Bab18

Keesokan harinya

Setelah pulih hari ini Selly diperbolehkan pulang. Bayu tidak menjemput dan tidak menghubungi Selly sama sekali setelah memutus hubungan. Bagi Selly tidak masalah.

Akhirnya wanita itu pulang sendiri. Sesampainya di rumah Ferry papa Selly memberondong putrinya dengan berbagai pertanyaan.

"Selly." panggil Ferry.

"Kenapa pa?"

"Darimana kamu?" Selly malas menjawab. Dia kembali melangkahkan kaki menuju tangga.

"Selly." teriak Ferry.

"Berisik." desis Selly membuat Ferry naik pitam.

Lelaki paruh baya itu bangkit dari duduk dengan sedikit sempoyongan sebab subuh tadi baru pulang dari club malam.

"Mabuk lagi." Selly geram dengan papanya. Yang pria itu lakukan hanya menghabiskan uang. Untung bukan uang dia yang dipakai. Melainkan milik Jira.

"Darimana kamu?" Ferry mencekal lengan Selly. Menatap putrinya dengan tajam. Namun Selly sama sekali tidak merasa takut.

"Lepas." Selly menghempas tangan papanya dengan kasar. Membuat lelaki paruh baya itu terhuyung kebelakang. Beruntung keseimbangan papa Selly masih terjaga sehingga dia tidak tersungkur ke lantai yang keras dan dingin.

"Darimana Selly itu bukan urusan papa."

"Papa butuh uang Selly. Si Jira sudah tidak mau membagi hasil restoran lagi. Anak itu sekarang benar-benar susah diatur. Dan asisten dia yang di restoran juga menyebalkan. Dia sama sekali tidak takut dengan papa."

"Uang, uang, uang. Di hidup papa hanya ada uang." Selly membuang nafasnya dengan kasar kemudian melanjutkan kembali ucapannya. "Jika mau uang papa cari. Gunakan berbagai cara untuk mendapatkannya. Sampai papa memiliki banyak uang. Jangan cuma bisa mabuk saja tiap hari. Menyusahkan orang saja."

"Maksudmu?"

Lagi-lagi Selly membuang nafasnya dengan kasar. Dia mendekat ke arah Ferry. Mulutnya tepat berada di samping telinga papanya. Membisikkan sesuatu agar si tua itu mengerti.

"Rebut restoran itu bagaimana pun caranya. Kalau perlu bunuh pemiliknya."

*

Hari ini Jira ijin tidak masuk kerja. Dia akan berkunjung ke tempat sahabat lamanya. Yang sekarang dia percaya untuk mengelola restoran milik ibunya.

Dengan berkendara seorang diri Jira menempuh perjalanan kurang lebih satu jam untuk sampai di restoran.

Tiba di sana Jira disapa oleh para karyawan yang sudah mengenal dirinya.

"Dimana Sinta?" tanya Jira pada salah satu karyawannya.

"Bu Sinta ada di ruangannya. Ibu bisa langsung kesana untuk menemui beliau."

Jira pun langsung melangkah menuju ruangan Sinta yang terletak disamping ruangan dirinya. Tanpa mengetuk pintu lebih dulu Jira nyelonong masuk begitu saja.

Hingga akhirnya dia melihat Sinta sedang berciuman dengan seorang lelaki. Dia tidak melihat siapa lelaki itu. Sebab tubuhnya membelakangi Jira.

Mendengar suara pintu terbuka membuat aktifitas itu terhenti. Marah. Tentu Sinta ingin memaki siapa orang yang sudah berani membuka ruangannya tanpa ijin.

"Apa kau tidak bisa mengetuk pintu sebelum ma....suk." Sinta memelankan suaranya yang tadi bernada tinggi menjadi rendah saat melihat siapa orang yang sudah berani membuka pintu ruangannya.

"Jira."

"Apa aku mengganggumu? Ah aku rasa iya." Jira berbalik ingin pergi ke ruangannya terlebih dahulu.

"Tidak usah berpura-pura. Cepat kemari." Jira kembali berbalik menampilkan deretan giginya yang putih.

"Aku tidak perlu mengenalkan dia kan. Secara kalian sudah saling kenal." ucap Sinta dengan santai. Walau terpergok oleh Jira tidak lantas membuat Sinta merasa bersalah.

Jira membawa pandangan matanya kepada sosok lelaki yang baru saja berbalik menampakkan wajahnya menatap Jira.

"Astaga, kalian sejak kapan?" tanya Jira.

Jira merasa terkejut saat melihat siapa lelaki itu. Sinta acuh, tidak berniat untuk menjawab Jira. Lelaki itu adalah Rico. Teman mereka saat di bangku sekolah.

