"Kau seharusnya tidak berkata seperti itu kepada Jira." Bayu merasa kesal dengan tindakan Selly yang dia nilai bisa merusak semua rencananya.
"Kenapa? Apa kau tidak ingin bercerai dari dia. Kau ingin meninggalkan ku demi dia sekarang. Setelah apa yang kita lakukan dan kini membuahkan hasil di rahimku sekarang kau ingin membuang ku." Selly begitu menggebu-gebu dalam mengucapkan setiap kalimatnya. Dia merasa Bayu akan meninggalkan dirinya. Karena itu dia harus segera mengamankan posisi dirinya. Dengan membuat Bayu dan Jira segera berpisah.
"Sudah kukatakan berapa kali Selly. Aku memiliki maksud tertentu kenapa aku menikah dengan Jira. Dan kau tahu itu. Tetapi kenapa sekarang kau tidak bisa bersabar sedikit. Semua bisa kacau karena ulahmu tadi." Bayu tidak bisa meredam amarahnya kali ini.
Selly merasa tersentak dengan ucapan Bayu. Baru kali ini selama menjalani hubungan Bayu berkata dengan nada tinggi. Dia sedih dan langsung menangis. Mungkin karena hormon kehamilan yang membuatnya lebih sensitif.
Bayu membuang nafas kasar. Merasa bersalah karena sudah terlalu emosi. Dia pun memeluk Selly memberi rasa nyaman disana.
"Maaf." lirih Selly.
"Sudahlah, besok aku akan membujuk Jira untuk menandatangani surat itu."
Selly mendongak menatap Bayu." Bagaimana kalau Jira menolak?"
"Aku akan memaksanya." Selly merasa lega Bayu tidak lagi marah. Diapun berjinjit dan menempelkan bibirnya tepat di bibir Bayu. Hal itu terjadi cukup lama hingga suara mama Bayu membuat mereka tersadar.
"Jika ingin berlanjut pindah ke kamar."
Dan tanpa rasa malu keduanya pun pindah ke kamar yang dulu ditempati oleh Bayu. Tanpa mereka sadari tuan Wardana sedari tadi memperhatikan apa yang mereka bicarakan dan mereka lakukan.
"Anak dan ibu kelakuan sama saja."
***
Angkasa mengendarai mobil miliknya dengan kecepatan tinggi. Membuat Jira merasa takut. Rasanya jantungnya seperti akan lepas saat Angkasa menyalip sebuah truk besar ataupun hampir menabrak sepeda motor yang lewat.
"Kak, tolong kurangi kecepatan. Aku takut dan aku masih ingin hidup. Aku belum pergi ke Swiss jadi aku belum ingin mati."
Angkasa menoleh ke arah Jira. Dan laju kendaraan pun mulai berkurang. Angkasa lupa jika di dalam mobil bukan hanya dirinya saja.
"Maaf."
"Oke dimaafkan." Jira akhirnya merasa lega dia pun bersandar di sandaran kursi dengan tenang tidak seperti tadi yang terasa tegang. Seakan menguji Adrenalinnya.
Jira menatap jalanan yang dia lewati. Itu bukan jalanan perkotaan melainkan jalanan yang menuju komplek perumahan.
"Apa kita akan menemui tuan Wilson di rumahnya?" tanya Jira karena biasanya pertemuan akan diadakan di restoran,klub malam atau mungkin hotel.
"Tidak ,itu hanya alasan agar kau tidak pulang bersama Bayu. Dan kau sepertinya tidak keberatan."
"Jadi tadi itu bohong." Angkasa pun mengangguk dan membelokkan mobilnya ke sebuah halaman rumah.
Disana lampu terlihat gelap mungkin yang punya rumah sudah tertidur. Mengingat Angkasa datang pukul sebelas malam.
"Ini rumah siapa Kak?" tanya Jira begitu turun dari mobil.
"Rumahku."
"Hah." Jira tidak menyangka jika Angkasa akan membawa dirinya pulang ke rumahnya. Bukankah ini sudah larut malam. Dia takut jika mereka nanti digerebek warga sekitar. Karena bertamu larut malam.
"Jira, ayo masuk." namun Jira enggan masuk. Jika di hotel mungkin dia akan masuk karena merasa aman. Tapi jika di perumahan seperti ini rasanya dia takut. Jika tertangkap warga bisa malu seumur hidup dia.
