Mas Pras
Ini benar kamu?
Aku berdesisi saat membaca pesan dari mantan suamiku, satu menit kemudian Mas Pras menelponku.
Aku menaruh ponselku, lalu menemani Sanjaya menonton televisi. Panggilan yang dulu selalu aku nantikan, kini berganti kuabaikan.
"Mbak, ponselnya berdering," kata mbak Pur yang baru saja lewat dari depan pintu kamar.
"Biarkan saja Mbak, bukan orang penting," kataku meminta Mbak Pur untuk mengabaikan juga.
Namun, Mas Pras tidak putus asa. Dia menelpon banyak kali. Sampai, aku kembali ke kamar untuk tidur dia masih berusaha untuk menelponku.
"Ada apa?" ketusku setelah aku capek mendengarkan bunyi telepon yang tak ada habisnya.
"Akhirnya kamu angkat juga," ucapnya dengan suara yang terdengar happy.
"Kamu mau apa?" ketusku lagi. Aku mendadak tidak bisa berbicara halus dengan Mas Pras.
"Bagaimana kabarmu?"
Aku menahan tawa mendengarkan pertanyaannya, tentu saja aku baik-baik saja untuk saat ini setelah beberapa bulan tanpa dirinya.
Harusnya dia menanyakanku, waktu dia mengusir dan menceraikanku.
"Tentu saja baik, sudah Mas, jangan telepon atau chat aku lagi," pintaku.
"Niken, tunggu."
Aku menghentikan jempolku untuk menggeser gagang telepon warna merah.
"Aku mau minta maaf, malam itu aku benar-benar khilaf," katanya.
"Mas, cukup, jangan ganggu kehidupanku lagi. Karena sampai kapan pun, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" kataku lantang lalu mematikan sambungan teleponnya.
Napasku memburu, aku kembali tersulut emosi. Hatiku rasanya masih terbakar mengingat jahatnya dia sama anaknya sendiri.
Mas Pras
Aku kangen sama Sanjaya, aku ingin bertemu.
Aku
Tidak perlu merindukan Sanjaya, dia sudah bahagia. Kau buat saja anak sendiri dengan istri tercintamu.
Mas Pras
Niken, kita memang mantan suami istri tapi tidak ada mantan anak.
Aku
Aku tidak peduli.
Aku memang egois dengan menjauhkan Sanjaya kepada Mas Pras. Namun, aku akan tetap tidak akan membiarkan Mas Pras menemui Sanjaya.
Jika memang semua ini membuatnya tersiksa, dia memang pantas mendapatkannya. Semenjak aku meminta agar Sanjaya menginap semalam lagi ditolaknya.
Aku sudah memutuskan tidak akan pernah membiarkan Mas Pras menemui Sanjaya lagi.
...----------------...
"Niken!"
Aku menghentikan langkahku saat hendak memasuki dapur toko. Suara yang tidak asing di telinga.
"Mas Pras," gumamku pelan saar tubuhku sudah menghadap lurus di depan kasir.
Senyum tipis terlukis jelas di wajah lelaki yang kini berkumis tipis. Rambutnya tampak panjang dan tubuhnya lumayan berisi.
"Aku sudah bilang, jangan temui aku lagi," ketusku. Aku tidak menyambut mantan suamiku ini dengan ramah.
"Teman-temanku benar ternyata, sekarang kamu menjadi pemilik toko roti," katanya seolah tidak mendengarkan perkataanku.
Mas Pras berjalan mengitari ruangan, aku melihat kepalanya manggut-manggut. Mungkin dia tidak menyangka aku bisa berdiri sekuat ini.
"Ken, ibu sakit," ujarnya ketika sampai di depan kasir lagi.
"Lalu, urusannya denganku apa?" tukasku. Agar jahat sih, tapi ibu Rahayu kini hanya mantan mertuaku. Jadi tidak ada urusannya denganku lagi.
"Benar juga, aku hanya menyampaikan kalau ibu terus memanggi namamu," katanya dengan wajah melas.
Mau berekspresi apa pun saat ini aku tidak akan goyah, hatiku sudah membatu untuknya.
"Di mana Sanjaya?" katanya mencoba menyampingkan masalah ibunya.
"Kamu tidak perlu mencari Sanjaya," kataku dengan melipat kedua tangan di dada.
"Niken, kamu boleh marah kepadaku dan tidak peduli kepada orang tuaku. Tapi, kamu tidak bisa memisahkan aku dan Sanjaya!" serunya sembari menggebrak meja.
Emosi Mas Pras sudah diujung tanduk karena mendengar ucapanku yang ketus. Matanya sampai melotot ke arahku.
"Aku berhak melakukan itu!" kataku berjalan keluar dari kasir untuk berhadapan langsung.
