Setelah berbagi peluh dan keringat, Bayu dan Selly tidur saling memeluk. Di atas ranjang dengan tubuh yang masih sama-sama polos. Hanya tertutup oleh selimut tebal sebatas dada.
Nafas mereka mulai teratur setelah beberapa menit yang lalu keduanya mendapat pelepasan yang begitu memuaskan. Selly tidak pernah gagal dalam memanjakan milik Bayu. Dia seolah sudah ahli dalam hubungan intim seperti ini.
Bayu pun sangat menyukainya meskipun saat Selly bersama dengan dirinya wanita itu sudah tidak perawan. Hal itu terbukti saat mereka melakukan untuk pertama kali tidak ada noda darah yang Bayu dapati di atas sprei putih yang membungkus kasur waktu itu. Dan Bayu dengan mudah menerobos milik Selly tanpa ada penghalang apa pun.
"Sayang."
Bayu hanya diam dengan kedua mata yang terpejam. Tenaganya habis. Selly selalu menang jika itu urusan ranjang.
"Sayang." Selly memanggil ulang Bayu dengan lembut. Jari telunjuknya pun menari-nari di atas dada Bayu yang masih basah oleh keringat.
"Ada apa Selly? Aku masih lelah satu jam lagi baru kita ronde ketiga."
"Ish, bukan itu."
Bayu membuka mata. Memiringkan tubuhnya menghadap Selly. Pun Selly yang tidur miring sambil menatap mata Bayu dengan lekat.
"Aku ingin kita menikah segera. Perutku semakin hari akan semakin membesar. Dan aku tidak ingin orang tahu kalau aku hamil di luar nikah."
Sebenarnya Bayu malas membahas soal ini. Namun wanita selalu saja ingin kepastian. Sedangkan dia tidak ingin kehilangan Jira. Semenjak Jira tidak lagi menjadi istri yang penurut membuat Bayu merasa penasaran.
Gadis yang dia abaikan selama setahun ini ternyata sangat cantik. Istri yang selama ini tidak terlihat olehnya ternyata begitu mempesona.
Sialnya kenapa dia baru menyadari hal ini. Setelah Jira tahu hubungannya dengan Selly.
Kenapa tidak dari dulu dia menyentuh istrinya itu. Pasti sempit karena masih perawan tidak seperti Selly yang sudah longgar.
"Bersabarlah, setelah urusanku selesai dengan Jira aku pasti akan menikahi mu."
***
"Kak."
Jira dan Angkasa kini berada di dalam mobil menuju sebuah apartemen milik lelaki yang masih menjadi kakak iparnya. Setelah mengutarakan keinginannya untuk menikahi Jira, Angkasa memutuskan akan membantu Jira dalam mengurus perceraiannya dengan Bayu.
"Boleh bertanya?"
"Tanyakan apa yang ingin kau tanya Jira?"
"Kenapa kakak ingin menikahi ku?" pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di hati Jira akhirnya terucap juga. Dia ingin mendengar jawaban dari lelaki yang kini sedang fokus mengendarai mobil yang akan membawa mereka pulang.
Angkasa sama sekali tidak menoleh ke arah Jira. Lelaki itu tetap memegang kemudi dengan tenang.
"Kurasa aku tertarik padamu."
"Hanya itu?" rasanya Jira tidak puas dengan jawaban yang Angkasa berikan.
Jira tidak ingin menikah dengan laki-laki yang tidak mencintai dirinya seperti Bayu. Dia tidak ingin mengulang pernikahan yang tidak bahagia seperti saat dirinya menikah dengan Bayu. Melihat suami selingkuh rasanya begitu sakit. Jantung dan hati terasa diremas-remas secara bersamaan. Sakit yang tidak berdarah namun terasa mencekik.
"Karena tanggung jawab."
"Tanggung jawab." Jira mengulang kalimat terakhir yang Angkasa ucapkan.
"Iya karena bisa saja saat ini sudah ada Angkasa junior ataupun Jira junior yang tumbuh di rahimmu. Kau tidak lupa kan kita melakukan itu tanpa pengaman dan lebih dari sekali."
Jira bersandar di kursi. Pandangan matanya beralih dari wajah Angkasa ke jalanan yang masih terlihat ramai meskipun sudah tengah malam.
