Waktu cepat berlalu tidak terasa Queen sudah di rawat di rumah sakit selama tiga minggu.
Perawatan yang di lakukan oleh dokter Steven pada Queen berjalan dengan baik.
Kesehatan Queen pun juga semakin baik sehingga dokter memutuskan Queen bisa pulang ke rumah.
Tentu kabar gembira tersebut disambut sukacita keluarga Pratama. Akhirnya permata kesayangan mereka diperbolehkan pulang oleh dokter.
Segala sesuatu dipersiapkan dua ibu negara dengan antusias.
Kamar dahulu Queen ketika kecil telah di rubah total dengan mengganti seluruh perabotannya. Juga di setiap dinding akan di pasangkan pegangan untuk jadi panduan Queen menentukan arah di dalam kamarnya.
Barang-barang yang sekiranya berbahaya bagi Queen untuk sementara di singkirkan. Segala vas bunga diatas meja, bingkai foto di lemari kecil pun disingkirkan karena bisa saja jatuh dan melukai Queen.
Queen sudah berada di dalam mobil yang berisi Marvin, Kania dan AL. Kerena memang hanya mereka bertiga saja yang menjemput Queen di rumah sakit. Sedangkan keluarga yang lainnya menunggu di rumah sambil menyiapkan keperluan Queen.
Di dalam mobil,
Queen melihat ke arah luar jendela, meskipun penglihatannya masih terlihat buram namun tak lekas membuat Queen bersedih bahkan selalu menyemangati dirinya untuk selalu berpikiran positif.
Marvin melihat Queen yang duduk di sebelahnya sedang melamun.
Diambilnya tangan kanan Queen dan di genggam oleh Marvin.
Genggaman tangan yang di lakukan Marvin, menyadarkan Queen dari lamunannya.
"Lagi mikirin apa heum?"
Queen menggeleng.
"Enggak mikir apa-apa sih kak. Cuma gak sabar aja buat ketemu Kakek dan lainnya kak."
Queen dan Marvin dari hari ke hari semakin bertambah dekat.
Bahkan Marvin selalu memberikan perhatian lebih kepada Queen.
Queen sendiripun tidak bodoh, dirinya tahu jika Marvin memiliki perasaan yang lebih kepadanya. Namun Queen merasa rendah diri dengan keadaan penglihatannya yang tak kunjung membaik. Marvin dengan terang-terangan mengungkapkan perasaannya kepada Queen. Sehingga yang pada awalnya Queen membangun tembok pertahanan pada perasaannya lama kelamaan tembok itu luruh secara perlahan. Ketulusan dan perhatian yang di tunjukan oleh Marvin membuat Queen menyadari jika dirinya juga memiliki perasaan yang sama dengan Marvin. Namun Queen belum berani mengungkapkannya.
"Sebentar lagi juga kita sampai. Kamu ada yang mau di beli gak sebelum kita menuju ke rumah??"
Queen berpikir sebentar lalu menggeleng.
"Enggak ada kak. Mending kita langsung otw ke rumah saja. Kepala Queen terasa sedikit pusing kak."
"Kepala kamu pusing?? Apa kita balik ke rumah sakit aja, kalau memang keadaan kamu belum pulih benar Queen." Marvin panik saat mendengar Queen merasa pusing. Begitu juga dengan AL dan Kania yang berada di bangku depan.
"No, aku gak mau balik ke rumah sakit lagi." Tolak Queen dengan cepat.
"Tapi kan kamu pusing lagi Cha. Kita balik aja ya."
"Gak mau. Queen tuh bosen di rumah sakit terus Dino. Cuma tiduran enggak boleh kemana-mana."
"Ya kan kamu lagi sakit waktu itu Cha. Lagi pemulihan juga kan."
"Ingetkan tadi dokter Steven kasih pesan jika kepala terasa pusing lagi di suruh kembali ke rumah sakit."
Queen menggeleng dengan brutal. Hal tersebut membuat Marvin menghela nafas perlahan melihat kekeraskepalaan Queen.
"Okey kita enggak ke rumah sakit lagi. Tapi ada syaratnya."
"Bang!!"
"Kak!!"
AL dan Kania berseru protes. Marvin tidak menggubris karena fokusnya saat ini kepada Queen.
"Kenapa pakai syarat segala sih kak?"
"Terima atau tidak??"
"Ishhh kok gitu."
"Semua demi kebaikan kamu Queen."
"Ishhh" Queen cemberut.
