Alan yang memperhatikan semua dari depan pintu Uks hanya bisa menatap tidak suka. Entah apa yang membuat dia tidak suka pada Dikta, yang pasti sedari awal bertemu dengan Dikta, Alan memang tidak begitu menyukainya.
Alan memasukan kembali plaster kompres demam yang sengaja dia belikan untuk meredakan rasa sakit di kepala Hannah ke dalam saku hoodie nya.
Alan yakin kepala tu bocah pasti benjol saat ini akibat karena terkena bola basket tadi.
Sedikit bodoh memang ide nya Alan, entah dari mana ia mendapatkan ide se-absurd itu tapi ambil positif nya saja, ya paling tidak Alan berniat baik pada Hannah.
Karena merasa dirinya tidak dibutuhkan di sana, Alan pun memutuskan untuk pergi. Ada hal penting lain saat ini yang harus Alan lakukan.
***
Satu jam kemudian, saat Hannah masih di UKS dan Dikta pun masih berada di sana untuk menemaninya, sebuah pesan dari wali kelas mereka masuk ke group kelas. Sebuah pesan yang sebelumnya ternyata masuk ke nomor pribadi Hannah.
"Hannah? Kamu sudah baca pesan dari buk Ernita?" Tanya Dikta yang masih memegang hape nya.
"Belum, memangnya ada apa?" Tanya Andhine yang berada di tubuh Hannah yang sibuk menekan- nekan pelan benjolan di dahinya.
"Nih baca." Dikta menyodorkan hapenya ke teman barunya itu agar teman barunya itu bisa membaca pesan dari buk Ernita.
"Selamat ya!"
"Loh kok bisa?" Andhine bukannya menanggapi ucapan Dikta, dia malah keheranan mengapa skorsnya bisa dicabut.
"Ya ampun gemesin banget sih nih anak!!" Seru Dikta dalam hati lalu melipat tangannya dan tersenyum memandangi tingkah Hannah.
"Dimana- mana ya, orang tu bakalan senang kali non!! kalau skorsnya dicabut. Lah kamu malah keheranan." Dikta geleng- geleng kecil sambil tertawa.
"Bukan gitu masalahnya Dik- eh maksud gue Dikta." Ralat Andhine cepat. Dia teringat akan Alan yang tidak suka nam nya di panggil Lan. Ya kali aja Dikta juga gak suka dipanggil Dik. Secara -Hmm bunyi DIk memang sedikit aneh di telinga.
"Kamu panggil aku Ta or Tata aja. Jangan Dik ya, makna agak lain gitu." Dikta melurus panggilan mana yang bagus untuk dirinya.
"Sorry. Kebiasan motong nama orang di seenak jidat."Jawab Andhine asal.
"Tapi kok bisa ya Skors gue dicabut?" Andhine membaca ulang baik- baik pengumuman yang wali kelasnya berikan di grup.
Tapi ya itu, tidak ada yang salah dengan pengumuman itu. Di sana benar kok tertulis bahwa skors Hannah resmi dicabut dan Hannah dapat kembali belajar seperti biasanya pertanggal hari ini.
"Kok bisa ya? Apa jangan - jangan ini adalah perbuatan Alan? Tapi tidak mungkin? Umph! Gue harus mencari tu anak!" Andhine pun buru- buru turun dari tempat tidur UKS.
"Eh! Kamu mau ke mana?" Tanya Dikta kaget karena Andhine yang tiba - tiba seperti ingin pergi.
"Aku mau cari Alan." Jawab Andhine sambil memasang topi hoodienya ke kepalanya. Lalu setengah berlari meninggalkan Dikta.
DIkta langsung garuk- garuk kepala. Seumur hidup, ini baru pertama kalinya dalam sejarah hidupnya, Dikta ditinggalin oleh cewek. Selama ini, dialah yang selalu ninggalin cewek.
Dikta menatap lurus ke punggung Hannah yang mulai tidak kelihatan lagi dari tempat ia duduk kini. "Gadis yang menarik. Mungil, imut dan tidak tertebak. Aku kira dia hanya seorang gadis kecil korban bullying anak- anak di kelas. Tapi saat aku berinteraksi dengannya aku sama sekali tidak meresakan kalau dia selemah itu." Gumam Dikta.
Sama halnya dengan Alan, Dikta pun sebenarnya melihat apa yang terjadi pada Hannah pada saat mereka datang ke sekolah itu untuk pertama kalinya.
Beda nya, Alan merekam kejadian itu dari awal. Sedangkan Dikta tidak. Dia hanya memperhatikan bagaimana ciwi- ciwi itu mengerjai Hannah.
Itulah mengapa Dikta merasa kasihan pada Hannah tadi. Dalam pikiran DIkta sungguh malang nasib teman kecilnya ini. Sudahlah menjadi korban keisengan teman sekelasnya sampai kena skors, eh ditambah lagi kena lemparan bola Dikta.
Tapi siapa sangka setelah bicara panjang kali lebar dengan Hannah, Dikta malah menangkap sosok Hannah tidaklah selemah yang dia kira.
"Menarik." Hanya satu kata itu yang terucap dari mulut Dikta, kemudian dia pun meninggalkan ruang UKS untuk kembali ke kelas.
Sesampainya di kelas, DIkta mendapati anak- anak sekelas pada heboh. Heboh karena skors yang diberikan pada Hannah telah di cabut.
Dikta menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu masuk kelas. Dia ingin tahu apa yang membuat teman- teman sekelasnya seheboh itu.
"Kok bisa gini sih, Karina?"
"Hoh Oh nih! Kok bisa gini? Bukannya si Hannah harusnya masih lama masa Skors nya? Kok cuma dua hari gini? Kalau gini bagaimana dong dengan taruhan kita sekelas? Ini siapa yang menang? Wong waktu itu kita tentang Hannah di Skors atau tidak. Nah kalau kejadiannya seperti ini siapa yang menang?" Celetuk salah seorang teman sekelas Karina.
"Benar Karina."
"Benar!"
Anak- anak di kelas jadi riuh tidak karuan.
"Udah! Diam kalian semua! Ntar uang kalian semua gue balikin! Kirimin nomor rekening kalian, gue transfer sekarang juga! Gitu aja ribut!" Teriak Karina bete.
"Jadi mereka semua memang sudah kompakan menjebak Hannah? Astaga! Teman seperti apa mereka ini semua?" Batin Dikta, geleng- geleng kepala dan masih berdiri di dekat pintu masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Ds Phone
jahat neraka semua
2025-01-16
0
Emak Aisyah
yang pasti 1 kelas isinya Dajjal semua
2024-05-21
1
THE END.MD
yang pasti teman gak da akhlak lah
2024-05-17
1