Bab 6

"Pak, Buk, semua ini salah Mbak Niken, karena tidak mau mengurus keluarga ini," kata Hani dengan wajah sendu.

"Niken, selama ini mengurus kami dengan benar. Memangnya kamu!" tunjuk ibu mertuaku.

Rasanya senang, meskipun suamiku tak berpihak kepadaku. Aku masih memiliki orang-orang yang mendukungku.

Mataku tertuju ke tubuh Niken yang menggenggam tangan Mas Pras, pasti dia berharap mendapat bantuan.

"Kalau memang Mbak Niken bisa mengurus keluarga, tidak mungkin Mas Pras menikah lagi," jawab Hani menusuk hatiku.

Sebelumnya aku tidak terpikir sampai di situ, aku hanya menyalahkan Mas Pras dan Hani. Tanpa intropeksi diri.

"Kalau sampai seorang suami mencari perempuan lain, pasti tidak puas dengan istrinya," imbuhnya mulai di atas awan karena aku dan kedua mertuaku terdiam.

"Buk, dia itu memperlakukan Mas Pras tidak baik. Tidak mau melayaninya, tidak bisa menjaga diri sebagai perempuan," cerocosnya mulai menunjukan keberaniannya.

"Aku juga seorang wanita karir buk, bukan seperti Mbak Niken yang bisanya meminta uang dan menghabiskannya," katanya tanpa ada pembelaan dari Mas Pras.

"Benar, aku hanya ibu rumah tangga yang tidak bisa mengurus diri. Memang pantas kalian bersama, serasi," kataku sembari meninggalkan ruang tamu.

Aku merasa kalah kali ini, aku lupa intropeksi diri sehingga Mas Pras memutuskan untuk menikah lagi dengan orang lain.

Malam ini aku baru tahu alasan Ela mengajakku untuk pergi gym.

"Niken," panggil Mas Pras yang sudah berada di kamar.

Aku mengusap air mataku, "Ada apa?"

"Kamu jangan dengarkan omongan Hani, bukan itu alasan aku menikah lagi," katanya sembari berjalan mendekatiku.

Aku menatap wajah Mas Pras lekat, "Lalu apa alasannya?"

Mas Pras tampak kelimpungan dengan pertanyaanku. Pertanyaan simpel itu pun membuat dia terpaku.

Sehingga aku dengan mudah menyimpulkan kalau ucapan Hani memang benar adanya.

"Seistimewa apa Hani? Sampai mengalahkan cinta kasihmu terhadap Sanjaya?" aku mencerca pertanyaan kembali.

Mas Pras bungkam seribu bahasa, padahal aku ingin tahu alasan sebenarnya dia menduakan aku.

"Maaf," katanya sembari memeluk erat tubuhku.

"Lepaskan aku, Mas," aku berusaha melepaskan tangan Mas Pras.

"Sayang, aku tidak tahu kenapa semua ini terjadi? Aku mencintai Hani, dan tak bisa berpisah dengannya," katanya dengan suara yang sengau.

Mungkin Mas Pras merasa bersalah denganku, atau ini adalah pengakuannya agar aku mau memaklumi tindakannya.

"Aku menikah juga atas izinmu kan? Jadi, tolong berhenti bersikap seperti ini. Mari hidup berdamai." Mas Pras membalikan tubuhku lalu bertekuk lutut di hadapanku.

"Kamu benar Mas, aku memang memberikan izin atas pernikahanmu. Tapi, kau juga mengancanku bukan?" kataku sembari berdiri menjauh dari Mas Pras.

"Kalau bukan karena Sanjaya, detik itu aku juga ingin kau ceraikan," kataku dengan bergetar.

Aku semakin muak, ucapan manis dan lembut sari Mas Pras selalu saja berujung menyalahkanku.

"Niken, aku akan mengembalikan uang bulananmu. Asal kamu mau melayaniku seperti dulu," bujuk Mas Pras.

Aku membalikan badan, "Bagaiamana kalau kita cerai saja?" pintaku.

Aku pikir keputusanku kemarin bertahan itu salah, menjadi single parent aku pikir tidak semenakutkan bayanganku. Jika, aku bisa mencari uang sendiri.

"Kamu ngomong apa sih, aku tidak mau bercerai dengamu." Mas Pras berjalan mendekatiku, memegang kedua tanganku erat.

"Apa yang kamu pertahankan? Bukan kah ini yang kamu mau?" ujarku terus menyudutkan Mas Pras.

