Bab 10

"Naufal," jawab lelaki bertubuh tegap di depanku sembari mengulurkan tangannya.

Naufal Atala, ya, aku ingat dia adalah mantan pacarku saat sekolah dulu.

Aku menyambut tangannya ragu. Bertemu mantan pacar kembali, setalah beberapa tahun tidak bertemu masih saja membuat jantungku berdebar keras.

Apalagi kini dia tumbuh menjadi lelaki tampan, kalau aku lihat dari dandanannya dia seorang bos.

"Hai, kok bengong?" katanya sembari menjentikkan jarinya di depan wajahku.

"Em, ya, maaf," kataku gelagapan. Aku benar-benar gugup bertemu dengan Naufal lagi.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Naufal dengan senyuman manisnya. Senyuman yang masih sama bahkan lebih menawan daripada dulu.

"Baik," kataku dengan memegang tengkuk.

Jantungku berdebar cepat, padahal dia sudah mantan. Aku menggelengkan kepala, takut pikiranku semakin merajalela ke mana-mana.

"Kamu, ada di sini?" aku memberanikan diri menanyakan keberadaanya.

"Iya, baru saja pindah ke perumahan dekat sini. Katanya ada toko kue gratis, jadi ke mari," katanya sembari menggaruk belakang telinga.

Wajahnya pun terlihat memerah, aku menebak kalau dia pasti malu ketahuan ingin meminta kue gratisan juga.

"Kamu mau yang apa? Pilih aja," kataku sembari mengantar lelaki yang pernah masuk list doa sebelum bertemu dengan Mas Pras.

"Kamu tinggal di mana sekarang? Sudah menikah belum?" tanya Naufal sembari melihat-lihat kue yang akan dia bawa pulang.

"Aku tinggal di depan itu," tunjukku saat Naufal menoleh ke arahku.

Dia mengangguk-angguk lalu menunjuk brownis, "Aku mau itu, berapa?" katanya sembari mengeluarkan dompetnya.

"Tidak usah bayar," kataku sambil mendorong uang yang dia sodorkan kearahku. "Mbak Pur, tolong bungkus ini ya," pintaku.

"Jadi, beneran gratis?" kata Naufal masih tidak percaya.

"Untuk hari ini saja," kataku meringis.

"Kalau begitu, kalau ada waktu luang mau tidak kutraktir makan?" Naufal menyodorkan ponselnya. "Masukkan nomornya whatsappmu," imbuhnya saat melihatku mengerutkan kening.

Aku segera mencatat nomor whatsappku, aku mulai heran kepada diriku yang dengan mudah memberikan nomor baru kepada laki-laki.

"Naufal, kau jangan lupa izin sama istrimu. Aku takut salah paham nanti," wanti-wantiku. Aku tidak mau merusak rumah tangga seseorang karena salah paham.

Apalagi aku seorang janda, pasti akan menjadi masalah besar pertemuanku dengan dia.

"Iya, kamu juga ya," katanya sembari memasukkan ponsel di kantong celananya. "Terima kasih, kuenya. Aku pulang dulu."

Aku mengantar Naufal sampai di depan, bahkan berdiri sampai mobil itu menghilang dari pandanganku.

Hatiku bergejolak, kenapa harus bertemu dengan dia setelah masing-masih sudah menikah?

Hari-hari kujalani kehidupanku sangat menyenangkan, sampai aku lupa dengan masalah yang menimpaku.

Terlalu asyik dengan dunia baru, sampai tidak punya waktu untuk diam dan merenungkan masalah yang aku alami kemarin.

"Mbak Niken, bagaiamana kalau kita tambah menu?" tanya Mbak Pur.

"Menu apa Mbak?" tanyaku masih sibuk dengan adonan. Aku tetap terjun ke dapur meskipun sudah ada pak Soleh dan Mbak Pur.

"Yang lagi viral-viral gitu, pasti akan tambah ramai toko ini," kata Mbak Pur.

Aku terdiam beberapa detik, lalu mengangguk. Ide dari Mbak Pur brilian, aku sampai tidak kepikiran ke arah situ.

"Nanti aku lihat-lihat dulu Mbak," ujarku.

Aku harus mencari referensi, dan belajar untuk membuat tentunya.

"Mbak, ada pelanggan katanya mau dilayani sama Mbak Niken," kata Pak Soleh.

"Ok, tolong lanjutkan, Pak," ujarku sembari mencuci tangan.

Aku keluar masih dengan celemek yang terbalut di tubuhku. Senyum ramahku memudar saat melihat perempuan dengan rambut lurusnya.

"Jadi, kamu sekarang bekerja di sini, Mbak?" katanya dengan tersenyum menghina.

"Selamat datang, mau beli apa?" tanyaku memperlakukan Hani seperti pelanggan lainnya.

"Ku kira toko besar," sahutnya dengan melihat-lihat kue yang ada di etalase.

Aku menarik napas panjang mengatur emosiku agar tidak meledak. Takut kalau sampai membuat citra tokoku jelek.

"Celemek itu juga cocok loh kamu pakai," dia kembali mengomentari yang ada.

"Kamu kalau cuma mau komentar saja lebih baik keluar dari sini. Ada pelanggan lain yang mau beli," usirku masih dengan suara pelan.

"Galak banget sih, emang seperti itu pelayanan di sini? Aku rate bintang satu loh," ancamnya.

Aku membalikan badan sebentar kembali menarik napas dalam-dalam. Lalu aku kembali memasang senyum.

"Maaf, Mbak, mau beli apa ya?" tanyaku dengan pelan tapi penuh penekanan disetiap katanya.

"Mbak Niken, lihat ini," Hani mengangkat tangannya menunjukan gelang dan cincin yang melingkar di tangan kirinya.

"Aku sangat berterima kasih sama kamu, karena mengundang teman-teman Mas Pras. Jadi, sekarang aku istri satu-satunya," pamernya.

Aku yakin, dia ke mari hanya ingin memanas-manasiku, tidak untuk membeli kue yang kujual.

"Kau mau beli atau aku usir!" kesabaranku sudah mulai habis. Aku tidak panas dengan semua yang dia pamerkan.

Namun, semua itu membuat moodku hancur. Aku sudah melupakan mereka. Dengan ocehannya membuat luka-luka yang kuperban terasa perih lagi.

"Aku mau beli," katanya sembari menunjuk beberapa kotak kue. "Mbak Niken, hidup kami sekarang bahagia banget."

Aku tidak meladeni ocehannya, mau hidup bahagia, belanja ini itu, bahkan dia mau jalan kayang pun aku tidak peduli lagi.

"Andai saja kamu menerimaku baik-baik, pasti kita akan hidup bahagia bersama. Bukan menjadi pelayan kecil dan hidup miskin," ujarnya sembari mengeluarkan uang dua lembar 100 ribuan.

Aku tak menghiraukan lagi, aku mengambil uang dan segera memberikan kembaliannya.

"Terima kasih sudah belanja, jangan datang ke mari lagi," kataku sembari menundukan kepala.

"Sombong!" bentaknya.

Aku mendengus, hari ini mengeluarkan banyak tenaga untuk menghadapi mantan maduku itu.

"Mbak, itu pelakornya?" tanya Mbak Pur yang sudah berada di sampingku.

"Kalau Mbak Pur jadi Mbak Niken, udah aku jambak-jambak bibirnya," geram Mbak Pur

Aku tertawa puas mendengar karyawan yang kini aku anggap saudara ini. Beberapa menit kemudian aku sudah bisa mengontrol tawaku.

"Buang-buang tenaga saja, Mbak. Lagian kan sekarang aku sudah cerai. Tidak punya hak," kataku sembari kembali ke dapur.

"Benar kata Mbak Niken, buang-buang tenaga. Lebih bekerja, memperkaya diri dan mempercantik diri. Buat dia menyesal," sahut Pak Soleh.

Aku mengangkat jempol ke arah Pak Soleh. Mendengar kata mempercantik diri, aku jadi ingat waktunya pergi gym bareng Ela.

"Mbak, Pak, aku mau pergi dulu ya," aku melepaskan celemeknya.

Aku bergegas keluar saat mendengar suara klakson mobil Ela.

Aku berhenti di depan pintu, ketikan ada pesan masuk dari Hani yang mengirimkan foto. Dengan caption, kuenya kalah manis dari istriku.

Aku memasukkan ponselku lagi, "Kau mau mencari masalah lagi denganku?"

Terpopuler

Comments

Heny

Heny

Apa niken sdh resmi bercerai thor

2024-12-18

0

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

tuh kan si Hanii berulah......

2024-08-06

0

زيتون مامة

زيتون مامة

bodo amat. udah cerai, belum lagi ke mahkamah.

2024-07-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!