Dua orang manusia berbeda jenis kelamin saling berpelukan di atas ranjang setelah berolah raga dengan bermandikan peluh dan keringat yang begitu menguras tenaga tetapi terasa nikmat.
"Sayang, apa kau sudah memiliki cara agar kartu kredit itu kembali aktif?" tanya Selly sambil memainkan jari telunjuk diatas bidang dada Bayu yang masih polos.
"Malam ini ayah mengadakan makan malam bersama. Dan ini kesempatan ku untuk menekan kakak agar kembali membuka blokir kartu kredit itu." Selly tersenyum mendengar ucapan Bayu.
"Semoga berhasil sayangku." Kemudian Selly kembali memberikan service yang begitu memuaskan bagi Bayu. Lelaki itu dengan senang hati menikmatinya. Hanya Selly yang mampu membuat dirinya terbang melayang hingga ke langit ketujuh menembus surga dunia yang sangat nikmat.
**
Saat sedang berkutat dengan pekerjaan yang seolah tiada habisnya. Ponsel Angkasa berdering begitu nyaring hingga menyita perhatian lelaki itu.
"Iya,ada apa?" tanya Angkasa to the point. Rasanya malas berbicara dengan lelaki yang sudah mengkhianati ibunya.
Lelaki di seberang telepon hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Dia tahu kesalahannya dan dia memaklumi sifat dingin putra pertama dari isteri pertamanya itu.
"Bisakah kau pulang untuk makan malam bersama keluarga?"
"Aku tidak mau. Apalagi bertemu dengan orang yang membuat ibuku depresi. Wanita ular yang kau nikahi itu membuat ibuku trauma dan kau memintaku untuk makan malam bersama dia. Jangan mimpi!" kesal Angkasa yang masih belum bisa memaafkan ayahnya meskipun sudah bertahun-tahun kejadian itu terjadi. Nyatanya luka yang ditinggalkan tidak mampu sembuh dengan sempurna meskipun sudah diobati dengan berbagai cara.
Tuan Wardana masih begitu sabar membujuk putranya. Dia ingin bertemu dengan Angkasa. Sudah lima tahun dia tidak melihat Angkasa. Ada rindu yang sangat dia rasakan terhadap Angkasa. Walaupun dia sering mendengar suara Angkasa lewat sambungan telepon. Namun nyatanya tidak mampu mengobati rindu seorang ayah yang ingin melihat wajah anaknya.
"Tolonglah nak sekali ini saja. Lagipula ibu Bayu tidak ada dia sedang di Bali bersama teman-temannya."
"Wanita itu bisanya hanya bersenang-senang saja." dengus Angkasa.
"Lagipula hanya ada adikmu dan istrinya nanti. Jika boleh ayah mohon ajak ibumu juga." pinta tuan Wardana dengan tulus.
"Kau ingin membuat ibuku menangis lagi ketika melihat wajahmu itu!" Angkasa selalu ingat dimana ibunya selalu menangis jika melihat wajah lelaki yang sudah bertahun-tahun menjadi suaminya. Lelaki yang dia anggap setia. Dan lelaki yang dia anggap sayang dengan keluarganya. Ternyata seorang pengkhianat.
"Maafkan ayah Angkasa, ayah merasa tidak pernah menyentuh wanita itu bahkan sampai detik ini. Dan ayah juga merasa tidak ada kemiripan antara ayah dan. Bayu. Tetapi hasil DNA selalu menunjukkan bahwa Bayu adalah anak ayah." berulang kali ayah Wardana menjelaskan hal ini supaya Angkasa bisa mencari tahu kebenarannya sendiri. Namun sampai detik ini hal yang dia inginkan belum terjadi. Tuan Wardana berpikir kebencian yang dimiliki oleh Angkasa lebih dalam daripada rasa ingin tahunya.
"Aku tidak peduli. Yang kutahu kau sudah mengkhianati ibuku. Dan kau yang membuatnya trauma dan depresi waktu itu." Angkasa mematikan sambungan telepon. Nafasnya memburu. Bohong jika dia tidak merindukan ayahnya. Namun rasa sakit yang dia lalui bersama ibunya membuat dia harus mengesampingkan rasa itu.
Tok tok
Pintu diketuk dan Angkasa mempersilahkan orang yang mengetuk untuk masuk. Jira melangkah membawa dokumen di tangan. Dia hendak mengingatkan Angkasa bahwa mereka ada pertemuan dengan Angga Wijaya.
