#BAB 2 CHAT DARI SESEORANG
...****************...
Kelas yang terasa panjang akhirnya selesai. Pak Nico baru saja meninggalkan ruangan, dan aku langsung menghela napas panjang.
"Akhirnya selesai juga... Aduh, lapar!" gerutuku, meski entah kepada siapa aku mengeluh.
Mataku melirik sekilas ke arah pria yang duduk beberapa bangku di depan. Kakakku, Victor. Dia tetap diam seperti biasa, masih fokus pada ponselnya, sesekali memutar-mutar pulpen di tangannya.
Tiba-tiba, langkah kaki mendekat, dan suara yang sudah sangat kukenal menyapa.
"Ayo, Kes! Makan di mana kita? Tadi pagi aku nggak sempat sarapan. Kangen banget masakan Bu Rina di kantin," ujar Putri dengan antusias.
Aku mengangguk, mulai membereskan buku-buku di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas.
"Iya, ayo! Aku juga sudah lapar dari tadi," sahutku.
Putri mendekat, lalu berbisik pelan.
"Eh, kakak kamu nggak kamu ajak sekalian? Lumayan, kan, bisa ganti suasana. Nggak melulu sama Leni dan Mira. Sesekali makan bareng cowok ganteng."
Dia terkikik kecil, matanya melirik ke arah Victor.
Aku hanya mendesah pelan, lalu menoleh ke kanan dan kiri, mencari dua sahabatku yang lain.
"Loh, Leni dan Mira ke mana? Tumben nggak ikut kita ke kantin?" tanyaku.
"Tadi mereka mau ke toilet dulu. Katanya nanti nyusul," jawab Putri cepat.
"Ayo, ah! Udah laper banget!"
"Yaudah, ayo."
Kini tasku sudah berada di punggung, dan kami mulai berjalan menuju pintu kelas. Saat melewati Victor, aku berhenti sejenak.
"Kak! Ayo makan ke kantin," ajakku sambil menepuk lengannya pelan.
Victor menoleh, sekilas menatapku.
"Duluan aja," jawabnya singkat.
Aku mendengus. Sudah kuduga jawabannya bakal seperti itu. Tangannya masih sibuk dengan ponselnya, seolah tidak ada hal lain yang lebih menarik di dunia ini.
"Ayo, ah!" Aku langsung menarik lengannya, mencoba memaksanya berdiri.
"Kesy! Apaan sih?!" gerutunya, tapi kini dia sudah berdiri tepat di sebelahku.
Aku mendongak, menatap wajahnya yang sekarang berjarak sangat dekat denganku. Dengan tinggi 183 cm, dia jelas jauh lebih besar dibanding aku. Tatapannya dingin, seperti biasanya—seakan siap menerkamku kapan saja.
"Hehe... Ayo, lah, Kak! Aku traktir!" kataku dengan senyum penuh harapan.
Victor masih diam, tapi akhirnya mengalah.
...****************...
Di Kantin
Hampir semua meja di kantin sudah terisi. Beberapa mahasiswa melirik ke arah kami yang baru saja masuk. Aku tidak tahu apakah mereka sedang melihatku, Putri, atau... Victor.
Saat kami berjalan menuju meja kosong, aku bisa merasakan beberapa pasang mata memperhatikan kakakku. Ya, dia memang punya aura yang sulit diabaikan.
Srekk...
"Aku di sini aja, Kes," ujar Victor lirih sambil menarik kursi di dekatnya.
Aku ikut duduk, lalu menoleh ke arahnya.
"Mau makan apa, Kak?"
Victor tidak menjawab. Dia hanya diam, masih sibuk dengan ponselnya.
Putri yang duduk di sebelahku ikut melirik ke arahnya, lalu terkikik kecil.
"Eh, kakak kamu kok pendiam banget, sih? Hehe."
Aku mendelik ke arah Putri.
"Kenapa sih senyum-senyum gitu? Nggak jelas. Denger ya, dia itu kakakku. Dan aku nggak mau punya kakak ipar kayak kamu. Huh!"
"Ih, kamu jahat!" protes Putri sambil manyun.
Aku tertawa kecil sebelum akhirnya berjalan menuju ibu kantin untuk memesan makanan.
"Kak Nurul, dua nasi sayur lauk ikan nila goreng, ya. Minumnya es teh dua," pesanku.
"Oke, ditunggu ya, Kesy," jawab Kak Nurul sambil mencatat pesanan.
"Aku nasi telur dadar aja, dikasih kuah pedas. Minumnya es jeruk satu," tambah Putri.
Setelah menerima nomor meja, kami kembali ke tempat duduk. Saat sampai, aku terkejut melihat Mira dan Leni sudah duduk di sana, berhadapan langsung dengan Victor.
"Eh? Kalian udah di sini? Kok nggak pesan makan?" tanyaku heran.
"Gak makan. Udah kenyang di rumah," jawab Mira santai, tapi matanya tetap fokus menatap Victor.
Aku langsung menangkap sesuatu. Mereka jelas bukan sekadar duduk di sini karena ingin menemani kami. Mereka duduk di sini karena ingin mendekati Victor.
Victor, di sisi lain, terlihat tidak nyaman. Dia hanya menunduk, memainkan ponselnya tanpa peduli dengan keadaan sekitar.
Kami berlima duduk melingkar, menunggu makanan datang. Suasana sedikit canggung, apalagi karena dua temanku masih sibuk mencuri-curi pandang ke arah Victor.
Namun, ada satu hal yang menarik perhatianku. Sejak tadi, Victor terus-menerus melihat ponselnya, menggeser layar ke atas dan ke bawah, membaca sesuatu berulang kali.
Aku mulai penasaran.
Apa yang sedang dia baca?
Dari yang aku tahu, kakakku selalu menghindari wanita yang menyukainya. Sejauh ini, dia masih sendiri. Jadi... apakah sekarang ada seseorang yang diam-diam dia sukai?
Aku mencoba mengintip layar ponselnya dari sudut mataku. Pelan-pelan, aku berhasil menangkap nama kontak di bagian atas chat yang dia baca berkali-kali.
"Kak Chairin..."
Deg!
Nama itu terasa familiar. Aku pernah mendengarnya sebelumnya, tapi dari mana?
Aku mencoba mengingat-ingat.
Tiba-tiba, ingatanku kembali ke masa lalu—sekitar tiga tahun lalu. Saat itu, aku masih SMA, dan Victor sedang dalam masa sulit setelah dilarang sekolah oleh Mama.
Saat itulah aku pertama kali mendengar nama Chairin.
Seingatku, dia adalah salah satu senior di sekolah kakakku dulu. Gadis yang cukup populer, pintar, dan juga... dekat dengan Victor.
Aku menoleh ke arah kakakku yang masih serius menatap layar ponselnya. Sekilas, ada ekspresi yang berbeda di wajahnya.
Bukan ekspresi dingin dan tanpa emosi seperti biasanya.
Tapi lebih seperti... rindu.
Aku menelan ludah. Apa mungkin... kakakku menyukai seseorang diam-diam selama ini?
......................
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Maria Ancella
/Whimper/
2024-06-09
0