Bab 17

"Ada apa sih pagi-pagi sudah berisik," keluhku. Aku ingin menikmati hari minggu dengan bermalas-malasan.

Aku tak percaya, melihat dua lelaki yang sedang berdebat di depan pintu.

"Naufal, Mas Pras?" ujarku membuat mereka berhenti berdebat lalu berdiri tegak dihadapanku.

"Selamat pagi, Niken," sapa Naufal dengan senyuman lebar.

"Minggir kau," tangan Mas Pras menyeret Naufal hingga dia berdiri di depannya. "Niken, sayang, selamat pagi." Mas Pras memberikan seikat bungan mawar merah.

"Jangan panggil aku sayang, Mas, geli," ujarku. Selama menikah, Mas Pras hanya memanggil nama kini tiba-tiba memanggil dengan sayang-sayang.

"Kalian mau apa?" tanyaku tanpa membiarkan mereka masuk.

"Aku mau ajak kamu jalan-jalan sama Sanjaya, kita sudah lama kan tidak pergi bersama," kata Mas Pras ingin memegang tanganku, tapi aku segera menari ke belakang punggungku.

"Mas, berhenti mengusik kehidupanku. Istrimu sedang hamil, hargai dia," pintaku. Ini sudah menjadi pilihannya, aku mau cukup aku yang dia khianati.

Tidak dengan Hani, meskipun aku membenci dirinya yang telah mengambil Mas Pras dari Sanjaya.

"Papa, papa!" teriak Sanjaya sembari berlari.

Wajah Mas Pras berbinar, ia merentangkan tangannya lalu mendekap anak satu-satunya kami.

"Sayang, papa kangen," kecup kening Sanjaya.

"Papa,papa," Sanjaya merengek meminta dilepaskan dari pelukan Mas Pras.

"Sayang, ini papa," kata Mas Pras dengan melepaskan pelukannya. Wajahnya berubah getir, anaknya sendiri tidak mengenali dirinya.

Mungkin aku juga ada andil di sini, aku telah membakar semua foto kami berdua. Tanpa sengaja, aku tidak memperkenalkan Mas Pras kepada Sanjaya.

Dia sudah lupa wajah papanya, karena selama ini waktu untuknya yang berkurang. Dan saat melihat Naufal, dia mungkin berpikir dia adalah papanya.

"Papa." Sanjaya merengek meminta gendong Naufal.

Mas Pras menarik tanganku, membawa ke halaman rumah agar tidak didengar oleh Naufal, "Maksud kamu apa?"

"Apanya yang apa?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.

"Niken, jangan bercanda. Sanjaya itu anakku bukan anak lelaki itu!" Mas Pras menunjuk Naufal yang sedang bercanda dengan Sanjaya.

Mereka lebih layak disebut bapak dan anak karena lebih dekat, bahkan Naufal lebih sayang kepada Sanjaya daripada Mas Pras.

"Mas, kita kan sudah hidup masing-masing. Jadi, berhenti kau mengurusi kami. Kamu urusi Hani dan calon anakmu." Aku mengembalikan bunga mawar pemberiannya.

"Kenapa kau jahat kepadaku?" katanya dengan kedua mata sendu.

"Aku jahat?" kataku tidak percaya Mas Pras melontarkan kalimat seperti itu.

"Aku hanya ingin mepertahankan hubungan kita, tapi kamu terus menghindariku. Kau mendatangkan dia dalam kehidupan kita," ujarnya menyudutkanku.

Aku semakin terperangah dengan ucapannya, bisa-bisanya playing victim. Seolah akulah yang berkhianat.

"Mas sadar, kau sendiri yang membawa petaka di rumah tangga kita," tandasku.

"Aku akan ceraikan Hani, kembalilah kepadaku." Mas Pras memohon kepadaku.

"Kau memang tidak punya hati, Mas." Aku menggelengkan kepala. Aku tidak akan pernah menyesal bercerai dengan Mas Pras.

"Jadi, kau memilih dia?" Mas Pras menatap Naufal yang masih asyik dengan Sanjaya.

"Aku belum memilih siapa-siap, dan itu bukan urusanmu jika aku mau menikah lagi," kataku dengan tegas.

"Baiklah, ingat ya, aku tidak akan pernah membiarkanmu menikah lagi selain denganku. Kupastikan hidupmu tidak akan pernah bahagia!" ancam Mas Pras lalu pergi meninggalkan rumah.

Ia membuang bunga mawar lalu menginjak-injak dengan kesal. Aku yakin, Mas Pras kecewa dengan harapannya sendiri.

"Astaga!" Aku memegang dadaku saat Naufal sudah berdiri di depanku.

