Setelah selesai makan malam, empat orang itupun pergi ke ruangan keluarga dan tak lama kemudian Budi dan Ani pun datang.
"Silahkan duduk, Pak, Bu!" ucap Hugo pada Budi dan Ani sopan.
Budi dan Ani pun duduk berdampingan di sofa panjang. Dua orang itu mengernyitkan kening saat melihat wajah Marcell dan Bastian nampak biru, lebam dan memar.
"Mereka berkelahi? Huff..tidak seharusnya aku menikahkan putriku ke keluarga ini," batin Budi yang lagi-lagi merasa menyesal.
"Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih karena telah datang ke rumah kami untuk membicarakan masalah ini. Kami harap masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan," ujar Hugo penuh harap.
Hugo sadar, jika Budi melaporkan kejadian ini ke polisi, maka nama baiknya akan hancur dan hal itu bisa berpengaruh buruk pada perusahaannya. Karena itulah, Hugo berusaha sebisa mungkin membujuk Budi untuk menyelesaikan semuanya dengan jalan kekeluargaan.
Budi memang bukan orang kaya, hanya seorang guru PNS. Tapi ayah Budi adalah orang yang telah menyelamatkan ayah Hugo dengan mendonorkan jantungnya pada ayah Hugo sebelum meninggal karena kecelakaan. Dan Hugo adalah orang yang berprinsip, tidak akan pernah melupakan kebaikan orang lain.
Ayah Hugo berpesan agar kelak menikahkan salah satu putranya dengan putri Budi. Membahagiakan putri Budi untuk membalas budi pada ayah Budi. Eh, kebanyakan kata Budi, he.he..
Karena itu Hugo menjalankan pesan ayahnya dengan melamar Ingrid sebagai menantunya. Namun siapa yang menyangka, kalau kejadiannya akan seperti sekarang? Niat membalas budi malah mencelakai. Ingin membahagiakan malah membuat menderita.
Yah, begitulah. Manusia hanya bisa berencana dan bercita-cita, tapi takdir Tuhan lah yang berbicara dan menentukan segalanya.
Budi menghela napas panjang kembali menatap Bastian dan Marcell bergantian. Seandainya saja saat di pertemukan dulu Ingrid dan Bastian tidak saling menyukai, Budi tidak akan pernah menyetujui perjodohan ini.
Namun tepung beras sudah menjadi bubur sumsum, tidak mungkin lagi di buat rempeyek. Tinggal ditambah kuah santan campur nangka dan gula merah serta es batu, maka akan jadi desert yang nikmat.
"Setelah kejadian semalam, bagaimana keputusan kamu Bastian? Kamu masih ingin melanjutkan pernikahan kamu dengan Ingrid atau tidak?" tanya Budi to the point.
Bastian hendak bicara, namun tiba-tiba handphonenya berbunyi. Bastian pun melihat siapa yang sedang menghubungi dirinya.
"Maaf, aku angkat telpon dulu," pamit Bastian, kemudian buru-buru keluar dari ruangan itu tanpa menunggu persetujuan semua orang yang ada di tempat itu.
"Sepertinya selama satu tahun ini aku telah salah menilai anak ini," batin Budi nampak kecewa karena Bastian lebih mementingkan menerima telepon dari pada menjawab pertanyaannya. Budi merasa Bastian tidak menganggap penting masalah ini.
"Anak ini! Bukannya menjawab pertanyaan mertuanya, tapi malah menerima telepon," gerutu Hugo dalam hati merasa kesal dengan sikap Bastian.
"Halo!" sapa Bastian dalam sambungan telepon.
"Jam berapa kamu mengantarkan dia padaku?" tanya orang dari sambungan telepon itu.
"Malam ini dan dalam waktu dekat ini aku belum bisa mengantarkan dia padamu. Dia masuk rumah sakit. Nanti setelah dia sembuh, aku kabari kamu," sahut Bastian.
"Kamu tidak sedang membohongi aku, 'kan? Kamu tahu, 'kan, apa akibatnya jika kamu membohongi aku?" tanya orang yang menelpon Bastian terdengar tidak suka.
"Aku tahu. Aku tidak bohong sama kamu. Apa yang terjadi kemarin itu diluar prediksi dan rencana ku. Aku juga merasa sangat dirugikan dengan kejadian kemarin malam," sahut Bastian menghela napas panjang.
"Jangan lakukan apapun padanya sebelum aku mengizinkan kamu. Jika kamu tidak mendengar apa yang aku katakan, kamu akan tahu akibat,"
"Aku mengerti. Aku tidak akan melakukan apapun sebelum kamu mengizinkan," sahut Bastian dengan tangan yang terkepal.
"Aku tunggu kabar baik dari kamu secepatnya,"
"Okey," sahut Bastian dan orang yang menghubungi dirinya pun mengakhiri panggilannya.
Bastian mengenggam erat handphonenya menahan emosi.
"Sial! Ini semua karena anak haram itu," umpat Bastian terlihat kesal.
Sedangkan di ruangan keluarga, setelah Bastian keluar dari ruangan itu semua orang nampak terdiam untuk beberapa menit. Mereka masih menunggu Bastian yang belum selesai menerima telepon.
