Lebih Dari Dia

Lebih Dari Dia

Untuk Mendapatkannya

"Kesempatan terakhir. Jadi milikku atau aku akan mendapatkanmu dengan caraku?"

Bianca Anulika(25thn) mengernyitkan dahi membaca pesan WA dari seorang teman bernama Leo Evano. "Umurnya sudah dua puluh enam, tapi candaannya seperti anak baru puber," gerutu Bianca, perhatiannya buyar ketika masuk lebih banyak pesan dari orang yang sama.

"Aku sangat marah setiap kali mengingat dia membuatmu menangis malam itu. Aku tak bisa memaafkannya."

"Bisa kita bertemu?"

"Tidak, aku pikir aku akan memberitahu Gavin. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."

Bianca membalas pesan itu, "Terima kasih karena kau sangat mengkhawatirkan aku, tapi aku baik-bak saja. Aku dan Gavin sudah tidak bertengkar." Bianca menjawab seadanya karena tidak ingin ambil pusing. Leo tidak membalas, tapi meninggalkan pesan dalam keadaan terbaca. Jadi, Bianca anggap masalahnya telah selesai.

Omong-omong Leo adalah teman Gavin. Mereka sama-sama berusia 26tahun dan Bianca baru mengenalnya satu tahun, tiga bulan yang lalu dan semenjak mereka saling mengenal, Leo dan Gavin menjadi sahabat. "Seharusnya aku tidak banyak bicara ..." gumam Bianca, cemas, meski begitu mengabaikan pesan Leo untuk melayani pelanggan yang berniat memesan kopi.

Jam menunjuk pukul 12.04 dan hari ini adalah sabtu. Bianca bekerja di cafe keluarga dan Gavin adalah suaminya. Setelah 4 tahun lamanya bersama, mereka memutuskan untuk menikah tiga bulan lalu dan itu adalah keputusan terbaik dalam hidup Bianca. Dia bisa melayani pelanggan dengan senyuman tulus nan indah berkat wajah Gavin di dalam otaknya.

"Terima kasih. Silahkan tunggu sebentar." Bianca menghampiri mesin pembuat kopi tak jauh di belakang kasir, tapi hp yang berdering menyita perhatiannya. "Tolong gantikan aku sebentar," pintanya pada seorang pekerja perempuan yang lewat.

Perempuan itu mengganguk patuh dan Bianca pergi setelah diambil alih tempatnya. Bianca memasuki kamar mandi sebelum mengangkat telepon. "Gavin, ada apa?" sapanya terlebih dahulu.

"Aku hanya ingin tahu apa Leo menghubungimu?" Pertanyaan dari seberang sana tidak langsung Bianca jawab, dia terdiam entah untuk alasan apa. Gavin melanjutkan, "Leo ingin bertemu denganku. Kau tahu restoran di dekat pantai yang selalu dia katakan? Dia selalu mengajak kita ke sana tapi belum sekalipun kita pergi." Gavin terkekeh sebelum kembali pada point pembicaraan, "katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan."

"Begitu ...?" Nama Leo membuat Bianca mengingat pesan-pesan sebelumnya. "Uhm ... mungkin sebaiknya kau tidak pergi." Bianca merasa tidak nyaman entah mengapa, dia berlasan, "maksudku, kau tengah bekerja."

"Aku pikir aku akan pergi." Itu pilihan Gavin. "Dia terdengar sangat serius dan aku cukup penasaran." Karena mereka adalah teman baik, Gavin mencemaskan sesuatu yang buruk menimpa Leo.

"Begitu ..." panggilan terputus setelahnya, entah mengapa membuat Bianca merasa cemas. Dia mengirim pesan ke Leo.

"Leo, kau baik-baik saja?"

Kali ini dibalas olehnya, tapi hanya dengan sebiji emot senyum.

Bianca menghela nafas geram. "Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi ini sangat mengganguku. Maksudku, Leo terlalu kaya untuk tidak baik-baik saja dan ini bukan hari ulang tahun siapa pun." Rasanya tidak masuk akal bila pria dewasa itu tiba-tiba membuat lelucon bodoh.

Setelah sakit kepala menimbang-nimbang, Bianca memutuskan untuk pergi ke tempat yang Gavin singgung. Bianca masih binggung, tapi bergabung untuk tahu apa yang akan terjadi terdengar seperti solusi.

Dia menggenakan kemeja putih di balik hoddie bewarna peach dan celana jeans hitam, tiba di pantai yang Gavin singgung setelah satu jam menggunakan motor.