"Hey, orang tanya itu dijawab." kesal Jira. Sinta hanya mengangkat kedua bahunya.

Lelaki itu menggeleng melihat tingkah sang kekasih yang membuat Jira kesal.

"Sejak SMA Jira." jawab lelaki itu.

"What???" Jira menatap mereka secara bergantian. Seolah tidak mempercayai ucapan lelaki itu.

"Parah kalian. Bisa-bisanya menyembunyikan ini dariku selama bertahun-tahun."

"Kita bahas itu nanti. Yang terpenting sekarang adalah papamu." ucap Sinta dengan nada serius.

"Kenapa dengan pria tua itu?"

"Kau tahu dia terus saja meminta uang akhir-akhir ini. Entah buat apa. Dan kemarin aku tidak lagi memberi papamu uang sebab bulan ini dia sudah menghabiskan jatah bulanan dia."

"Setelah Rico selidiki, papamu punya utang dengan salah seorang rentenir karena dia kalah berjudi." sambung Sinta.

"Sudah kuduga. Lelaki tua itu tidak pernah berubah. Bagus kalau dia tidak meminta uang lagi kesini."

"Aku rasa dia akan kembali lagi. Mengingat hanya restoran ini sumber pendapatan papamu itu."

"Lalu apa yang harus aku lakukan."

"Aku sarankan lebih baik kau berhati-hati. Karena dalam keadaan terdesak seseorang bisa berbuat apa saja." ucap Rico yang disetujui oleh Sinta dan Jira.

Kemudian mereka membahas banyak hal. Termasuk tingkah Selly yang membuat mereka semakin geram. Ini jelas bukan kali pertama mendengar Selly seperti itu. Sinta maupun Rico sangat tahu hal itu.

"Aku rasa dia perempuan sakit." rasanya Sinta ingin menjambak rambut Selly. Dan mencakar-cakar muka wanita itu hingga berdarah-darah sampai puas.

"Mungkin." jawab Jira.

"Lalu, bagaimana dengan Bayu sekarang?"

"Kami akan segera bercerai."

"Lalu apa mereka akan menikah?"

"Aku rasa tidak." jawab Rico.

"Tepat." Jira setuju dengan pendapat Rico. Mana mungkin Selly berhenti saat ada lelaki lain yang kembali mendekati dirinya.

Curiga

Ya Sinta mulai curiga dengan sahabatnya. Dia bukan setahun atau dua tahun mengenal Jira. Melainkan sudah sejak kecil.Jadi Sinta tahu jika Jira sedang menyembunyikan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Jira saat Sinta secara intens menatapnya dengan penuh curiga.

"Cepat cerita." perintah Sinta.

"Cerita apa?" Jira mengalihkan pandangan saat Sinta berusaha mencari kebohongan dalam matanya.

"Siapa target berikutnya?"

"Target?" ulang Rico.

Itu artinya Bayu tidak lagi menjadi incaran Selly. Dan Jira pasti sedang dekat dengan lelaki lain. Rico membawa pandangan matanya ke arah Jira. Menunggu wanita itu untuk kembali bercerita.

Jira meraup oksigen sebanyak-banyaknya kemudian membuang karbondioksida melalui mulutnya. Seolah sedang menenangkan hatinya yang sedang kacau.

Dia bingung. Ya sangat bingung. Di satu sisi dia sangat bahagia ada lelaki lain yang menginginkan dirinya. Tapi disisi lain wanita itu pasti akan melakukan sesuatu untuk menghancurkan apa yang dia miliki. Seolah tidak ada rasa puas dengan kejadian yang sudah dia lakukan sebelum sebelumnya.

"Lelaki itu Angkasa."

***

Di tempat lain seorang wanita di dalam kamar sedang menerima telepon dari seseorang. Dia berdiri di dekat jendela menghadap ke arah luar. Mendengarkan seseorang yang sedang memberinya sebuah informasi penting. Setelah beberapa menit berbicara panggilan pun terputus.

Setelah itu masuk sebuah notifikasi yang berisi beberapa gambar. Wanita itu tersenyum menatap gambar seorang wanita cantik di dalamnya.

"Luna Luana aku akan membuat wajahmu hidup kembali."

Wanita itu tertawa terbahak-bahak setelah mengatakan itu. Meremas ponsel miliknya dengan kuat. Memancarkan kebencian yang berkilat-kilat di matanya yang penuh kebencian.

"Jira aku akan merebut kembali lelakimu. Apapun caranya tidak akan kubiarkan kau bahagia. Tidak akan pernah!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!