Erika setia menunggu Murni yang belum juga sadar, "Ma?? bangun dong.!! sampai kapan mama tidur terus?" ucap Erika lembut dengan mata berkaca-kaca merapikan rambut Murni.
Erika begitu sedih melihat kondisi Murni bahkan Ia tak sempat menghubungi Keluarganya saking paniknya Ia akan keadaan Murni seolah-olah Ia tak punya Keluarga lain saja, kasih sayang keduanya begitu erat.
"Beb? kamu makan ya Beb?" bujuk Martin mengusap kepala Erika yang menggeleng kepalanya.
"aku akan makan kalau Mama udah bangun." jawabnya berkaca-kaca.
Martin menghela nafas, Ia merasa Erika begitu baik hati sampai Mama Mertua nya diperlakukan seperti ini pasti kedua Orangtua Martin akan sangat bahagia ketika tahu Gadis yang pada suatu saat nanti akan Ia nikahi ini.
Martin terus membujuk hingga Zaki tiba dan memohon Erika untuk makan terlebih dahulu sebab Zaki harus pulang karna anaknya tiba-tiba sakit dan tak ada yang menjaga Murni, walau sedih tapi Zaki harus membawa anaknya terlebih dahulu ke Rumah Sakit karna desakan serta tangisan Istrinya juga tak bisa Zaki abaikan. sebelum pergi Ia harus memastikan Erika makan terlebih dahulu.
Zaki akan kembali lagi setelah mengantarkan anaknya ke berobat.
"pergilah Pak..! saya akan menjaga Erika dengan baik. bawalah anak bapak ke Rumah Sakit." kata Martin.
Zaki ragu dengan perkataan Martin lalu melihat Erika mengangguk pun meminta Zaki pergi saja, bagaimana pun setiap Orang punya Keluarganya masing-masing, Erika tak suka Orang yang mementingkan Orang asing daripada darah kandung sendiri seperti Mark yang asik berbulan madu setelah perbuatan kejinya itu yang tak manusiawi, Erika benar-benar benci pada Mark.
Zaki pun segera pergi karna perkataan Erika benar adanya, Ia tak boleh menyesal seperti yang terjadi pada Mark nantinya.
"Martin?" panggil Erika lirih.
"Iya?" sahut Martin mendekat ke sisi Erika dan membawa tubuh Erika ke pelukannya.
"apa aku salah? aku salah sejak awal kan? seharusnya aku nggak memasuki Keluarga Mama, kalau begitu Mama nggak akan begini." isak tangis Erika penuh sesal.
Martin menggeleng kepalanya pelan, "enggak Ika..! kamu nggak bersalah, sejak awal Mark-lah yang bersalah..! seharusnya bukan dia anak Nyonya Murni, seandainya saja aku anaknya." kata Martin.
Erika memukul perut Martin yang mengaduh pelan, "kamu masih bisa bercanda?" kesal Erika yang membuat Martin nyengir.
"Mertuamu akan baik-baik aja, bentar lagi Bibimu tadi datang untuk gantian berjaga. kamu harus makan !" Ucap Martin serius.
Erika menoleh ke Murni dengan tatapan sedih dan Martin terus membujuk Erika supaya tak sakit karna Erika butuh tenaga ekstra untuk memukuli Mark sampai masuk ICU, Erika tak bisa menahan tawa nya dengan mata berkaca-kaca.
"seandainya aja kamu anaknya Mama, pasti hidup Mama nggak akan begini." ucapnya tersenyum miris.
"Heii? lalu Mama ku di kemana-in? aku juga nggak rela kalau Mamaku punya anak seperti Si Bodoh itu." protes Martin membuat Erika kembali memukul Martin yang tergelak pelan tanpa suara.
Erika terpaksa mendorong Martin keluar Ruangan Perawatan Murni, Pria Konyol ini akan terus membuatnya tertawa walau matanya sembab tak akan mempan menahan tawa jika Martin sudah berulah.
.
Pagi-pagi,
Erika tertidur dengan posisi tertunduk dan tiba-tiba terkejut mendengar suara bunyi alat yang menempel di jantung Murni menandakan tanda bahaya lalu sontak saja Erika melihat ke arah Murni yang terlihat kesakitan.
"Ma?? Mama??" panggil Erika.
Erika buru-buru menekan tombol darurat dan Suster serta Dokter Dexter buru-buru datang, Suster membawa Erika menjauh sedangkan Dokter dan yang lainnya berusaha menyelamatkan Murni.
"Maaa?? jangan tinggalkan Ika Ma??" teriak Erika memohon dengan tangis pilu nya seketika begitu takut Murni akan meninggalkannya.
