menangis tapi aku malu.
"Bagaiamana?" tanya Naufal sembari memegang kedua tanganku.
"Ya, aku terima pinanganmu,"jawabku dengan yakin.
Naufal menarikku dalam pelukannya, "Kamu tahu, inilah doa dalam setiap sujudku."
"Tahu kamu tidak akan menikah, aku pasti akan setia menunggumu, jadi aku tidak diusir dari rumah," ucapku lirih.
"Diusir dari rumah?" Naufal melepaskan pelukannya.
Aku mengangguk, "Aku tetap ingin menikah dengan mantan suamiku. Sayang perjuanganku dia sia-siakan," ujarku dengan senyum hambar.
Penyesalan tinggal penyesalan, aku tidak bisa mengembalikan keadaan agar keluargaku sayang lagi denganku.
"Kamu yakin belum punya pasangan? istri atau pacar?" kutanya lagi.Aku takut nanti setelah menikah dia ternyata tidak lajang.
"Kamu boleh cek ponselku, atau kau tanya semua teman-temanku," katanya sembari memberikan ponsel miliknya.
Aku mendorong ponselnya, "Aku menerimamu, tapi jika kamu selingkuh aku tidak akan pernah memberikan kesempatan lagi."
"Aku akan berusaha menjadi lelaki setia untukmu dan anak-anak kita. Sekarang kamu tidur, biar Sanjaya aku yang jaga," katanya sembari mengantarku ke sofa.
...----------------...
Rasanya hatiku kembali terisi penuh cinta, setelah hampir satu tahun kosong.
"Selamat pagi," sapa Naufal dengan kedua tangan yang sudah menenteng dua bubur ayam.
"Pagi, kamu tidak tidur?" tanyaku sembari duduk.
"Tidur, kamu buruan cuci muka lalu makan," titahnya.
Aku merasa lumayan enak badanya setelah beberapa hari tidak merasakan tidur nyenyak.
"Selamat pagi," sapa Ela dan Candra bersamaan.
"Pagi," sahutku dan Naufal.
"Syukur deh, Sanjaya sudah mulai sehat," kata Ela sembari mencium kening Sanjaya.
"Iya dong tante, soalnya sudah ketemu papanya," ucap Naufal yang membuatku nyengir.
"Cie, papa nggak tuh. Kapan kalian mau diresmikan?" Ela pindah duduk di sampingku yang masih sibuk memakan bubur.
"Secepatnya, thanks ya La, kalau tidak dikasih tahu aku tidak akan bisa melamarnya," katanya dengan senyum lebar.
Ela mengangkat jempolnya ke udara, "Jadi, udah di terima?" bisiknya pelan.
"Kupikir-pikir memang Sanjaya butuh seorang bapak," kataku. Aku menjadikan Sanjaya sebagai alasan.
"Bilang aja kamu juga butuh, sok-sokan Sanjaya yang jadi kambing hitam," celoteh Ela.
"Jadi, beneran Mas Naufal jadi papanya Sanjaya?" samber Mbak Pur yang baru saja masuk. "Selamat Mbak Niken, akhirnya tidak jomlo lagi." Mbak pur menyalamiku. Dia heboh sendiri mendengar aku akan menikah dengan Naufal.
Meskipun aku mendapatkan ujian yang bertubi-tubi, aku kini merasakan sedikit manisnya. Ternyata masih banyak orang yang menyayangiku.
Ponselku mendadak berdering berkali-kali, panggilan masuk dari Mas Pras kembali muncul. Setelah beberpa minggu menghilang.
"Siapa?" tanya Ela.
"Mas Pras, kenapa dia telepon aku lagi ya?" bisikku dengan menatap Ela.
Ela mengangkat kedua tangannya lalu memandang ponsel miliknya ketika bergetar.
Pras
Ela, kau bohong kan kalau tidak tahu keberadaan Niken? Sekarang dia di mana? Ada apa dengan anakku?
"Kau ini, kenapa harus posting story Sanjaya?" kataku saat membaca pesan dari Mas Pras.
"Aku kira dia tidak pernah melihat postinganku," katanya lalu memblokir nomor Mas Pras.
"Siapa yang telepon kamu?" tanya Naufal mulai terganggu dengan ponselku yang terus berdering.
"Mas Pras," jawabku jujur, aku tidak mau ada rahasia diantara kita yang akhirnya akan membuat masalah.
Wajah Naufal berubah kecut"Kamu masih berhubungan dengannya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Dwi Setyaningrum
lah iya gmn to menghindar smpe pindah luar kota tp nmr tlpnya Pras ga diblokir gmn sih
2024-12-27
0
G** Bp
hmm babang Naufal cemburu tuch😀😀
2024-07-28
0
Sumar Sutinah
niken tdk tegas knp fr dlu tdk d bloc atua d ganti no
2024-07-11
0