Sita merasa mulai merasakan sinyal lapar dari dalam perutnya. Ia segera bergegas menuju restoran yang terletak tidak jauh dari tempat itu.
Sesampainya di dalam restoran Sita memesan makanan pada salah satu pelayan. Dan setelah memesan makanan ia merapatkan duduknya dan tidak ia duga ternyata melihat Arini sedang memainkan ponsel setelah makan.
Sita segera berdiri dia tidak mau kehilangan jejak temanya itu lagi. Dengan menenteng tasnya ia segera menghampiri Arini.
“Arini!” Sapanya tampak canggung karena mereka lama tidak bertemu. Arini mencondongkan tubuhnya supaya perutnya tidak terlihat karena terhalang oleh meja.
“Enggak perlu kamu tutup-tutupi Arini. Aku sudah tahu.” Sita menatap tajam ke arah Arini sebagai rasa protesnya karena selama ini dia tidak diberi kabar sama sekali.
“Maksudnya?” tanya Arini seolah bingung dengan ucapan Sita.
“Siapa ayah dari anak ini.” Sita menunjuk perut Arini yang tampak disembunyikan.
Arini diam. Kebenaran ini memang pahit, selama ini dia menyembunyikan kehamilannya pada sanak keluarga dan para temannya. Tetapi selama delapan bulan berada di rumah membuatnya suntuk. Ia keluar untuk membeli pakaian untuk calon anaknya nanti. Tapi tiba-tiba setelah berbelanja ia merasakan lapar.
Arini segera bergegas ke restoran untuk memesan makanan. Dan ternyata setelahnya mendengar Sita memanggil.
“Arin, apa kau tidak mau menjawab.” Pertanyaanku?” tanya Sita dengan tegas.
“A—aku hem ... Aku.” Arini bingung dengan jawabannya sendiri.
Sedangkan netra Sita menatap bibir Arini berharap kata-kata keluar dari sana. “Apa?”
“Anak—ini.” Arini memegangi perutnya sedangkan mata berkaca-kaca air mata hampir membasahi pelupuknya.
Melihat temannya seperti kehilangan arah Sita merasa iba. Ia ingin menenangkan Arini, ia ingin temannya itu menganggap kalau dia selalu ada untuknya. Sita meraih tangan Arini memberi dukungan menatap mata Arini yang sedang menunduk.
“Ceritakan semua, Rin. Aku ada di sini, kamu masih ingat bukan. Kita teman dari dulu.”
Arini merasa sedikit tenang setelah Sita berucap. “Ini semua mungkin karena karma dosa yang kulakukan pada Zia.” Ucapan Arini seketika membuat Sita menautkan kedua alisnya.
Sita bingung, apa hubungannya dengan Zia? Apa jangan-jangan?
Tiba-tiba Sita mengingat sesuatu kejadian beberapa bulan yang lalu. “Rin, katakan yang sebenarnya. Siapa ayah dari anak kamu?”
“Rio,” jawab Arini cepat.
Jawaban itu berhasil membuat Sita membungkam mulutnya sendiri karena terkejut. Sulit dipercaya kalau ternyata Arini sedang mengandung anak Rio. Bahkan yang diketahui Arini adalah perempuan yang sering berganti-ganti pasangan dalam hal ranjang.
Sita hampir-hampir tidak bisa berkata-kata lagi seolah kehabisan kata. Jawaban Arini satu nama yang membuatnya terkejut luar biasa. “Rio?” Ia seolah masih tidak percaya kalau Rio adalah ayah dari anak yang dikandung Arini.
“Bukankah kejadian kamu tidur dengan Rio itu sudah berlangsung lama. Sekarang kandunganmu baru berusia delapan bulan, Arini.” Sita tahu, kejadian itu sudah terjadi lama semenjak sebelum persahabatan antara Zia dan Arini benar-benar putus.
“Aku tidur dengannya lagi setelah dia frustrasi karena Raka menarik semua aset miliknya. Bahkan aku melayani dengan suka rela. Aku memang perempuan murahan, tidak mempunyai harga diri, tidak seperti kalian (Zia dan Sita).” Arini menyesali atas kebodohannya sendiri.