Marvin yang melihat Queen cemberut merasa gemas.
Ingin rasanya dirinya mengecup bibir mungil milik Queen.
"Jadi gimana?"
"Iya deh Queen terima syaratnya."
"Good girl." Marvin mengelus puncak kepala Queen.
"Syaratnya apa??"
"Nanti kakak kasih tahu kalau kita sudah sampai di rumah. Sekarang kamu istirahat dulu, sini rebahkan kepala kamu di paha kakak."
"Apa tidak merepotkan?"
"Sama sekali tidak."
Queen pun menurut ucapan Marvin dengan merebahkan kepalanya karena memang kepalanya semakin bertambah sakit.
Interaksi keduanya membuat AL dan Kania gemas sendiri.
Tadi sewaktu Queen berkata kepalanya kembali pusing sebenarnya Kania sedang berkirim pesan dengan Mama Zailine.
Tentu saja Kania melaporkan apa yang dirasakan Queen kepada Mama Zailine
MAMAH ZAILINE : sudah sampai mana sayang??
KANIA : ini sudah dekat kok mah, cuma kita lagi berhenti. Soalnya Queen barusan bilang kalau kepalanya pusing mah.
Drrttt....drrrttt..
Ponsel Kania berdering, tertera nama pemanggil 'Mama Zailine'.
Sebelum mengangkat telepon, Kania menoleh ke arah belakang nya untuk melihat apakah Queen sudah tertidur.
Ternyata Queen sudah tertidur pulas dengan kepala Queen di elus oleh Marvin.
"Halo Ma" sapa Kania menjawab panggilan telepon.
"Kalian dimana?? Keadaan Queen bagaimana nak??"
"Ini kami lagi berhenti di supermarket dekat perumahan, Ma."
"Sekarang lagi tidur ,Ma. Tadi kak Marvin yang meminta Queen untuk istirahat."
"Tapi Queen gak papa kan nak?? Kalian bawa lagi aja Queen ke rumah sakit nak."
"Queennya enggak mau, Ma."
Terdengar helaan nafas dari seberang telepon.
"Anak bandel itu. Ya sudah kalian cepat pulang biar Queen bisa lebih cepat istirahat."
"Iya Ma"
***
Mansion Pratama
Mama Zailine memutuskan panggilan telepon, lalu menghela nafas.
Papa Mahendra yang duduk di sebelah Mama Zailine menatap heran istri nya tersebut.
"Kenapa neng? Kamu kok menghela nafas gitu."
"Ini tadi Kania kasih tahu mama kalau Princess kepalanya pusing lagi. Tapi Queen tidak mau kembali ke rumah sakit lagi."
"Anakmu itu, Mas dari kecil selalu tantrum kalau berhubungan dengan rumah sakit."
Papa Mahendra merangkul bahu Mama Zailine.
"Putri kita sayang. Mirip kamu banget neng, dari dulu kan juga kamu enggak suka sama yang berbau rumah sakit kan. Oiya kamar princess sudah beres kan??"
"Tentu saja sudah. Aku dan mbak Priscillia yang menyiapkan semuanya. Bahkan pegangan di dalam kamar juga sudah terpasang. Tapi untuk pegangan di luar kamar belum selesai pemasangannya Mas."
Papah Mahendra mengangguk.
"Pegangan untuk di luar kamar bisa bertahap dipasangnya. Kalau bisa yang di sekitar kamar Queen sudah terpasang saja."
"Sudah kalau itu. Ya sudah Mama mau ke dapur dulu ya Pa."
"Loh loh mau ngapain sih Neng."
"Lah mama kan mau nyiapin makan siang, Pa.lihat tuh sudah jam berapa?" Mama Zailine menunjuk jam dinding.
"Papa bantu ya." Papa Mahendra memberi tawaran untuk membantu.
"No no kamu disini aja. Nanti yang ada aku masaknya gak kelar-kelar."
"Kamu mah bukannya bantuin tapi ngerusuh di dapur malah buat dapurku berantakan."
Papa Mahendra terkekeh karena memang itu yang sering terjadi jika dirinya membantu sang istri memasak.
Walaupun kemampuan memasak dirinya lebih dari sang istri, Mahendra tidak pernah sekalipun mencacat hasil masakan sang istri. Justru dirinya sangat bersyukur karena sang istri dari awal menikah mau belajar memasak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
inayah machmud
keluarga harmonis 🥰
2024-05-30
2
nacho
😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘
2024-05-29
1