Karena masih tengah hari, tempat itu sepi dari pengunjung. Rasanya seperti tidak ada siapa pun selain dirinya sendiri. Panas matahari di atas kepala menyengat kulit tapi Bianca nyaman di bawah hoddie bigsize nya. Karena motor hanya bisa sampai di area parkiran, dia meninggalkannya dan berjalan menyusuri pinggir pantai.

Silau matahari menyakiti mata, Bianca sedikit menunduk guna menghindari cahaya. Rumah kayu yang Leo singgung mulai kelihatan meski masih jauh di depan. Bianca berhenti karena tak sengaja mendengar suara kerikil beradu dengan pasir di belakangnya.

Bianca diam sejenak, matanya melirik-lirik sebelum memutuskan untuk berbalik. Dia memejam mata dikala helaan nafas mengalun menyadari keberadaan pria yang tidak lagi asing. Leo. Dia memegang botol mineral di tangan kanan dan tangan kirinya memegang payung bewarna biru, memayungi diri sendiri.

"Kau menakutiku," kata Bianca sebelum berjalan mendekat. Leo berbagi payung. Bianca menyibak hoddie dari kepalanya sebelum berbicara, "kau baik-baik saja? Apa maksud dari pesan yang kau kirim? Dan apa maksudmu ingin memberitahu Gavin? Apa yang ingin kau katakan padanya?" Pertanyaan Bianca terlalu banyak. Dia mencari jawaban dari wajah datar Leo.

Leo tidak memberi jawaban, malah mengalihkan pembicaraan. "Bisa bantu aku pegang payung sebentar?" Bianca mengernyitkan dahi, meski begitu mengambil alih payung yang disodorkan. Besar payung itu sedikit berat, Bianca menatap ke atas sebentar sebelum kembali pada Leo yang membuka tutup air mineral. Dia meminumnya dan tiba-tiba menarik tengkuk Bianca.

Mata Bianca terbelalak. Tubuhnya oleng dan payung terjatuh dari tangannya ketika bibir mereka menyatu. Leo menekan kedua pipi Bianca untuk membuatnya membuka mulut. Dia memindahkan air dari mulutnya ke dalam mulut Bianca tanpa memberi kesempatan agar Bianca bisa memuntahkannya.

Bianca merontak tapi Leo memeganginya erat. Leo menekan hidung Bianca, membuatnya tidak bisa bernafas. Mau tidak mau Bianca menelan semua cairan itu dan Leo pun melepaskannya.

Perempuan itu terjatuh seketika. Dia menutup mulutnya menggunakan punggung tangan dan terbatuk-batuk.

"Ada apa denganmu!" amarah Bianca meledak setelah dia meraup oksigen. Dia berdiri dan menatap tajam ke arah sang pelaku yang hanya diam dan tidak menunjukkan reaksi. "Itu sama sekali tidak lucu!" Bianca memilih mengabaikan Leo dan pergi ke restoran yang dia lihat sebelumnya dengan niat membersihkan mulut.

Leo tak pernah begitu sebelumnya. Sedari awal mengenalnya, dia adalah pria baik bahkan terkesan sedikit pemalu. Bianca hampir tidak bisa mempercayai apa yang terjadi bahkan ketika hal itu terjadi langsung padanya. "Dia sudah gila!"

Namun, mengapa tiba-tiba rasanya gerah? Bianca berhenti melangkah, tidak tahu bahwa Leo di belakangnya melakukan hal yang sama. Dia masih sama tenangnya seperti tadi. Berdiri tegap, nyaman di bawah payung besar yang melindunginya dari sinar matahari.

"Mengapa rasanya semakin panas?" Sebelumnya Bianca tidak terganggu tapi panas yang ia rasakan terasa berbeda. Dia mengipas wajah yang memerah menggunakan tangan hingga akhirnya menanggalkan hoddie karena tidak kuat dibuat gerah yang seolah membakar tubuh. Bianca kembali berjalan, tak sengaja menjatuhkan hoddie ke atas pasir.

Leo mengikuti setiap langkah Bianca dalam jarak dua meter. Matanya tidak satu detik pun lepas dari perempuan itu.

TO BE CONTINUE.

Terpopuler

Comments

Masdi Masdi

Masdi Masdi

hai,,,salam kenal kak... rajin² update ya kak,agar kita GX lupa alur ceritanya.... sampai disini cerita nya bagus banget. AQ suka.🥰🥰🥰🥰🥰🥰

2024-06-06

1

Bening

Bening

bagus banget

2024-06-05

0

Kravei

Kravei

Hi, salam kenal, Kak🥰

2024-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!