"Ayo berangkat bos."
"Kemana?"
"Meeting dengan pak Angga. Bos tidak lupa kan?"
Gara-gara telepon dari ayahnya membuat dia hampir lupa ada meeting penting siang ini.
Di dalam ruang VIP sebuah restoran dua orang sedang menunggu kedatangan Angkasa. Dia adalah Angga Wijaya dan seorang wanita cantik di sampingnya.
"Maaf kita terlambat."
"Tidak apa Angkasa. Di Indonesia sudah biasa terjadi. Pasti jalanan macet kan?" tebak tuan Angga dan dibenarkan oleh Angkasa.
Wanita cantik itu menatap Angkasa pun sebaliknya. Kemudian wanita itu tersenyum namun tidak mendapat balasan dari Angkasa.
"Nona Jira duduklah disini." tuan Angga meminta Jira untuk duduk di samping dirinya.
"Jira duduk sini." perintah Angkasa dan Jira pun menurut. Lebih baik duduk di samping Angkasa daripada duduk di sebelah Angga Wijaya yang terkenal sebagai bad boy cap buaya.
"Kau posesif sekali sama sekertaris mu Sa, dulu kau tidak begitu dengan Jingga."
"Jingga? Siapa jingga?" batin Jira sambil melirik ke arah Angkasa.
"Oh ya Jira kenalkan dia Jingga, sekertaris pribadiku." tuan Angga memperkenalkan mantan Angkasa itu dengan Jira.
Jira tersenyum kemudian mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. Jingga menyambut baik dan menjabat tangan Jira dengan lembut.
"Jingga, sedang bertemu denganmu nona Jira."
Jira merasa rendah diri saat melihat wanita itu. Jingga adalah sosok wanita yang sempurna. Cantik, lemah lembut, tubuhnya ideal. Lelaki mana yang tidak suka dengan wanita seperti Jingga. Pantas jika Angkasa tertarik dengan Jingga.
Mereka membahas semua hal. Dan yang paling Jira benci mereka membahas masa lalu yang Jira sama sekali tidak tahu. Jira sudah seperti obat nyamuk dan dia merasa bosan. Akhirnya Jira ijin ke toilet daripada dia menjadi pendengar yang membuat hatinya merasa sesak.
Jira berdiri dari duduknya. Semua orang mengalihkan perhatian ke arah Jira. Wanita itu tersenyum.
"Aku ingin ke toilet sebentar."
"Silahkan nona, apa perlu saya temani?" Jingga merasa tidak enak sudah mengacuhkan sekertaris Angkasa.
"Tidak perlu nona, saya bisa sendiri. Kalian lanjutkan mengobrol saja. Saya permisi." setelah mengatakan itu Jira pun pergi ke toilet.
Di depan cermin besar yang terdapat di dalam toilet Jira menatap dirinya di pantulan cermin. "Apa mungkin Angkasa akan menyukaiku? Rasanya tidak mungkin jika melihat mantan kekasihnya saja sangat cantik. Pasti nanti mereka CLBK. Jadi jangan gunakan hatimu Jira. Ingat tujuanmu. Balas dendam dengan Bayu lewat kakaknya." monolog Jira dengan dirinya sendiri di depan cermin.
Jira memutuskan untuk pulang saja. Dia malas kembali lagi ke dalam. Dia pun mengirim pesan singkat pada Angkasa bahwa dia akan pulang lebih dulu.
Jira berdiri di pinggir jalan raya. Menunggu taksi untuk pulang. Namun saat dia menunggu mobil Angkasa berhenti tepat di hadapannya.
"Cepat masuk."
"Tapi bos?"
"Ini sudah di luar jam kantor jadi jangan panggil aku bos."
Tidak ada percakapan di dalam mobil. Angkasa beberapa kali melirik Jira yang diam menatap ke arah jalanan.
"Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Biasanya cerewet kenapa ini diam seperti patung?"batin Angkasa yang merasa aneh dengan Jira hari ini.
"Apa dia tidak ingin menjelaskan siapa Jingga?Tapi untuk apa juga dia jelaskan. Kita kan tidak ada hubungan apa-apa." gumam Jingga.
"Aku akan antarkan dirimu sampai rumah."
"Apa??"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments