Pak Ridho menatap jalanan di hadapannya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Barang sisa.....
Apa maksud mereka,
Dirinya tak pernah meminta putra mereka untuk menikahi putrinya.
Dan sekarang, sebutan apa yang sudah mereka sematkan untuk putrinya.
Pak Ridho cukup kesal.
Namun...apa yang bisa ia lakukan.
Brak....
Pria itu memukul setir
" yah...." panggil bu Sarah berusaha memperingatkan sang suami agar lebih bisa mengendalikan emosinya.
Pak Ridho menarik nafas dalam dalam.
Entahlah....
Meski ia telah berusaha untik berlapang dada dan menerima kenyataan,
tapi tetap saja, mendengar sesorang merendahkan sang putri,
Hatinya tak terima.
Ingin sekali rasanya ia berteriak dan membalas ucapan bu Novi tadi.
Tapi...
Ia takut itu akan berdampak buruk papa kesehatan mental Rhain yang mulai sedikit membaik.
Sejenak pria itu melihat ke arah sang istri dan kemudian mengikuti arah mata istrinya yang tertuju pada Rhain yang kini duduk di belakang.
Gadis itu menatap lurus ke arah luar jendela.
Ia pun seolah tak terusik atas perbuatan ayahnya tadi.
pak Ridho menghela nafas.
Rhain masih terdiam ketika sang ayah membukakan pintu untuknya.
" Rhain sayang...." panggil pria itu dengah lembut
Seolah tersadar, Rhain menatap wajah sang ayah.
" turun nak, kita sudah sampai " tambah bu Sarah.
Rhain bergerak dan pak Ridho membantunya.
" boleh Rhain ke kamar bu ?! Rasanya lelah sekali " pamit gadis itu.
Wajahnya terlihat kuyu dan pucat.
Bu Sarah mendekat ke arah putrinya itu.
" aku baik baik saja bu...hanya merasa sedikit lelah " kata Rhain lagi.
" pergilah nak..tidurlah " pak Ridho yang menjawab.
Setelah mencium pipi ke dua orang tuanya, gadis berhijab warna coklat susu itu segera melangkah lebar masuk ke dalam rumah.
Dan dengan setengah berlari, ia menaiki anak tangga menuju kamarnya yang di lantai atas.
Sepeninggal Rhain, pak Ridho membimbing bu Sarah yang juga terlihat lemas dan pucat untuk masuk ke dalam rumah,
kemudian keduanya pun langsung masuk ke dalam kamar dan meletakkan barang bawaannya yang gagal ia serahkan pada keluarga Fakry di meja ruang tamu begitu saja.
Jujur saja,
Mereka juga lelah.
Sejak beberapa bulan yang lalu, tepatnya sejak peristiwa kelam malam itu, dan hingga hari ini..
Bukan hanya fisik mereka yang rasanya di hajar habis habisan.
Tapi hati dan pikiran mereka pun rasanya juga di peras hingga kering tak bersisa.
Ketika kedua orang tuanya tengah larut dalam kesedihan yang coba di tutupi oleh mereka darinya,
Rhain yang baru saja masuk ke dalam kamarnya menyandarkan tubuhnya pada daun pintu yang tertutup.
Kelopak matanya berair, perlahan tubuh gadis itu jatuh merosot ke bawah.
" cobaan apa lagi ini ya Allah.. Aku....hamil....aku hamil....tidak, ini tidak mungkin
ku mohon Tuhan, aku tak mau hamil anak bajingan itu " ringis Rhain dalam derai air matanya yang rasanya tak bisa lagi ia tahan.
Kenyataan ini benar benar meluluhlantakkan ketegaran yang coba ia pertahankan.
Bukan penolakan ibu Fakry yang membuatnya hancur, tapi justru kenyataan tentang kehamilannya yang baru ia dengarlah yang sukses membuatnya kembali hancur.
Berkali kali gadis itu menggeleng gelengkan kepalanya seolah tak percaya denga apa yang kini tengah menimpanya kembali.
Jejak peristiwa itu nyatanya seolah belum ingin berlalu dari hidupnya.
Rhain mencengkeram kuat perut ratanya.
" aku tidak mau hamil anak bajingan itu, aku tidak menginginkan mu...kenapa kau hadir di dalam perutku. Aku tidak mau...aku tidak mau...." kembali gadis cantik itu seolah kehilangan kewarasannya.
Ia meremas kuat perutnya dan kemudian memukul mukulnya.
Tanpa sadar ia telah menangis menjerit jerit.
" aku tidak mau aku tidak mau....aku membencimu dan semua yang berkaitan denganmu.