"Kita jual dan bagi dua hasilnya, aku ikut andil dalam pembangunan dan isinya," imbuhku lagi.

"Tidak, aku tidak mau menceraikanmu. Aku sayang sama kamu," katanya memelukku erat. Ucapan sayang dari mulut Mas Pras sudah tidak ada efeknya di hatiku.

Seperti angin lalu, rasanya hambar. Tidak seperti dua tahun lalu saat dia masih menjadi orang yang aku sayang.

"Mas, ayo kita tidur," ajak Hani dari ambang pintu.

Mas Pras melepas pelukannya melihat wajah maduku yang merengut.

"Malam ini jatahku sama Niken," katanya. Seolah dia mau berlaku adil. Padahal perjanjian awal mau seminggu-seminggu.

"Mas, kamu sudah sering tidur sama Mbak Niken. Apa tidak bosan?" katanya dengan enteng. Ingin sekali aku menyumpal mulutnya dengan cabai.

"Pergilah," kataku dengan legowo atau justru aku yang sudah tidak peduli.

Rasanya Mas Pras tidak tidur di sampingku juga tidak masalah, aku merasa biasa saja.

"Jangan lupa tutup pintunya," kataku sembari naik ke ranjang menyelimuti tubuhku.

"Aku akan ke sini lagi setelah Hani tidur," katanya ingin mengecup keningku. Tapi dengan cepat aku menghindar.

"Tidak perlu, tidur saja kau dengan istri mudamu," ketusku.

...----------------...

"Mbak, kalau aku jadi kamu lebih baik minta cerai," kata Hani dengan senyuman manis tapi membuatku ingin menimpuk dengan piring dihadapanku.

"Coba saja kau bujuk Mas Pras, katakan ceraikan aku," pintaku. Jika dia berhasil membujuk Mas Pras, aku akan senang hati.

"Kau menantangku?" tajamnya. Ucapanku cukup membuatnya meradang.

Aku tersenyum, "Kau tahu tidak, kalau Mas Pras itu lebih sayang sama aku?"

"Tidak mungkin, kalau memang Mas Pras sayang sama kamu. Dia tidak akan menikahiku," katanya dengan menyeringai.

"Mungkin khilaf, pernikahanku dulu digelar sangat meriah semua orang tahu. Aku dikenalkan di kantornya," aku memanas-manasi Hani.

"Ditambah lagi, setelah menikah kita bulan madu ke labuan bajo. Sedangkan kamu?" ujarku sambil tertawa mengejek.

Pernikahan Hani dengan Mas Pras hanya di KUA, dan itupun hanya keluarga inti yang datang. Mungkin juga Mas Pras belum memperkenalkan Hani kepada teman-temannya.

"Kau itu tidak lebih dari sekedar ani-ani, simpanan ya meskipun sekarang naik level jadi istri," kataku gembira bisa mencemooh maduku dengan puas.

"Jaga mulutmu Mbak, atau aku akan mengusirmu dengan anakmu itu keluar dari sini," gertak Hani.

"Coba saja kalau bisa, atau aku akan membantumu mengenalkan dengan teman-teman Mas Pras?" tawarku. Aku lumayan kenal semua teman kerja Mas Pras. Begitu juga sebaliknya, dulu mereka sering datang ke rumah.

"Soalnya Mas Pras tidak akan mungkin mau mengenalkanmu," ujarku langsung beranjak meninggalkannya.

Aku sengaja memanas-manasi Hani, dia pasti akan meminta yang dulu aku dapatkan. Terutama dikenalkan dengan teman-teman kantornya.

"Mas, aku tidak mau tahu. Pokoknya kenalkan aku dengan teman-teman kantormu!" seru Hani dalam telepon.

Dia benar-benar sudah terbakar sampai langsung menelepon Mas Pras.

Aku yakin, nanti malam akan ada perdebatan hebat antara keduanya. Dan aku akan menjadi penikmatnya.

Aku melihat layar ponselku saat berdering, membacanya pun aku langsung langsung tersenyum lebar.

Aku menempelkan benda pipih di telinga kiriku, "Halo, kapan kita bisa bertemu?"

Terpopuler

Comments

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

Jujurlh ku ckp novel ni buat org emosi bererti Author success buat novel.. Walau kayak sinetron.. 😁

2024-12-23

1

Ikbal Syaputra Rafky

Ikbal Syaputra Rafky

visual nya mana thor.. penasaran banget

2024-10-21

0

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️

haduhhhh manja bgtu su haniii... jijayy

2024-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!