Angkasa yang tidak mendapat respon sedari tadi dengan langkah cepat menghampiri Jira. Kemudian menggendong Jira seperti mengangkat satu karung beras di pundaknya.
"Kak, apa yang kau lakukan. Turunkan aku." Jira merasa kaget saat tubuhnya melayang.
"Kenapa bengong,hm." tanya Angkasa begitu menurunkan Jira.
"Aku..Aku hanya takut."
Angkasa menautkan kedua alisnya."Takut?" ulang Angkasa. Jira pun mengangguk.
"Takut kenapa? Gelap? Aku bisa menyalakan lampunya." pikir Angkasa yang mengira jika Jira takut dengan kegelapan.
"Ish, bukan takut itu."
Angkasa semakin bingung. Sebenarnya apa yang ditakuti wanita di hadapannya itu.
"Lalu..."
Jira melambaikan tangan meminta Angkasa untuk mendekat dan menunduk agar dia dapat berbisik di dekat daun telinga Angkasa.
"Aku takut digerebek warga kak."
Seketika tawa Angkasa meledak saat mendengar bisikan Jira yang dia rasa sangat konyol. Apa yang ada dalam pikiran wanitanya itu.
Angkasa menyentil kening Jira dengan lembut. Namun masih membuat Jira mengaduh sakit.
"Kau pikir kita mau berbuat apa disini hingga kau takut digerebek warga? Jangan-jangan kau ingin kita..."
"Sttststt..." Jira menempelkan jari telunjuk nya tepat di bibir Angkasa. Membuat lelaki itu menghentikan ucapannya.
Sungguh saat ini Jira merasa malu. Pipinya merona sebab sudah berpikir bahwa mereka akan melakukan hubungan yang membuat dirinya melayang seperti di surga. Tidak dipungkiri Jira sangat menyukai sentuhan Angkasa yang lembut dan memabukkan. Walau terkadang cepat namun sangat nikmat rasanya. Membuat dirinya merasa candu.
Angkasa mengulas senyum. Kemudian memberikan kecupan di pucuk kepala Jira. Dia merasa gemas. Tingkah Jira mampu membuat emosi dirinya menguap begitu saja.
"Ayo masuk." bertepatan dengan itu lampu rumah pun menyala. Seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka.
"Kau sudah pulang nak?"
"Sudah ma." jawab Angkasa kemudian memeluk wanita yang sangat dia sayangi.
Wanita tua yang masih cantik di usianya itu melihat ke arah Jira. Dia mengurai pelukan Angkasa. Mendekat ke arah Jira.
"Malam Tante." sapa Jira dengan sopan kemudian mencium punggung tangan mama Dewi.
"Kau..." tunjuk mama Dewi berusaha mengingat sesuatu.
"Saya Jira Tante."
"Oh iya saya ingat kau istri Bayu kan." Angkasa merasa tidak suka dengan ucapan mamanya.
"Sebentar lagi mantan ma." mama Dewi menatap Angkasa. Seolah meminta penjelasan akan ucapan putranya. Angkasa pun mengerti arti tatapan mamanya.
"Bayu selingkuh dan sekarang selingkuhannya sedang hamil."
Mama Dewi menutup mulutnya. Merasa iba dengan Jira karena pengkhianatan suami. Dia merasa de javu seolah mengingat kembali kisah dirinya. Hanya bedanya selingkuhan suaminya tidak sampai hamil. Dia hanya melihat suaminya tidur bersama dengan wanita lain di sebuah kamar hotel.
"Maaf ya sayang mama tidak tahu. Pasti kau sangat sedih dan terpukul." peluk mama Dewi. Jira hanya diam membalas pelukan mama Angkasa. Sejujurnya dia memang kecewa dengan Bayu. Namun kehadiran Angkasa membuat hidupnya berubah menjadi bahagia. Kehadiran Angkasa mampu mengobati lukanya.
"Enggak sedih sedih amat sih ma kan ada Angkasa yang obati." celetuk Angkasa yang langsung mendapat tatapan tajam dari kedua wanita yang masih saling memeluk.
"Apa maksudmu?" mama Dewi pun melepas pelukannya.
"Maksudnya setelah bercerai dari Bayu. Angkasa akan segera menikahi Jira."
"Apa?" pekik Jira dan mama Dewi yang merasa terkejut mendengar keinginan Angkasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments