"Pasangan serasi," kataku sembari memotret suamiku yang tidur berpelukan dengan Hani.
Aku pergi ke dapur untuk memasak, beberapa hari ke depan mungkin aku sudah tidak akan sibuk seperti ini.
Aku menaruh wajan keras mungkin lebih tepatnya membanting. Aku mengintip ke arah ruang tamu. Tampak Mas Pras dan Hani kaget.
"Mas, sepertinya istrimu itu sengaja!" rengeknya sembari mengucek kedua matanya.
Aku pura-pura fokus memotong sayur yang akan aku masak.
"Maksud kamu apa banting-banting wajan, bikin kaget tahu. Kasihan Hani," bentak Mas Pras.
"Mas, gosok gigi dulu. Bau,ih," kataku dengan lembut.
"Mas, dia itu tidak suka denganku," ujarnya sembari gelayutan di lengan Mas Pras.
"Udah tahu tidak suka, masih saja di sini. Kan cari penyakit," kataku dengan memotong wortel dengan keras.
"Tuh kan, Mas," tunjuknya sambil berdiri di belakang Mas Pras.
"Sudah sayang, jangan dengarkan. Sekarang mandi, nanti dandan yang cantik," katanya sembari mencubit pipinya. "Kita pergi ke KUA," imbuhnya sembari mendorong tubuh Hani meninggalkan dapur.
Aku mendengkus kasar, Mas Pras sengaja membuatku meradang. Tapi, aku tidak bisa emosi sekarang.
Setelah sayur sop yang kubuat matang, aku pergi mengunjungi rumah mertuaku. Aku menaruh mangkuk, lalu membuatkan teh hangat untuk kedua mertuaku.
"Buk, mungkin ini hari terakhir aku mengantar makanan dan bebersih rumah," kataku sembari menaruh nampan di meja.
"Kenapa?" tanya Rahayu ibu mertuaku sembari melipat koran yang sedang dibacanya.
"Sebentar lagi, ibu punya menantu baru," ujarku dengan menaruh cangkir.
"Oh, jadi mereka menikah?" tanya bapak mertuaku dengan santai.
"Jadi, ibu sama bapak sudah tahu?" tanyaku sembari menarik nampan dari meja.
"Kami memang sudah tahu, lagian apa masalahnya jika Pras menikah lagi?" tanya ibu mertuaku mengambil cangkir teh.
Hatiku rasanya semakin hancur, bisa-bisanya ibu mertuaku menanyakan masalah dengan perbuatan anaknya. Aku pikir, mereka akan kaget dengan pemberitahuanku ini. Ternyata aku salah.
Melihat respon dari mereka aku rasa meraka sudah tahu lebih dulu. Mungkin saja sudah diperkenalkan tapi belum resmi.
"Pak, bapak tidak mau menikah lagi?" tanyaku dengan seulas senyum dibibirku. "Aku punya teman, Janda sudah lima tahun. Dia cantik," imbuhku yang membuat ibu mertuaku meradang sampai membanting koran di meja.
"Maksud kamu apa suruh bapak menikah lagi?!" katanya dengan kedua mata melotot.
"Memang masalahnya apa buk kalau bapak menikah lagi?" tanyaku dengan sengaja membalikan perkataannya yang sangat ringan tadi.
Ibu mertuaku terpaku, sepertinya dia sadar jika ucapannya menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
"Ada apa?" tanya Mas Pras melihat wajah ibunya masam. "Niken, kau buat masalah, ya?" tuduh Mas Pras.
Aku masih dia memeluk nampan, aku ingin melihat pertunjukan yang akan terjadi.
"Mas, memangnya seperti ini ya perlakuan Mbak Niken sama keluargamu?" ucapnya sembari duduk di samping ibu.
Aku yakin, semua ini dia lakukan untuk mendapatkan simpati dari kedua mertuaku.
"Buk, kenalkan ini Hani," kata Pras memperkenalkan calon istrinya itu.
Ibu mertuaku melirik ke arah Hani, yang sejak tadi memasang bibir senyumnya.
"Hani, Buk," katanya sambil mencium punggung tangan ibu mertuaku.
Aku melihat Hani yang berlaku sangat sopan, memberikan energi positif setelah aku membut keributan sebelum kedarangan mereka berdua.
"Manis sekali, pantas Pras kepincut," celetuk ibu mertuaku.
"Buk, Pak, aku sudah mempersiapkan semua persyaratan pernikahan. Kami akan segera pergi ke KUA," katanya meminta izin dari kedua orang tuanya.