Dia tersenyum getir. Tidak tahu harus berkata apa. Sejujurnya dia ingin menikah dengan orang yang mencintai dirinya. Karena cinta adalah pondasi yang kuat dalam sebuah rumah tangga. Bukan hanya tanggung jawab belaka.
Jira memegangi perut sambil berpikir dengan keras mengingat kapan terakhir kali dia menstruasi. Sepertinya belum terlambat. Masih tiga hari lagi tamu bulanan itu akan datang. Dan dia berharap tamu itu datang seperti biasa.
Di sisa perjalanan Jira hanya diam sambil memejamkan mata. Namun dia tidak tidur. Dia mendadak malas berbicara dengan Angkasa. Jira pikir Angkasa mengajak dia menikah karena cinta ternyata pikiran dia salah. Itu Angkasa lakukan hanya karena tanggung jawab dan Jira kecewa karena itu.
"Dimana kamarku kak?" tanya Jira begitu sampai di unit milik Angkasa.
"Kau mau langsung istirahat." Jira mengangguk. Rasa kantuk sudah mulai menyerang dan dia ingin segera tidur.
"Di lantai atas kamar yang dekat dengan tangga."
Tanpa menjawab Jira melangkah pergi meninggalkan Angkasa. Jira masuk ke kamar yang di tunjukkan oleh Angkasa. Dia langsung merebahkan tubuhnya. Namun sebelum itu dia melepas baju yang dia pakai dan menyisakan pakaian dalam yang melekat di tubuhnya.
Masuk ke dalam selimut dan tidak lupa menyalakan AC di kamar tersebut.
Setelah kepergian Jira ,Angkasa pergi ke dapur mengambil sebotol kaleng minuman dingin yang bersoda. Kemudian meminumnya hingga habis dan membuang kaleng bekas ke tempat sampah.
Angkasa menarik kursi duduk di meja dapur. Mengambil ponsel dan mendial sebuah nomor. Menunggu beberapa saat hingga panggilan tersambung dengan seseorang.
"Aku ingin kau membantuku mengurus sebuah perceraian."
"Kapan kau menikah?" tanya orang di seberang telepon.
"Bukan aku tapi orang lain."
"Siapa?"
"Bayu."
Diam. Tidak ada jawaban dari pengacara yang dihubungi oleh Angkasa.
"Kenapa kau repot-repot mengurus perceraian Bayu?"
"Besok aku tunggu kau di kantor jam sebelas siang."
"Hei, aku belum bilang iya. Main atur jadwal aja." kesal Jessica teman kuliah Angkasa yang kini menjadi pengacara hebat.
"Aku tunggu besok." Angkasa memutus sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Jessica.
"Dasar arogan pantas sampai sekarang belum nikah. Mana ada yang mau sama dia kecuali Luna. Eh, apa jangan-jangan dia belum move on ya dari Luna?"
Angkasa beranjak dari tempat duduk melangkah menuju tangga. Menaikinya dengan langkah cepat. Sesampainya di depan kamar Jira langkah kaki Angkasa berhenti. Dia membuka handel pintu yang ternyata tidak terkunci.
Dengan perlahan Angkasa masuk ke dalam. Dia melihat baju yang sebelumnya dipakai Jira tergeletak di lantai. Tiba-tiba lelaki itu tersenyum.
Satu per satu kancing kemeja dia buka. Dan dia lempar ke sembarang arah. Kemudian membuka Ikat pinggang yang membelit celana jeans yang dia pakai. Dan melepaskannya di atas lantai.
Angkasa menyibak selimut.
"Sial, melihat saja membuatku bangun."
Dengan perlahan Angkasa naik ke atas ranjang yang sama dengan Jira. Lelaki itu menarik tubuh Jira untuk mendekat.
"Sepertinya tubuhmu membuatku candu. Hanya dengan melihatmu seperti ini saja sudah membangkitkan milikku." gumam Angkasa pelan.
Tanpa menunggu lama Angkasa membenamkan bibirnya. Tidak cukup dengan ciuman tangan Angkasa mulai bergerak mencari sesuatu yang enak.
Dan dapat.
Dengan lembut Angkasa bermain disana. Membuat yang punya membuka mata dan terbelalak.
"Kak."
Sebelum Jira berbicara Angkasa lebih dulu membungkam mulut Jira dengan bibirnya. Mereka berciuman hingga penyatuan kembali berlangsung cukup lama dan menguras tenaga. Tidak hanya sekali karena bagi Angkasa sekali saja tidak cukup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments