...-Selamat Membaca-...
Dengan senyum bangga, Pak Arif bangkit dari kursinya.
"Maafkan gangguannya, tapi saya tadinya memang ingin memperkenalkan seseorang," ucap Pak Arif dengan suara yang tenang tapi berwibawa, mencoba meredakan kebingungan yang melingkupi ruangan.
"Ini Sarah, putri saya satu-satunya. Dia akan bergabung dengan kita dalam proyek baru yang sedang kita bahas." Senyum hangat melintas di wajah Sarah, yang memberi salam kepada semua orang di ruangan.
Sebuah gelombang kejutan melanda ruangan. Pertanyaan dan bisikan mulai beredar di antara para eksekutif, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
Namun, moderator rapat dengan cepat mengambil alih situasi. "Selamat bergabung Sarah dan disilahkan jika ada yang perlu disampaikan," ucapnya, memotong kebingungan yang melanda ruangan.
Dengan senyum yang tetap terpahat di wajahnya, Sarah mulai memperkenalkan dirinya dan menjelaskan niatnya untuk bergabung dalam proyek baru yang sedang dibahas.
Para eksekutif, meskipun masih agak terkejut, mulai menerima kehadiran Sarah. Dengan sikap profesional dan saling menghormati, rapat berlanjut, dan Sarah mulai memberikan pandangan serta kontribusi yang berharga bagi proyek yang sedang dibahas.
Pak Arif tersenyum bangga melihat anak semata wayangnya kini sudah bisa dengan baik membangun relasi dan pandangan dalam rapat.
Sedangkan Sebastian segera kembali memusatkan perhatian pada agenda rapat yang sedang berlangsung. Meskipun kehadiran Sarah mungkin menarik perhatian tapi ia tetap fokus pada diskusi yang sedang berlangsung. Sementara para hadirin lainnya memperhatikan kejadian tersebut.
...****************...
Sebastian pulang larut malam lagi. Luna duduk di ruang tamu, menunggu dengan gelisah. Waktu terus berjalan, tetapi tak ada kabar dari suaminya. Setiap langkah yang terdengar di luar pintu membuat hatinya berdegup lebih cepat, tetapi ketika pintu akhirnya terbuka, Luna hanya melihat bayangan lelah Sebastian yang masuk.
Luna mencoba untuk tersenyum, tetapi matanya terlihat lelah. "Aku sudah menyiapkan makan malam," ujarnya pelan.
Sebastian mengangguk singkat. "Terima kasih, Luna. Tapi aku benar-benar lelah. Aku akan langsung ke tempat tidur," kata Sebastian dengan nada yang hambar.
Kata-kata itu terasa seperti pukulan di hati Luna. Dia berjuang untuk menahan air mata yang ingin keluar. "Sebastian, tunggu... Aku butuh bicara denganmu," ucapnya dengan suara gemetar.
Namun, Sebastian hanya menggeleng. "Bisa nanti saja? Aku benar-benar kelelahan sekarang."
"Tapi, aku..." ucapnya lagi, tetapi kata-katanya terputus.
Sebastian berhenti sejenak, melihat Luna dengan tatapan campuran antara kesal dan kelelahan. "Luna, aku tahu kau sedang kesal. Tetapi aku benar-benar butuh istirahat sekarang. Kita bisa bicara besok," ucapnya dengan nada yang dingin.
Luna menatap suaminya dengan mata penuh keputusasaan. "Kamu hanya bisa mengatakan bicara besok tapi nyatanya apa? Nggak ada kita bicara, Sebastian. Kapan kita akan benar-benar berbicara?" desahnya lirih.
Sebastian mendesah dalam hati. "Kamu tahu pekerjaanku sangat penting bagi kita berdua, Luna. Aku harus menyelesaikan tanggung jawabku," jawabnya dengan nada yang dingin.
Luna mengangguk dengan sedih. "Ya, Aku tahu," ujarnya, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
Ketika Sebastian masuk ke dalam kamar mandi, Luna tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia duduk di sofa dengan tubuh yang gemetar, tangisannya pecah dalam isak yang menyakitkan.
Hatinya terasa hampa, seperti ada yang hilang dari hidupnya. Luna duduk sendirian di ruang tamu yang sunyi, terdiam dalam kegelapan malam yang menyelimutinya.
Cahaya samar dari lampu ruangan hanya menyoroti bayangannya yang penuh kegelisahan. Matanya yang lelah memancarkan ketidakpastian dan ketakutan yang menyiksanya.
Luna merasa seperti berada di dalam badai emosi yang menghancurkan. Dia merenung tentang bagaimana Sebastian semakin jauh darinya, bagaimana dia selalu sibuk dengan pekerjaannya yang tak ada habisnya.
Dia merenung tentang bagaimana dia sering dibiarkan sendirian di rumah, menunggu dengan hati yang hancur karena kekecewaan.
Tangisnya pecah dalam isak yang menyayat hati.
Dia merenung tentang bagaimana cinta mereka perlahan-lahan memudar, bagaimana jarang sekali mereka berbicara dari hati ke hati, bagaimana jarak emosional semakin melebar di antara mereka.
Dan dalam keheningan malam, Luna bertanya-tanya apakah Sebastian masih mencintainya.
Dia merenung tentang bagaimana rasa cintanya masih membakar di dalam dirinya, meskipun segala kesulitan yang mereka alami. Tetapi, apakah Sebastian juga merasakan hal yang sama? Ataukah dia telah melupakan perasaannya yang terabaikan?
Air mata Luna mengalir deras, menciptakan sungai keputusasaan di pipinya. Dia merenung tentang masa depan mereka yang tidak pasti, tentang bagaimana mereka dapat menemukan kembali cinta yang telah hilang di antara kegelapan yang menyelimuti rumah tangga mereka.
......................
...Sampai jumpa di part selanjutnya guys 😋...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
afwatun nikmah
semangat luna,kalau sudah g kuat lepas ja...
2024-07-10
0
selena d'flonce
sedih banget jadi Luna, wanita mana yang ga sakit hati digituin sama suaminya?🥹
2024-07-02
0