Aku diam, pura-pura kuat melihat tekad suamiku. Aku menghayalkan, menyaksikan pernikahannya laku ku bakar semua yang ada. Pasti seru.
"Bapak tidak sekalian?" sarkasku yang membuat Mas Pras menatapku heran.
"Kenapa memandangiku seperti itu, Mas?" imbuhku ketika pandangannya tidak segera beralih. Sorot matanya mengatakan jika dia membutuhkan penjelasan dari lontaran kalimatku.
"Kenapa kamu ngomong seperti itu sama bapak?" ujarnya masih bertanya-tanya dengan maksud ucapanku.
"Ya siapa tahu bapak mau menikah lagi, soalnya kan kata ibu nggak ada masalah," ujarnya sembari beranjak keluar dari ruang tamu.
...----------------...
"Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Mas Pras," katanya dengan menunjukan cincin dan buku nikah mereka.
Aku tak bergeming, aku sibuk mengajak Sanjaya bercanda.
"Niken, selama seminggu ke depan aku akan tidur dengan Hani," ucapnya sembari duduk di sofa sembari melepas peci yang dipakainya.
Disusul dengan Hani yang masih memakai kebaya warna putih dengan mahkota siger.
Aku tidak tahu sejak kapan mereka menyiapkan semua ini, sampai-sampai langsung menikah pagi itu juga setelah mendapatkan restu dariku dan kedua orang tuanya.
Aku juga tidak tahu, mereka resepsi di mana sampai menjelang isyak baru pulang ke rumah.
"Kita akan tidur di mana Mas?" tanya Hani dengan memeluk manja Mas Pras. "Di kamarmu gimana?" tanya Hani dengan senyum ke arahku.
Aku tahu dia sedang mempermainkanku, dia mulai ngelunjak ketika sudah resmi menjadi istri ke dua.
"Niken ...," kata Mas Pras terdengar menggantung.
Aku mengangkat kepalaku, "Mas, sebenarnya aku sudah merapikan kamar sebelah. Seperti waktu kita menikah dulu," ujarku dengan menggendong Sanjaya yang mulai merengek.
"Kamar yang wangi dipenuhi dengan bunga," ucapku ku hentikan. Aku mengingat malam itu kami sangat bahagia. Melepaskan masa lajang dengan ikatan cinta.
"Kamu tidak mau tidur di sana?" kataku pura-pura menginginkan tempat itu.
Aku tahu, Hani pasti tidak ingin kalah denganku duku saat menikmati malam pertama dengan Mas Pras.
"Ok, aku akan tidur di kamar itu sama Sanjaya," kataku sembari berjalan mendekati kamar.
Aku lumayan ketar-ketir karena prediksiku salah, Hani tidak tergoda dengan kamar yang sudah aku sediakan.
"Tunggu, aku mau tidur di kamar itu!" teriaknya ketika aku hendak membuka pintu.
Aku menghela napas, lalu memutar tubuhku, "Yakin kamu tidak mau tidur di kamarku sama Mas Pras?" tanyaku membuat dia bingung.
"Yakin," jawabnya sembari menggandeng Mas Pras. "Atau kamu mau mengungsi dulu ke rumah ibu? Takutnya kamu tidak bisa tidur karena terganggu," ejeknya.
Aku tersenyum, "Aku akan tidur sangat nyenyak malam ini. Selamat menikamati," ujarku segera masuk ke kamar.
"Satu, dua, tiga ...," hitungku lalu tertawa saat mendengar jeritan dari Hani.
Aku puas sekali malam ini, aku memang menyiapkan bunga di kamar yang akan di tiduri oleh Mas Pras dan Hani.
Pasti Hani dan Mas Pras pikir taburan bunga mawar yang sangat banyak. Sehingga membuat kamar bernuansa romantis.
Nyatanya bunga yang kutabur adalah bunga macan kerah. Bunga yang biasanya digunakan sebagian orang mandi untuk menghilangkan sawan.
Aku tidak menghiraukan teriakan dan umpatan sari Hani dan Mas Pras. Aku memeluk batal guling, bibirku tak bisa berhenti tertawa sampai pipiku pegal.
"Besok apa lagi ya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Hatinya Niken begitu tegar,wlu skt tetap dijalani,,,,yng sabar y 😔
2024-12-21
0
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
nda palh aku lanjut baca dulu
2024-12-23
0
meMyra
hahahaha rasain tu😂😂
2024-10-26
0