"Niken, menikahlah denganku," katanya dengan serius.

Aku menghela napas panjang, "Jangan buru-buru, aku bahkan belum memikirkan untuk menikah lagi."

Aku berjalan mendahului Naufal, menikah mendadak menjadi momok untukku. Aku takut mendapatkan pengkhianatan untuk ke sekian kalinya lagi.

Aku sedang menikmati kehidupanku bersama Sanjaya, hidup tenang.

"Naufal, carilah perempuan yang masih single. Kamu berhenti mengejarku yang tak pantas buatmu," kataku. Alasan terbaik menolaknya menggunakan statusku yang tak sepadan.

"Berikan aku waktu satu tahun, jika memang aku tidak membuatmu jatuh cinta. Aku akan mencari perempuan lain," jawabnya.

Aku terdiam, bingung dengan jalan pikiran Naufal disuruh menjauh malah meminta kesempatan untuk membuktikan.

Jangankan satu tahun, satu minggu saja hatiku sudah goyah dengannya.

"Bagaimana? Kamu setuju kan?" Naufal mengulurkan tangannya untuk aku menyetujui kesepakatan yang dia buat.

Naufal menarik tanganku yang tak kunjung menyambutnya.

"Aku akan melakukan layaknya aku kekasihmu, kau tak perlu membalasnya. Nanti, aku tagih satu tahun ke depan," ujarnya sembari melepaskan tanganku.

...----------------...

"Haruskah aku pindah dari kota ini?" tanyaku kepada Ela yang tidur di sebelahku.

"Kenapa?" sahutnya dengan tangan yang masih sibuk mengetik pesan untuk kekasihnya.

"Capek," jawabku. Aku ingin melupakan semua kenangan di kota ini. Lalu, membuka lembar baru bersama Sanjaya.

Meninggalkan orang-orang yang aku sayang di sini, kota ini selain cukup menyiksaku.

"Capek kenapa?" Ela memiringkan tubuhnya menghadapku.

"Mas Pras minta aku kembali kepadanya, Naufal mau menikahiku," keluhku.

"Memang tidak tahu diri Pras, terima saja Naufal. Lagian kau juga masih cinta kan sama dia," ujar Ela.

"Ya, semenjak dia datang perasaan itu muncul lagi, tapi aku tidak bisa memanfaatkannya," kataku.

Tahu dia anak dari bos besar semakin membuatku minder.

"Kau mau pindah ke mana?"

"Entah, aku juga tidak tahu. Kau setelah menikah mau pindah kota juga kan?" tanyaku.

"Kayaknya sih gitu, biar satu kota sama Mas Candra," jawabnya dengan senyuman lebar.

"Aku ikut ya, kita pindah ke kota yang sama," ujarku sembari duduk.

Aku lebih baik tidak meladeni mereka semua, hidupku pasti akan lebih tenang di kota baru.

"Ken, kau yakin mau melepaskan Naufal lagi?" ujar Ela yang membuat kebahagiaanku mendadak memudar.

"Dia datang masih jomlo loh, brati dia setia sama kamu," ujarnya.

Hatiku kembali dibuat bimbang, ingin menjauh susah, tidak menjauh firasatku akan mendapatkan kepahitan lagi.

"Kau ini, aku sudah lupa diingatkan lagi!" Aku memukul lengan Ela keras-keras.

"Ih, kan aku meyakinkan dirimu. Jangan sampai menyesal lagi. Nggak ingat dulu nangis kayak mau stres," ujar Ela membuka kisah cinta remajaku yang mengenaskan.

"Giliran balik malah ditolak," katanya sambil menggelengkan kepala.

"Memangnya, setelah orang pergi tahunan perasaannya masih sama?" tanyaku dengan tidak yakin.

"Pasti, justru karena pernah memiliki perasaan yang sama. Maka gampang loh membuat chemistrynya, apalagi Sanjaya sudah lengket sama Naufal," papar Ela yang semakin membuatku bimbang.

"Entahlah," aku mengacak-acak rambutku. Aku hampir gila memikirkan perasaanku.

Dalam keadaan mumet ini, ponselku berdering keras. Panggilan masuk dari Mbak Pur.

"Halo, Mbak ada apa?" tanyaku.

Mataku mendelik mendengar berita dari Mbak Pur, "Apa? Ok, aku pulang sekarang Mbak."

Terpopuler

Comments

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

Entahlh sudah malas mau komen, baca saja anggap kaya sonetron🤭

2024-12-23

0

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

si prs nih kayaknya masih butuh Niken dah

2024-08-12

0

Supra Yono

Supra Yono

niken ini kayak anak ABG sifatnya

2024-08-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!