Mama Dewi terlihat lebih tenang. Jika sebelumnya dia akan histeris kali ini mama Dewi sudah Ikhlas dan itu membuat hatinya lebih damai dan tenang. Mungkin ini sudah jalan takdir yang harus dia lalui. Dan beruntungnya dia memiliki anak yang hebat seperti Angkasa. Anak laki-laki yang selalu berada di sampingnya dalam keadaan apapun.
“Pergilah nak, papamu pasti merindukanmu.”
“Tapi Angkasa tidak.” Jawab Angkasa cepat.
Mama Dewi tersenyum. Dia menggenggam tangan putranya. Anak yang dia besarkan dengan penuh kasih sayang. Putra kebanggaannya yang dia kandung selama sembilan bulan di dalam rahimnya. Sudah pasti dia tahu apa yang Angkasa rasakan selama beberapa tahun ini. Tidak mudah memang tapi bukankah tidak ada yang namanya mantan anak yang ada hanya mantan istri atau suami. Bagaimanapun Angkasa tetap akan menjadi bagian dari suaminya.
“Mama tahu jauh di dalam lubuk hatimu kau juga merindukannya.” Manik mata Angkasa menatap dalam kedua bola mata mama Dewi. Benar apa yang dikatakan ibunya. Dia memang merindukan ayahnya namun karena keegoisannya dia mengesampingkan rasa itu. Dia ingin memberi hukuman ayahnya dengan tidak mempedulikan pria yang telah memberi luka ibunya. Luka yang tidak berdarah tetapi rasanya jauh lebih sakit daripada luka yang berdarah-darah.
“Tapi dia ingin mama juga datang.”
Mama Dewi melepas genggaman tangannya. Dia beranjak dari tempat duduknya membuat Angkasa sedikit panik.
“Duduklah mama hanya ingin mengambil kue yang sudah matang.” Angkasa menghembuskan nafasnya dengan lega. Dia pikir ibunya akan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya seperti dulu.
“Ini bawalah.” Mama Dewi memberikan kotak berisi kue buatannya. Kue yang dulu sering dibeli oleh mantan suaminya di toko kue langganan mereka dulu.
“Sampaikan pada papamu, mama tidak bisa datang karena sibuk dengan pesanan kue hari ini. Dan sampaikan salam mama untuk keluarganya.” Yang dimaksud mama Dewi adalah keluarga baru suaminya yaitu istri muda dan anak barunya.
“Mama yakin tidak ingin pergi? Papa bilang wanita itu pergi ke Bali jadi hanya ada anaknya dan menantunya saja nanti.”
“Justru karena dia tidak ada nantinya malah akan timbul masalah dan fitnah. Tentu kau paham maksud mama. Sekarang pergilah nanti kau bisa terlambat.”
Mama Dewi sengaja mengusir Angkasa dengan halus. Dia tidak ingin Angkasa melihat dirinya menangis kembali. Jujur sampai sekarang rasa sakit itu masih ada. Dan mama Dewi sudah berusaha berdamai dengan keadaan. Namun terkadang saat mendengar nama suaminya disebut hatinya kembali berdenyut nyeri mengingat pengkhianatan yang dilakukan oleh lelaki yang sangat dia cintai. Lelaki yang sudah menjadi separuh jiwa dan hidupnya.
Setelah Angkasa pergi air mata yang sedari tadi mama Dewi tahan akhirnya lolos begitu saja membasahi kedua pipinya.
***
Dalam perjalanan menuju rumah papanya Angkasa melihat sosok perempuan yang sangat dia kenal sedang berdiri di pinggir jalan. Perempuan itu sebentar-sebentar melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Dia juga sering mengecek ponsel yang berada dalam genggamannya.
Tin
Angkasa membunyikan klakson kemudian membuka pintu kaca mobilnya. Jira melihat siapa sosok yang berada di dalam mobil. Tanpa berpikir panjang Jira langsung masuk dan duduk di samping kursi Angkasa.
“Kenapa? Apa ada masalah?” tanya Angkasa saat melihat wajah Jira ditekuk seperti kasur lipat.
“Nyebelin.”
“Siapa?”
“Siapa lagi kalau bukan mantan kekasihmu itu.”
“Oh.” Angkasa melajukan mobilnya menuju rumah mewah yang dulu pernah menjadi surga bagi keluarganya. Dan kini rumah itu sudah seperti neraka bagi Angkasa.
