Siang itu dilalui Sita dan Arini melepas rindu. Sudah berbulan-bulan mereka tidak bertemu. Tapi disayangkan, Zia tidak turut hadir dalam keberadaan mereka. Karena semenjak hamil Raka melarangnya agar tidak untuk keluar rumah.
Selain melepas rindu Sita juga menceritakan semua kejadian yang menimpanya, termasuk rencana menikah dengan Erick.
Arini tampak antusias mendengar cerita tentang pernikahan yang hanya sebatas pura-pura itu.
“Terus, gimana? Aku penasaran deh, dengan lelaki itu. Pasti dia lelaki jelek, kumel, tidak laku, kalau nggak mana mau dia sama kamu.”
Sita tertawa terbahak-bahak mendengar kata Arini. Rasanya tidak ada salahnya juga sih kalau dia ikut sedikit menjelekkan Erick. Lagi pula tidak ada orangnya di tempat itu.
“Iya, dia lelaki jelek. Enggak laku dan dia juga gendut, hitam. Lagi pula aku hanya menikah pura-pura dengannya buat apa membutuhkan ketampanan.” Sita terkikik dengan perkataannya sendiri.
“Kamu serius?” tanya Arini memastikan.
.
Eheem ... Eheem!
Saat Sita akan menjawab tiba-tiba ia mendengar suara deheman dari kursi arah belakangnya. Ia pun segera menoleh, dan, dan, dan astaga!
Erick berada di sana. Sita menepuk dahinya sebagai bukti menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa bisa sebodoh ini sih? Ingin rasanya Sita menenggelamkan tubuhnya saat ini ke dasar tanah.
Sedangkan Arini tampak bingung ada apa dengan sahabatnya itu. Kenapa setelah melihat lelaki tampan yang duduk berada di belakangnya tiba-tiba wajah Sita tiba-tiba menjadi pucat.
Wajah Sita tampak kaku, tapi ia berusaha menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa sehingga membentuk guratan senyum terpaksa.
Sedangkan Erick berwajah dingin menatap Sita seolah menyimpan seribu tanda tanya. Lelaki itu tidak menyapa atau juga tidak tersenyum.
“Tuan.” Sita masih memasang senyum simpul. Wajahnya menjadi pucat pasi.
“Tuan?” tanya Arini menyimpan kebingungan luar biasa.
Ada apa ini? Ada apa dengan mereka berdua? Apa mereka saling mengenal?
“Sita, apa kamu bisa jelaskan? Siapa dia? Dan, kau memanggil ‘tuan?”
Sita menyenggol lengan Arini yang duduk di sebelahnya. Dengan berbicara mendesis mengatupkan gigi ia berkata, “Dia adalah orang yang kita bicarakan dari tadi itu, Rin.”
“Hah!” Mata Arini membulat karena terkejut Sita segera membungkam mulutnya karena bersuara begitu kencang.
“Jadi, dia adalah calon suami pura-puramu?” lirih Arini.
Sita mengangguk membenarkan.
Wajah Arini seketika menjadi kaku mengikuti jejak Sita. Ia menarik kedua sudut bibirnya menunjukkan deretan gigi membentuk senyum terpaksa karena pura-pura. Ia menyapa dengan menunduk samar sebagai tanda sapaan.
Sedangkan Erick hanya memandang sinis. Pantas saja dia begitu, bagaimana seseorang eh, dua orang menjelekkan fisiknya dengan bahagia. Sedangkan dia yang mempunyai fisik tampan berada di sana. Sangat bertolak belakang tidak seperti yang Sita dan Arini katakan.
Erick pun berdiri dan berjalan ke arah mereka dan duduk di kursi hadapan dua orang perempuan yang kaku itu.
Erick mendekat bersedekap dengan wajah santai. “Kalian tau, tidak? mengejek/menghina dengan mengomentari fisik (bentuk tubuh maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang, masuk dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE memang menyebut bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.”
Mendengar penjelasan Erick seketika mulut Arini dan Sita menganga mata mereka saling menatap mengutuk atas perkataan yang baru saja mereka katakan tentang Erick. Rasanya ingin mereka menekan tombol pause lalu mengulangi perkataan mereka dengan benar.
“Kalian kenapa diam?” tanya Erick berdehem ia terkikik di balik kepalan kedua tangannya yang sebagai penutup.
