Malam yang semakin larut, membuat Kalun merasa khawatir dengan keberadaan Aluna yang masih berada di teras balkon hotel.
Setelah selesai mandi, Aluna tidak segera masuk ke kamar, melainkan berdiri di teras balkon tersebut. Bahkan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Kalun yang khawatir memutuskan untuk menghampiri di mana Aluna berada. Dia menatap sebentar punggung Aluna yang sedikit bergetar.
“Masuklah! Apa kamu tidak merasa dingin?” tanya Kalun yang sudah berdiri di belakang Aluna sambil menyandarkan tubuhnya di kusen pintu. Aluna hanya menoleh ke arah Kalun sambil berusaha menampilkan sedikit senyumnya.
“Tidurlah jika Anda mengantuk!”
Kalun mengernyit saat mendengar panggilan Aluna padanya. Dia menatap mata Aluna yang masih sedikit berair karena habis menangis.
“Apa kamu tidak lelah menangis terus sepanjang hari?” tanya Kalun penuh selidik.
Namun, Aluna hanya diam, sambil menatap ke arah Kalun, dia lalu duduk di ayunan rotan yang ada di teras balkon.
“Maafkan saya, saya tahu Anda sudah berkorban banyak untuk menikahi saya,” ucap Aluna menatap ke arah bunga pot yang ada di sebelah kanannya.
“Aku janji, akan menjadi istri yang ba-” ucapan Aluna terhenti saat melihat Kalun mengibaskan tangannya yang berarti mengatakan tidak.
“Kamu nggak perlu menjadi istri yang baik untukku,” potong Kalun dengan tegas tapi nadanya tetap enak di dengar.
“Aku punya orang yang aku cintai sejak aku masih kecil,” ucap Kalun yang membuat Aluna langsung menatap ke arahnya.
“Aku menikahimu hanya kasihan denganmu, kamu terlihat rapuh saat Fandi meninggalkanmu,” lanjutnya yang membalas tatapan Aluna.
“Jadi, untuk sementara waktu biarkan seperti ini dulu, sampai tunanganku kembali ke Jakarta.” Kalun menghentikan ucapannya, saat melihat wajah Aluna yang terlihat tersenyum kecut ke arah hamparan rumput di bawah gedung hotel.
Suasana hening, mereka berdua tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Aluna kembali menatap wajah Kalun yang terlihat tampan karena sorotan lampu taman yang mengenainya.
“Baiklah, terima kasih sudah mengasihani saya. Kalau Anda seperti itu, saya jadi tahu apa yang harus saya lakukan, saya akan menjaga hati, untuk tidak jatuh cinta dengan Anda,” ucap Aluna sambil tersenyum ke arah Kalun. Dia terlihat biasa saja, bahkan tidak peduli jika nantinya akan bercerai dengan Kalun, karena sampai kapanpun dia merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Kalun. Dan dia juga belum bisa melupakan calon suaminya yang baru beberapa hari meninggalkannya.
“Kalau boleh tahu kapan tunangan Anda akan tiba?” tanya Aluna sambil menatap ke arah Kalun yang juga tengah menatapnya.
“Mungkin 1 atau 2 tahun lagi,” jawab Kalun.
Aluna mengangguk mengerti, biarlah seperti ini, dia akan menjelaskan ke papanya nanti setelah mereka berpisah, yang penting dia tahu jika pernikahannya kini memang bukan pernikahan sempurna yang diimpikannya.
“Tidurlah besok kita akan kembali ke Jakarta,” perintah Kalun yang dituruti Aluna. “Dan satu lagi, jangan terlalu formal saat berbicara denganku,” lanjutnya sebelum Aluna meninggalkan balkon. Aluna hanya tersenyum tipis ke arah Kalun, lalu segera masuk ke kamar.
Malam ini, Aluna lebih memilih tidur di depan tv kamar hotel, dia sadar diri dengan ucapannya tadi. Dia lebih memilih mengenakan headset di telinganya, memutar lagu kenangan dirinya dengan Fandi. Mereka memang suka menyanyi, bahkan mereka berdua sering bernyanyi duet di cafe sahabat Fandi yang sekaligus tempatnya bekerja kemarin.
Kalun yang melihat Aluna tidur di kursi, segera menidurkan tubuhnya di kasur, batinnya bahagia karena gadis itu terlihat memilih untuk tidur di sofa, dan membiarkan dirinya untuk tidur di kasur empuk kamar hotel.
---
Pagi datang, cahaya matahari menyilaukan mata Aluna, dia melepas headset yang masih menempel di telinganya. Dia teringat jika hari ini akan kembali ke Jakarta, dia juga harus mempersiapkan diri karena tepat tanggal 1 nanti dia juga harus bekerja di kantornya yang baru. Kantor perusahaan yang selama ini menjadi incarannya untuk masuk sekaligus mewujudkan cita-citanya untuk menjadi arsitektur terkenal.
Dia melihat ke arah ranjang tempat tidur yang sudah terlihat kosong. Dia sedikit lega, karena tidak melihat Kalun di sana, dia lalu berjalan ke arah kamar mandi. Namun, samar-samar dia mendengar Kalun yang tengah menelepon seseorang di balkon. Dia tidak peduli dengan Kalun yang sedang berteleponan dengan siapa, dia hanya ingin memikirkan diri sendiri saat ini, dia ingin segera keluar dari kesedihannya, menyambut lembaran hidupnya yang baru.
---
Saat ini mereka berdua akan meninggalkan kota Solo, tangis haru mewarnai Aluna saat berpamitan dengan Budi, papanya itu terus memberikan wejangan yang baik untuk Aluna. Membuat Aluna kembali merasa berat untuk meninggalkan papanya.
Sejenak Aluna melirik ke arah kakak tiri dan mamanya yang terlihat bahagia karena kepergiannya.
“Pergi sana, jangan pernah kembali, mau-maunya dinikahi lelaki kere seperti dia,” maki mama tiri Aluna yang terdengar jelas di Kalun, tatapannya pun menatap tajam ke arah Kalun. Aluna yang sebenarnya ingin memeluk mama tirinya, dia langsung menarik tangannya kembali, menghentikan niat baiknya itu. Dia hanya membalas dengan senyuman tipis ke arah mama tirinya, lalu menoleh ke arah Kalun yang terlihat tidak mempedulikan ucapan mama tiri Aluna.
Setelah selesai berpamitan mereka berdua segera meninggalkan kota Solo menggunakan pesawat komersil yang Kalun pesan sendiri. Karena semalan, Doni sengaja ikut pulang dengan keluarganya, mereka semua bermaksud memberikan malam pertama special untuk Kalun. Namun, yang ada keinginan mereka tidak bisa Kalun wujudkan.
Saat berada di pesawat, mereka berdua hanya diam tidak ada yang berani berucap, Kalun tidak bisa menolak lagi, ketika harus duduk di samping Aluna, sesuai tiket yang sudah dia beli.
“Haruskah kita hanya diam seperti ini?” tanya Aluna menoleh ke arah wajah Kalun. “Setidaknya kita bisa jadi teman curhat,” lanjutnya yang belum berhenti menatap wajah Kalun yang hanya diam.
“Ehmmm ... aku nggak butuh teman curhat, lebih baik kita menjaga jarak, supaya kita tidak saling jatuh cinta, kita akan berhubungan jika sedang berada di depan kedua orang tuaku.” Kalun menjawab tanpa melihat ke arah Aluna.
“Dan satu lagi, jangan mencampuri semua urusanku, termasuk dalam keperluan pribadiku!” peringat Kalun yang menatap ke arah Aluna. Membuat Aluna tertawa sinis ke arah Kalun.
“Seperti halnya diriku, kamu juga jangan pernah mencampuri urusanku, kita menikah hanya karena belas kasihan, andai calon suamiku tidak pergi, kita pasti tidak akan pernah bertemu,” balas Aluna yang lebih dingin dari ucapan Kalun. Dia terlihat tegar, tapi hatinya merasa sedih karena merasa mempermainkan sebuah pernikahan.