Pergi.... pergi dari tubuhku, aku tidak ikhlas kau menempatinya. Pergi......." Rhain terus memukuli perutnya.
" Rhain....astaghfirullah, sadar nak...Rhain....." bu Sarah yang telah mendengar teriakan Rhain dan telah sampai lebih dulu di dalam kamar anak gadisnya itu terkejut bukan main melihat keadaan sang putri yang tak lagi terlihat benar.
Tadi ia datang ke dapur untuk mengambil air minum, tapi ia justru mendengar jeritan Rhain kembali.
Tergopoh gopoh wanita itu segera berlari menaiki tangga menuju kamar sang putri.
Betapa bu Sarah di buat syok melihat kondisi Rhaina.
Rambut gadis itu telah acak acakan,
Rhain pun tengah memukuli perutnya sendiri dengan kasar sembari berteriak teriak.
Untuk kesekian kalinya, jiwa Rhain kembali terguncang.
Kewarasannya seolah terombang ambing kembali.
Pak Ridho yang baru saja sampai menyusul sang istri turut ambruk kelantai menyaksikan keadaan sang putri.
Dengan bertumpu pada kedua lututnya,
Pria itu meletakkan kedua telak tangannya di kedua ujung pahanya.
Kali ini ia pun seolah benar benar hancur dan tak tahu lagi harus berbuat apa.
" ayah...." panggil bu Sarah pelan dengan masih memegangi kedua tangan Rhain agar tak menghajar perutnya sendiri.
Pak Ridho tertunduk, kepalanya lunglai jatuh ke bawah.
Kemaren kemaren ia masih bisa berusaha untuk tegar, tapi kini...
Ketegarannya itu seolah telah kandas.
Kehamilan Rhain benar benar mampu menghancurkan asanya untuk kembali memperbaiki masa depan sang putri.
" aku tidak mau ibu, aku tidak mau....aku membencinya. Bunuh saja aku ibu, bunuh saja aku.
Kenyataan ini terlalu berat untukku.
Aku tak sanggup lagi.
Bunuh saja aku......aku ingin mati " teriak Rhain terdengar putus asa.
Bu Sarah menggelengkan kepalanya dengan air mata yang sudah berderai mendengar kata kata sang putri yang penuh keputusasaan.
Pak Sastro dan bik Jumi yang juga telah berdiri di ambang pintu kamar itu menyeka kedua pipi mereka yang telah basah oleh air mata.
" pak...mbak Rhain butuh dukungan bapak..." bisik pak Sastro memberanikan diri mendekat dan berkata pelan serta hati hati kepada majikannya itu.
Seolah tersadar, pak Ridho kembali mengangkat kepalanya dan menatap sang putri yang masih berusaha di tenangkan oleh sang istri.
Dengan gerakan cepat pria itu segera meraih tubuh Rhain yang bergetar kemudian memegangi kedua tangan sang putri yang tadi di pegang oleh bu Sarah.
Selama ini, Rhain memang begitu dekat dengan ayahnya.
" sayang....dengarkan ayah. Semua akan baik baik saja.
Ada ayah dan ibu yang akan selalu bersama Rhain.
Ayo..kita hadapi dan kita jalani semua ini bersama sama.
Rhain percaya Ayah...? " busik pria itu dan perlahan bisa membuat Rhain terlihat sedikit tenang.
" dia tidak bersalah, sama seperti dirimu.
Dia juga tidak meminta untuk di hadirkan melalui dirimu.
Tapi percayalah...ini adalah takdir yang harus kamu jalani.
Dan yakinlah, pasti ada hal baik dari semua peristiwa yang sudah terjadi ini " lanjut pak Ridho lagi
Rhain mendongak dan menatap wajah sang ayah.
Gadis itu menggeleng.
Pak Ridho berusaha tersenyum untuk menguatkan sang putri.
Perlahan pria itu mengusap lembut kedua pipi putrinya itu yang telah basah oleh air mata.
" belajarlah menerimanya, dia tidak bedosa..." bisik pak Ridho lagi.
Rhaina tergugu, bahunya terlihat naik turun.
Bu sarah segera mendekat dan turut menghambur memeluk putri semata wayanya itu.
Pak Sastro dan bik Jumi pun terlihat bisa bernafas dengan lega melihat nonanya itu nampak kembali tenang.
Rhain benar benar bermasalah dengan kejiwaannya karena peristiwa itu, dan kini di tambah dengan kehamilannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sabaku No Gaara
pengenx bayikk itu baca sampai habis khitara.../Drool//Drool//Drool//Drool/
2024-05-30
0
Tuti Tyastuti
lanjut thor
2024-05-30
0
Zahbid Inonk
bnr" menguras emosi ini mh 😮💨
2024-05-30
0