“Apa dia kata “Oh” ya Tuhan apa dia tidak bisa bertanya kenapa memang dengan Jingga atau kenapa dia nyebelin. Bukan Cuma “oh” doang.” Jira yang merasa kesal melipat kedua tangannya di depan dada. Memalingkan wajah dari Angkasa. Dan dia pun melihat ke arah luar jendela.
“Dia pasti hanya ingin bertemu denganku kan?” Jira langsung menatap Angkasa. Lelaki itu tersenyum melihat ekspresi Jira.
“Dari mana kau tahu?” tanya Jira penasaran pasalnya memang benar jika Jingga hanya ingin bertemu berdua dengan Angkasa.
“Hanya menebak.”
“Ah, gak asik.” Jira kembali melihat ke arah luar jendela sambil bersandar di sandaran kursi. Dia kembali memasang wajah cemberut.
“Karena itu aku memintamu menemuinya karena aku sudah tahu maksud dan tujuannya.”
Jira memicingkan mata menatap Angkasa kembali. “Kalau sudah tahu kenapa tidak menolak? Malah memintaku kesana dan buang waktuku saja. Mana itu perempuan nyebelin lagi. Bikin mood ku jelek saja.”
Angkasa menghentikan laju mobil sebab dari jauh sudah terlihat warna rambu lalu lintas akan berubah menjadi merah.
Angkasa membalas tatapan Jira. Dia mendekatkan tubuhnya ke arah perempuan yang duduk disamping dirinya. Angkasa dapat mencium aroma tubuh Jira yang wangi. Rambut panjang yang tergerai pun menambah kecantikan perempuan itu.
“Kau mau apa?” tanya Jira panik.
“Membuat mood mu kembali membaik.”
“Tidak per….mpmpth.” belum selesai dengan ucapannya bibir Angkasa sudah membungkam mulut Jira.
Tautan itu baru terlepas saat bunyi klakson saling bersahutan. Meminta mobil Angkasa untuk segera bergerak karena menghalangi jalan. Angkasa pun mulai melajukan mobil. Ternyata lampu sudah berwarna hijau. 120 detik ternyata sebentar untuk sebuah ciuman. Angkasa tersenyum sendiri sebelah tangannya mengusap sudut bibirnya yang basah karena pertukaran saliva yang baru saja mereka lakukan.
“Bagaimana kalau kita bersenang-senang dulu ke hotel?” ajak Angkasa sebab ada sesuatu yang mulai mengeras di dalam celana. Dan perlu pelampiasan yang tepat agar terasa nikmat.
“Tidak. Kita sudah terlambat untuk makan malam.” Tolak Jira yang merasa risih sejak tadi Bayu terus saja menghubungi dirinya. Sudah sampai mana? Sudah dimana? Kapan sampai?
Jika dulu Jira selalu menantikan pesan dari Bayu tapi sekarang tidak. Dia justru lebih senang jika Angkasa yang menghubungi dirinya. Terlebih sentuhan yang Angkasa berikan membuat dirinya melayang seperti di awan.
Jujur dia juga ingin ke hotel. Menikmati kembali surga dunia. Dia pun memejamkan mata dan membayangkan hal itu dengan Angkasa. Dan tanpa terasa mobil pun sudah sampai.
Angkasa menatap Jira yang sedang menggigit bibir bawahnya. “Apa dia sedang bermimpi?”
“Ah, terus kak aku menyukainya.” Angkasa memicingkan mata mendengar racauan Jira. Detik berikutnya dia tersenyum. Kemudian me*lumat bibir Jira yang sudah menggodanya. Tangan Angkasa pun tidak tinggal diam. Bahkan dua kancing atas kemeja Jira sudah terlepas. Saat sedang asik menikmati squisy milik Jira tiba-tiba mobil diketuk dari luar membuat Jira tersadar. Dan Angkasa melepaskan kulumannya di squisy milik Jira.
“Astaga, kak Angkasa apa yang kau lakukan?”
“Aku hanya melalukan sesuai yang kamu inginkan.”
“Yang aku inginkan?” ulang Jira.
“Ah, iya kak terus kak nikmat kak iya disitu.”Jira langsung membekap mulut Angkasa. Dia merasa malu sendiri sudah membayangkan hal yang tidak-tidak tadi.
Jira memukul kepalanya sendiri. Merasa menjadi manusia paling bodoh dan memalukan. Rasanya dia ingin pergi saja sekarang.
“Nanti kita lanjut ke hotel.”bisik Angkasa sebelum turun dari mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments