Aku tertawa di dalam tangis dengan nasib diriku ini, aku seperti sedang berperan dalam sinetron. Sangat sial, malam ini hujan mengguyur bumi menyambut kepergianku dari rumah. Rumah yang kupertahankan, tapi nyatanya aku kehilangan juga.
Aku sekarang tidak ada hak lagi atas Mas Pras, kini aku resmi menjadi janda anak satu yang keluar dari rumah tidak membawa apa-apa. Hanya pakaian dan anakku saja, pasti saat ini Hani senang telah menguasai semuanya.
Sangat miris bukan!
"Niken!" teriak sahabatku dari mobil avanza warna silver keluaran terbaru.
Aku mengusap air mataku, lalu berlari masuk mobil karena hujan mulai deras lagi. "Maaf ya La, aku merepotkanmu lagi.
"Merepotkan apa?" ujarnya sembari menjalankan mobilnya.
Gadis berambut pirang ini memang sangat menyayangiku sejak dulu, selalu ada sejak kecil bahkan pernah mendonorkan uang waktu aku diusir oleh keluargaku.
"Masuk, anggap saja rumahmu sendiri," katanya saat memasuki apartemen miliknya.
Setelah menidurkan Sanjaya, aku duduk ruang tamu mendadak meratapi nasibku yang buruk. Andai saja aku menurut orang tuaku, pasti aku juga sudah memiliki apartemen, mobil sport idamanku, uang yang banyak.
"Kenapa melamun?" tanya Ela sembari memberikan minuman teh hangat.
"Nasibku sial, aku sudah dicerai dengan Mas Pras," kataku dengan senyuman kecut.
Impianku hidup bersama dengan orang yang paling aku cintai sudah lenyap.
Aku tidak tahu harus senang atau sedih dengan statusku yang sekarang, usahaku saja belum berjalan. Aku bingung menghidupi diriku sendiri anakku.
"Bagus dong, kamu tidak tersiksa lagi," kata Ela.
Sejak awal mendengar ceritaku saat Mas Pras membawa perempuan lain ke rumah, dia sudah menyarankanku untuk bercerai. Namun, aku yang masih bersikeras bertahan, aku tahu luka ini aku sendiri yang menciptakannya.
"Aku masih tidak tahu La, apa alasannya dia menikah lagi dengan perempuan itu," kataku.
Aku tidak pernah menemukan tanda-tanda kalau Mas Pras selingkuh. Dia sangat menyayangiku dan Sanjaya.
Bahkan, aku juga mengecek ponselnya setiap saat juga tidak ada yang mencurigakan.
Lalu sejak kapan dia nakal seperti itu?
"Dia yang tak bersyukur mendapatkanmu, murahan!," katanya dengan geram.
"Kamu tidak mau pulang ke rumah orang tuamu?"
Aku menggeleng, lalu tersenyum tipis. Apa kata orang tuaku saat aku pulang dalam keadaan seperti ini?
Pasti mereka akan menertawakanku, karena berani menentang mereka. Dan, aku kembali dalam keadaan tidak punya apa-apa.
Aku akan di usir, mungkin mereka sudah tidak mengakui lagi, jika aku ini keluarganya. Aku hanya akan menambah luka hati.
"Kau takut?" Ela menyadarkan lamunanku.
Aku menarik napas dalam-dalam, "Pastilah aku takut, hatiku sedang tidak kuat mendengar makian dari mereka."
Ela menarikku dalam pelukannya, "Aku akan membantumu membuka toko roti," tangan Ela mengusap punggung tanganku.
Air mataku meluncur lebih deras daripada saat dicampakkan oleh Mas Pras. Hatiku lebih tersentuh mendengar ucapan Ela.
Aku menarik Ela dalam pelukanku, "Andai kau laki-laki, aku pasti memitamu menikahiku," bisikku.
...----------------...
Pembukaan toko kupercepat berkat bantuan dari Ela, dia juga meminta teman kantor, teman kenalanya untuk datang ke pembukaan tokoku. Bahkan dia menyuruh saudara-saudaranya juga datang.
Pertama kali buka tokoku sangat meriah, bahkan teman-teman kantor Mas Pras pun datang. Mungkin sebagai bentuk semangat dari mereka.
"Selamat Niken atas pembukaan toko kue Sanjaya." Ela memelukku setelah aku menggunting pita sebagai peresmian.
"Makasih juga La, ini semua juga berkat kamu," aku memberikan potongan pertama tumpeng untuk Ela.
"Selamat ya, Mbak Niken. Kamu keren," kata teman Mas Pras sembari mengangkat kedua jempolnya.
"Makasih, Mbak, ambil saja roti yang kalian mau hari ini gratis," kataku dengan senyuman ramah yang kupunya.
Hari pertama sengaja aku bagikan gratis untuk testimoni serta syukuran dan selamatan atas pembukaan toko.
"Aku titip buat teman satu devisi kalian ya, sama buat Pak Hilmi," kataku sembari memberikan brownies yang sudah aku siapkan untuk teman kantor Mas Pras yang tidak bisa datang.
"Siap Mbak Niken," jawabnya.
Kebahagiaan yang tak pernah terkira, meskipun capek setelah sejak jam dua lagi aku sudah bergelut dengan tepung, telur.
Aku bisa melihat orang-orang senang dengan rasa roti-roti yang aku buat. Bahkan, media sosialku pun mulai rame.
Tentu saja ada campur tangan dari sahabatku yang cantik ini. Dia memposting hasil kue buatanku, dan mengajak orang-orang untuk mereviewnya.
"Ken, kenalkan ini namanya Mbak Pur dan Pak Soleh. Mereka ini suami istri yang akan membantumu," kata Ela memperkenalkan dua orang paruh baya.
"Eh, tapi aku ...," aku menghentikan ucapanku saat Ela menaruh jari telunjuk di bibirnya.
Ela menarikku keluar toko, ia menunjuk rumah bertingkat dua di seberang jalan.
Ela merangkul pundakku, "Itu, rumah sudah aku kontrak untuk kamu tinggal bersama Sanjaya. Sudah aku bayar selama satu tahun."
"La, ini sudah berlebihan tahu nggak, lebih baik kau tabung semua uangmu," kataku. Aku tidak enak dengan bantuan yang diberikan oleh Ela.
Aku takut jika mendengar orang-orang aku memanfaatkan Ela dengan keadaanku ini.
Ela melepaskan rangkulan tangannya, ia mengajakku melihat kontrakannya.
"Siapa bilang aku ini gratis, aku pinjamkan semua uang ini. Kau kembalikan saat sudah punya uang," katanya sembari memberikan kuncinya.
"Kalau aku kabur?" godaku sembari mendorong pintu.
"Ya aku kejar," katanya sambil tertawa.
Aku memang harus baik-baik sama sahabatku yang sangat royal ini.
"Kau mau hadiah apa? Jodoh?" godaku sembari melihat-lihat isi rumah kontrakanku ini.
Aku yakin rumah ini sangat mahal, selain besar perabotan bagus, bahkan terlihat baru.
"Jodoh? Nggak ah, kau aja cari buat sendiri tidak becus," ledeknya sembari duduk di sofa.
"Sialan kau," katamu sambil melempar batal ke tubuh Ela.
"Mbak Pur sama Pak Soleh juga akan bantu-bantu di sini, jadi kau tidak akan kesepian," kata Ela sembari memeluk bantal yang ku lempar ke tubuhnya.
"Jangan pikirkan pria brengsek itu lagi, kalau butuh sesuatu jangan sungkan bilang sama aku," katanya dengan senyum lebar setalah menatapku dengan sangat prihatin.
"Iya bawel, ke toko lagi yuk," ajakku setelah beberapa menit aku dan Ela meninggalkan toko.
Toko sudah mulai sepi karena semua roti tinggal sedikit, ponselku pun mulai berbunyi, banyak pesan masuk beriaikan ucapan terima kasih dan selamat.
Ada juga beberapa pesanan kue yang membuat bibirku tersenyum bak bunga mawar yang merekah di pagi hari.
"Cuan," lirihku sembari senyum-senyum.
"Apa masih buka?" tanya seseorang dari belakangku.
"Masih," jawabku sembari memutar tubuhku.
Aku melebarkan kedua mataku untuk memastikan orang yang berada di depanku ini orang yang kukenal. "Kamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
Mau sahabat kayak Ela🥰🥰🥰
2024-12-23
0
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
Buang mimpi mu Niken
2024-12-23
0
Mimik Pribadi
Kamu siapa Ken???
2024-12-21
0