Marcell menghela napas panjang, lalu mulai bicara, "Pak Budi, Bu Ani, aku mohon maaf atas semua yang telah aku lakukan. Aku bersedia bertanggung jawab atas perbuatanku pada Ingrid. Aku bersedia menikahi Ingrid," ucap Marcell penuh kesungguhan bertepatan dengan Bastian yang masuk.
Semua orang pun menatap Bastian yang baru saja masuk itu. Bastian mengepalkan kedua tangannya saat mendengar kesediaan Marcell untuk menikahi Ingrid. Bastian pun kembali duduk di tempatnya tadi.
"Maaf, bukannya aku tidak menganggap masalah ini tidak penting, Pak, Bu. Tapi, tadi adalah telepon dari investor yang tidak bisa di tunda untuk di jawab, karena bisa mempengaruhi kerja sama dengan perusahaan. Untuk pertanyaan bapak tadi, sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Ingrid. Karena ini bukan kesalahan Ingrid dan aku masih mencintai Ingrid," ucap Bastian membuat Marcell mengepalkan kedua tangannya. Sedangkan Ema nampak terkejut dengan keputusan Bastian itu.
"Saat Ingrid di rumah sakit tadi pagi, Kamu tidak ada di sana. Suster mengatakan kalau Ingrid di antar oleh seorang pria yang memakai masker dan topi. Bahkan sampai sekarang kamu belum mengunjungi Ingrid. Apa kamu yakin masih mencintai dan masih ingin bersama Ingrid setelah kejadian kemarin malam?" tanya Ani yang khawatir kejadian semalam akan mempengaruhi rumah tangga Bastian dan Ingrid ke depannya.
"Maaf, aku sangat kecewa dan syok dengan kejadian kemarin malam. Jadi aku pergi menenangkan diri. Tapi bukan berarti aku sudah tidak peduli, apalagi tidak mencintai Ingrid lagi. Aku tidak tahu kalau Ingrid sampai masuk rumah sakit karena kejadian semalam," jelas Bastian dengan wajah tertunduk.
"Baik, jika kamu memang masih mencintai Ingrid, dan tidak mempermasalahkan kejadian semalam, bapak harap kedepannya kalian bisa bahagia. Tolong perlakukan Ingrid dengan baik, karena bapak tidak akan terima kalau kamu menyakiti Ingrid," ujar Budi yang tidak bisa memaksa Bastian untuk menceraikan Ingrid.
Bagaimana pun Budi tahu, kalau Ingrid mencintai Bastian. Budi juga mendengar kalau Marcell kerjaannya hanya keluyuran tidak jelas dan belum memiliki pekerjaan. Kuliah pun lulus dengan nilai pas-pasan. Suka nongkrong di bengkel dan juga kafe, bahkan ikut geng dan pernah tawuran. Tidak mungkin bukan Budi menyerahkan putrinya pada seorang pengangguran pembuat onar dan nolep seperti Marcell?
Sedangkan Bastian digadang-gadang sebagai penerus perusahaan tekstil milik Hugo, hingga Budi tidak perlu takut Ingrid hidup susah. Bukan matre, tapi orang tua mana yang tidak mau hidup anaknya kecukupan? Orang tua mana yang rela anaknya hidup menderita?
"Baik, Pak. Aku akan berusaha untuk membahagiakan Ingrid. Aku akan ke rumah sakit untuk menjaga Ingrid malam ini," sahut Bastian.
"Baiklah, kalau begitu kami pamit pulang," ujar Budi.
"Maaf, aku nggak bisa bareng sama bapak dan ibu. Aku akan bertemu dengan sekretaris ku dulu untuk membahas beberapa hal. Setelah itu baru ke rumah sakit," ujar Bastian.
"Iya, nggak apa-apa," sahut Budi memaklumi.
Hugo merasa lega karena akhirnya semua bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Keluarga Hugo mengantar Budi dan Ani hingga di depan teras rumah. Setelah Budi dan Ani pulang, Hugo dan Ema pun kembali masuk ke dalam rumah.
Bastian berjalan mendekati Marcell lalu berkata, "Kamu pikir dengan menodai Ingrid aku akan melepaskan Ingrid untuk kamu? Mimpi! Selamanya aku tidak akan pernah menceraikan Ingrid. Lagipula, apa kamu lupa? Ingrid tidak pernah mencintai kamu. Bahkan kamu sudah di tolak Ingrid berulang kali. Selamanya kamu tidak akan pernah bisa memiliki Ingrid. Yang ada, Ingrid akan semakin membencimu seumur hidupnya karena kejadian kemarin malam. Jangan harap kamu bisa memiliki apa yang aku miliki. Dasar anak haram! Anak pelakor!" umpat Bastian membuat kedua tangan Marcell terkepal dan rahangnya mengeras.
Bastian tersenyum sinis penuh kemenangan, lalu membalikkan tubuhnya hendak melangkahkan kakinya meninggalkan Marcell.
"Aku penasaran, siapa yang sudah memukuli calon penerus perusahaan tekstil ini. Jangan-jangan.. kakak dipukuli oleh debt collector karena tidak mampu membayar hutang," ucap Marcell tersenyum sinis.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
ALNAZTRA ILMU
kesian ingrid dijual bastian nanti
2025-01-30
0
guntur 1609
makin hancurlah ankmu bud di tangan bastian
2024-07-31
0
Rahmawati
ada apa. dengan Bastian,seperti ada yg dirahasiakan
2024-07-29
1