"Sanjaya juga anakku!" bentaknya tidak mau kelah.
"Anakmu yang tega kau usir malam-malam di tengah hujan lebat!" teriakku dengan mendoro dada bidang Mas Pras.
"Apa malam itu terbesit dibenakmu, bagaimana keadaan kami? Apakah Sanjaya kedinginan? Di mana kami tinggal?" aku mencerca pertanyaan dengan air mata yang mulai menetes.
Aku tak bisa menahan amarah ini, dulu dia mengusir kami berdua tanpa perasaan. Sekarang ingin bertemu tanpa bersalah dan berdosa.
Itu tidak adil, aku bukan malaikat yang mudah memaafkan dan berdamai dengan keadaan.
"Di mana saat Sanjaya sakit, dan aku tidak punya uang? Aku takut tidak bisa makan karena tidak kau beri nafkah. Di mana!" teriakku dengan kembali mendorong tubuh Mas Pras.
"Niken, aku minta maaf. Malam itu aku benar-benar khilaf," katanya sembari memegang kedua lenganku.
"Aku tidak sadar karena kesal, aku kalut karena malu dengab bos dan teman-teman," dalihnya. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Niken, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya," tangan Mas Pras beralih ke wajahku.
Menatap wajahnya yang sendu hatiku rasanya ingin luluh. Bohong sekali jika rasa cinta langsung menghilang setelah dipupuk bertahun-tahun. Dengan ikatan suci, terlebih lagi dengan anak darah dagingnya.
Sadar Niken!
Aku mendorong tubuh Mas Pras saat aku seperti mendengar teriakan di telingaku.
"Niken, aku mau rujuk sama kamu," Mas Pras berusaha meraih tanganku dengan cepat aku menyembunyikan di belakang punggung.
Aku berusaha kuat, tidak menjadi perempuan gampangan. Hanya dengan bujukannya kembali lagi. Padahal mataku sudah melihat jelas kalau dia ingin rujuk setelah aku memiliki tubuh yang bagus.
"Aku tidak mau, lebih baik kamu pergi!" usirku sembari menarik tangan Mas Pras.
Namun, dia tidak mau bergerak dan aku tidak kuat menyeret tubuhnya yang berisi itu.
"Papa!" teriak Sanjaya dari dalam.
Putraku yang usianya menginjak dua tahun kurang beberapa bulan itu ternyata mengenali Mas Pras sebagai ayahnya.
Padahal sudah lama tidak bertemu, memang darah tidak bisa di bohongi.
"Sanjaya, anakku," Mas Pras berjalan mendekati Sanjaya dengan merentangkan kedua tangannya. Dia siap mendekap putranya, dan aku tidak bisa menghalanginya kali ini.
Aku mengerutkan kening ketika Sanjaya melewati Mas Pras, ia memanggil-manggil kata papa tapi menuju ke pintu masuk.
Aku menutup mulut dengan tangan kiriku, mataku melotot ternyata Naufal yang dipanggil papa oleh Sanjaya.
"Papa, main, ayo main," kata Sanjaya dengan suara yang masih tidak jelas.
Naufal menggendong Sanjaya dengan kikuk, aku tahu dia pasti bingung dan tidak enak disituasi ini.
Mas Pras berdiri, ia mendekatiku, "Apa kamu sudah menikah lagi?!" katanya tidak senang. Wajahnya berubah muram.
"Tidak," jawabku aku tidak mau Mas Pras salah paham dengan Naufal.
"Lalu, kenapa dia memanggil lelaki itu papa?" Mas Pras menunjuk Naufal geram.
Aku bingung mau menjawab pertanyaan Mas Pras, aku sendiri tidak tahu, kenapa Sanjaya lebih mengenli Naufal sebagai papanya daripada Mas Pras?
"Katakan, jangan diam saja?!" bentaknya membuat aku kaget.
Aku berjalan satu langkah ke depan, sehingga berdiri sangat dekat dengan Mas Pras, "Mungkin, lelaki itu lebih memiliki kasih sayang yang tulus, daripada papanya sendiri!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️
yup bener bgt kata kmu ken.. papa kandung nya aja jahat bgt
2024-08-06
1
G** Bp
ku pikir Sanjaya manggil papa ke Pras.sempet gerem juga sih walaupun Pras ayahnya tp ga rela aja dia panggil mengingat kok ada seorg ayah mengusir anak dan istrinya malam² disaat hujan deras pula.eh malah sinaufal yg dipanggil papa 😆😆kasihan deh Lo Pras 🤣🤣pdhl Pras dah seneng bgt 🤣🤣🤣
2024-07-28
0
Sumar Sutinah
dasar apa pras mau rujuk, aq g rela y thor kalau nikan kembali rujuk, enak aja
2024-07-11
0