Martin yang tidur di sofa terbangun langsung menghampiri Erika dan memegang bahu Erika yang hampir saja terjatuh ke lantai, Erika tak peduli keadaannya malah terus menangis membekap mulutnya melihat keadaan Murni yang begitu menyedihkan.
Mark akhirnya Tiba dengan nafas tersenggal-senggal tak jauh dari Erika berdiri.
alat detak jantung Murni berbunyi panjang menandakan detak jantung Murni sudah tak ada dan Dokter serta Suster memperlihatkan raut wajah penuh penyesalan, sebagai Dokter yang disebut tangan Tuhan tetap tak punya kuasa menyelamatkan nyawa Murni.
Erika langsung jatuh pingsan ketika Dokter Dexter menyatakan Murni sudah meninggal di jam dan waktu kini, Martin memeluk Erika yang tak sadarkan diri.
Mark terjatuh di lantai dengan Ekspresi syoknya yang tak terbendung, Ia tak menyangka Ibunya akan meninggalkannya dalam keadaan seperti ini.
"Ika?? Ika?? bangun Ika?? Ika?" panggil Martin khawatir menepuk-nepuk pipi Erika.
Mark meneteskan air matanya melihat alat-alat yang terpasang di tubuh Murni dilepaskan satu persatu, ketika kain hendak menutup wajah Murni.
"Tu--Tunggu?" lirih Mark segera berdiri sekuat tenaga dengan berjalan gontai dan begitu lemah melangkah kearah Murni.
"Tuan Mark? kenapa anda begitu terlambat? benarkah anda adalah anaknya? apa yang membuat Nyonya sampai begitu drop dan menyerah dengan hidupnya?" cecar Dokter Dexter yang ternyata mengenal Mark.
Mark tak mendengar ucapan Dexter hanya terus melangkah memegang pipi Murni yang wajahnya sangat pucat.
"Maa??" lirih Mark tak bisa membendung air matanya.
belakangan ini mereka memang selalu terlibat pertengkaran tapi Mark selalu pergi karna tak mau akan begini pada akhirnya, tak disangka Murni meninggalkannya begitu cepat padahal Mark belum meminta maaf pada Murni.
Para Suster dan Dokter Dexter pergi sedangkan Martin menggendong Erika keluar dari Ruangan itu dan membangunkan Erika dengan minyak kayu putih yang Ia minta dari beberapa perawat Rumah Sakit.
"ungghh!!" Erika tersadar dari pingsannya.
"Ika?" sapa Martin dengan khawatir.
Erika duduk dan air matanya tumpah, "a--aku bermimpi Mama meninggal, dimana Mama? mama dimana?" tanya Erika dengan panik.
Martin memasang ekspresi merasa bersalah, "kamu nggak mimpi Ika, Nyonya Murni memang...?"
"Cukup..!!" Erika memotong pembicaraan Martin sembari menutupi kedua telinganya seakan tak ingin mendengar kata-kata itu.
Martin memeluk Erika dengan erat, "kamu harus tabah Ika." lirih Martin mengelus punggung Erika yang lagi-lagi menangis kesakitan.
"Mama meninggalkanku? mama meninggalkanku? apa salahku? kenapa mama meninggal? nggak Bisa..! aku harus lihat Mama Martin." Erika bangkit dari baringannya dan berlari ke Ruangan ICU tadi.
Erika melihat Mark yang menangis memeluk Murni, mata nya memerah melihat Murni yang terbujur kaku. Ia tak peduli dengan kesedihan Mark yang jelas hatinya hancur akan kepergian Murni.
"Ma??" lirih Erika.
Mark mengangkat pandangannya dan matanya menyala seketika, "kau??" Mark berjalan mengitari tempat Murni terbaring.
"kau pembunuh..! pembunuh..! kau apakan Mamaku hah?" teriak Mark dengan berang.
Erika yang terpukul seketika beralih menatap tajam Mark langsung menampar keras pipi Mark hingga menoleh ke sisi kiri, tamparan Erika benar-benar kuat sampai terlihat tanda cap tangan nya disana walau tangannya bergetar akibat terlalu kuat memukul Mark.
"siapa yang kau sebut pembunuh hah?!!" maki Erika dengan tatapan marah dan penuh kebencian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sani Srimulyani
ga sadar apa kalo dialah pembunuh sebenarnya.
2024-05-27
0
imah
pembunuh treak pembunuh,,,,,si max minta diruqyah
2024-05-27
0
Tia Saputri
suka nih kalo dah bertengkar😄😈
2024-05-27
0