Prinsip pernikahan yang akan dilakukan sekali seumur hidup akhirnya kandas, karena ucapan Kalun yang akan menceraikan dirinya saat tunangannya tiba, begitupun dengan dirinya dia berjanji tidak akan jatuh cinta dengan Kalun.
Kalun yang mendengar ucapan Aluna, kembali teringat kejadian di mana, dia menghilangkan nyawa Fandi. Dia berpikir jika ini adalah salah, dia akan lebih menyakiti hati Aluna lagi jika sikapnya terus seperti ini.
Dia benar, jika malam itu aku tidak menabrak pasti mereka sudah hidup bahagia, bahkan mereka bisa menikmati malam pertamanya saat ini. Ucap Kalun dalam hati.
Cukup lama mereka berada di dalam pesawat bewarna biru putih itu. Setelah percakapan singkat tadi mereka hanya diam hingga pesawat mendarat sempurna di bandara Soetta.
Sampai di Jakarta mereka berdua langsung menuju apartemen milik Kalun. Dia sengaja tinggal di sana, demi menutupi rahasianya dari kedua orang tuanya. Doni yang yang sudah menyerahkan kunci apartemen segera meninggalkan pasangan baru yang baru saja tiba itu.
Dia tidak ingin mencampuri urusan pribadi tuannya, dia tidak mau juga di salahkan jika Kayra mengetahui kejadian yang Kalun alami saat ini.
Saat tiba di apartemen Kalun menyerahkan amplop coklat ke arah Aluna.
Aluna menerimanya dengan senyuman tipis, dan membawanya ke ruang tv. Segera dia membuka amplop bewarna coklat di tangannya.
Lelaki macam apa yang menikahiku ini ya Allah, kenapa Kau kembali membawaku ke dalam masalah? Ucapnya dalam hati setelah membaca surat perjanjian yang diserahkan Kalun tadi.
“Sudah paham?” pertanyaan Kalun membuyarkan tatapan Aluna.
“Silahkan saja lakukan sesukamu, tapi aku tidak akan membawa uang sepeser pun ketika kita bercerai nanti, dan untuk tempat tidur aku akan tidur di kamar lain saja, dari pada harus berbagi ruangan denganmu,” terang Aluna yang mengambil kesimpulan sendiri untuknya.
“Heh ... itu lebih baik, tapi kamar di sebelah itu kamar mandinya berada di luar kamar, jika kamu mau, pakai saja.” Kalun menerangkan sambil menunjuk kamar yang tepat berada di samping kamar utama.
“Buatku itu tidak masalah.” Aluna lalu beranjak dari duduknya setelah menandatangani surat perjanjian itu, dia lalu menarik koper yang hanya berisi beberapa pasang bajunya.
Kalun hanya tersenyum tipis mengiringi langkah kaki Aluna. Dia lega karena menangani Aluna ternyata lebih mudah dari yang dia bayangkan.
Tapi sejenak dia memikirkan uang kompensasi yang akan dia berikan, di sana tertulis 100 juta. Itu bukan uang yang kecil menurut Aluna, tapi kenapa gadis itu tidak mau menerimanya? Kalun terus memikirkan hal itu, sampai dia kembali meraih kunci mobilnya di atas meja sebelah tv.
👣
Jangan lupa like dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
dini0532
Kalun bener2 nggak banget. Sok2 idealis ga nyentuh2 cewe tp pikirannya picik kaya gt. Ga ada jg yg minta dia buat nikahin. Kalo dia gentle, ya akui dong kalo dia abis nabrak org sampe meninggal. Ga kebayang kalo nanti Aluna tau knp penyebab calon suaminya meninggal
2023-07-10
0
Agna
Aluna. 😘😘😘😘
2021-03-28
0
Prince SuhoLee ❤
kok kesannya jadi kalun yg pling dirugikan yak, pdhl kan semua salah kalun, kasihan luna, orang kalunnya sendiri yg mutusin nikah sama aluna, kesel gw sama kalun, gw sumpahin lu jatuh sejatuh jatuhnya sama aluna, huh
2021-03-03
2