“Maafkan, kami Tuan. Kami tidak bermaksud—”
Erick menaikkan sebelah alisnya tangannya bersedekap bersandar menatap dua orang perempuan yang berwajah pucat itu dengan tatapan dingin.
Tiba-tiba Arini berdiri ia ingin memainkan drama. Mengumpulkan seluruh kepercayaan diri merapikan pakaian lalu berjalan ke arah Erick.
“Tuan, lihat kondisiku. Aku sedang hamil tua, tidak baik kalau Anda memarahiku karena hal yang tidak aku tahu. Lagi pula aku tidak tahu bagaimana fisik anda yang sebenarnya Sitalah yang tau.” Arini menyatukan ke dua tangannya dan menunduk. “Aku mohon maafkan aku tuan. Maafkan aku ....” Arini memainkan sandiwara dengan lihai matanya mengedip sebelah kepada Sita.
Sita seketika membulatkan mata entah berapa kali ia membulatkan mata dalam siang ini.
“Baiklah, aku maafkan kamu, Nona.” Erick tersenyum.
Arini seketika tersenyum merekah senang karena ia bisa pergi secepatnya dari sana. “Terima kasih, Tuan ... terima kasih ....” Sebelum pergi ia menjulurkan lidah pada Sita lalu tanpa permisi menghilang dari sana.
Sita meraih tasnya akan mengikuti jejak Arini pergi dari sana karena Erick sudah memaafkan Arini, sudah pasti ia pasti juga sudah ter maafkan.
Saat ia sudah beranjak dan akan melangkah pergi, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Erick sehingga langkahnya tertahan.
Erick berwajah dingin mengusap-usap punggung tangan Sita sehingga membuat sang pemilik tangan merasakan hal aneh dalam dirinya.
Pipi Sita tiba-tiba memanas dan menjadi bersemu merah ia merasakan getaran menjalar dalam tubuhnya tidak pernah ia rasakan sebelumnya saat dengan siapa pun.
Sebelum terbuai ia segara menarik tangannya dari genggaman Erick, tapi tidak berhasil karena lelaki itu menahan dengan kuat.
“Lepaskan aku, Tuan,” desisnya karena jika bersuara nyaring akan membuat pengunjung lainnya memperhatikannya.
“Kenapa buru-buru?” ucap Erick santai menggiring tangan Sita duduk kursi di sebelahnya. “Duduk!”
Sita berwajah kaku itu duduk menurut seperti anak kecil.
“Aku maafkan temanmu karena dia hamil. Tapi ... aku belum maafkan kamu,” ucap Erick.
Sita menaikkan pandangannya menatap mata Erick yang dingin tapi mengancam itu. “Kenapa?” tanyanya.
“Masih tanya kenapa.” Erick menyeringai geli dengan pertanyaan Sita. “Kamu akan kumaafkan, tapi ... ada satu syarat.”
“Apa?”
“Kamu harus minta maaf, seperti yang temanmu tadi lakukan. Dan satu lagi kamu harus mentraktir makan siang aku selama sebulan.”
“Hah?!” Sita membelalakkan mata seperti hampir-hampir bola matanya keluar dari kelopak.
Mentraktir? Astaga. Bahkan Sita harus hidup berhemat selama berbulan-bulan ini. Kalau dia harus mentraktir Erick selama sebulan bagaimana bisa ia mengirim uang untuk adiknya.
“Kalau aku menolak bagaimana, Tuan?”
“Kalau kamu menolak aku akan laporkan polisi,” ucap Erick santai.
“Apa polisi?” Sita
Erick mengangguk. “Iya, benar polisi dengan tuduhan tadi yang aku sebutkan, kamu tau kan? Kalau dendanya bisa mencapai 750 juta.” Melihat raut wajah Sita yang tertekan membuat Erick menyeringai.
Bagai mana pun dia tidak akan tega berbuat seperti itu pada Sita. Erick hanya mencari kesempatan untuk menggoda Sita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Khuriyatun Khasannah
😂😂😂😂sita apes deh
2021-02-23
0
Bibit Iriati
🤭🤭😀😀😍😍😍😍
2021-02-15
0
Taz Kia
Sepertinya mereke berdua udah ada rasa tpi msih pda gengsi
2021-02-06
0