Sita tidak bisa berucap lagi hanya diam seribu bahasa. Bibirnya seolah terkunci dengan rapat. Bukan karena apa, tetapi dia memikirkan Arini dan anak yang ia kandung. Tetapi ia juga tidak bisa berucap lagi karena Rio akan bertunangan dengan Vita adik Raka. Sedangkan pernikahan akan dilakukan beberapa Minggu setelahnya.
“Pasti kamu enggak percaya denganku kan, Sita?” Arini membaca dari raut wajah Sita seperti tidak mempercayainya.
“Aku percaya, Rin. Tapi—aku—” Sita mengerjapkan mata. “Maksudku, aku khawatir dengan anakmu. Aku akan memberi tahu kamu, tapi ini memang akan sakit.” Sita merasa tidak tega dengan kalimat yang akan dia ucapkan.
“Rio—dia.” Sita menunduk menarik napas. “Rio sebentar lagi akan tunangan dan akan menikah dengan Vita, Rin.” Sita yakin setelah mendengar ini Arini pasti akan bersedih. Ia menaikkan pandangan untuk melihat ekspresi wajah Arini.
Tetapi, ternyata dugaannya salah. Kedua sudut bibir Arini justru menampilkan guratan senyum tipis. Sita bingung, mendengar berita itu kenapa Arini justru tersenyum?
“Rin, kamu sehat?” tanyanya memastikan kalau temanya itu dalam keadaan sehat tidak terpengaruh obat-obatan apa pun. Karena saat dia memberi kabar yang menurutnya akan membuat Arini sedih ternyata justru membuat temanya itu tersenyum.
“Aku sehat, Ta. Bahkan aku sudah tau tentang hari pertunangan Rio dan hari pernikahannya.” Arini menyesap jus dari sedotan di hadapannya.
Sita benar-benar kehabisan kata-kata untuk temanya itu. Ia tidak menyangka Arini berubah menjadi wanita setegar ini. “Apa Rio tau tentang kehamilanmu ini, Rin?” tanyanya memastikan.
Arini menggeleng dengan cepat. “Dia tidak tahu, dan jangan sampai tahu.” Ia mengulurkan tangan untuk meraih jemari Sita. “Sita, aku punya satu permintaan buat kamu.”
“Apa?”
“Aku ingin kamu jangan katakan pada Rio kalau aku sedang mengandung anaknya. Kehamilan ini biarlah kita berdua yang tau, jangan sampai ada yang tau kalau Rio adalah ayah dari anak ini. Kamu mau kan, Sita, membantuku merahasiakan ini semua?” Arini menatap Sita penuh dengan permohonan.
“Tapi kenapa?”
“Aku mengandung anaknya Rio, Sita. Tetapi aku tidak memiliki cintanya. Dia mencintai orang lain. Bukan aku.” Arini tersenyum meneduhkan berusaha tegar walaupun memilukan.
Sita tidak menyangka temannya yang selama ini dia kenal sebagai wanita yang bar-bar bisa berubah seratus derajat berbeda seperti yang lalu. Perempuan yang ada di hadapannya adalah perempuan yang rela memendam penderitaan untuk melihat kebahagiaan seorang yang dicintai.
“Tapi ... bagai mana dengan anakmu yang di kandungan? Dia butuh seorang bapak sebagai pahlawan. Apa sudah merasakan bagai mana besar tanpa kasih sayang seorang bapak. Aku punya ayah, tetapi dia terlalu sibuk dengan wanita mudanya.”
“Curhat ya, Sit?” canda Arini menertawakan temannya itu. Ia tidak mau terbawa
suasana haru biru. Hanya ingin menikmati masa kehamilan dengan hati bahagia.
“Baiklah adik manis ... mulai sekarang aunty akan ada untukmu. Menemani mama, sampai lahiran nanti.” Sita menunduk mengusap perut Arini penuh kasih sayang.
“Terus aunty sendiri kapan mau nikah? Biar dedek ada temanya main,” ucap Arini menirukan suara bayi seolah anaknya lah yang berbicara.
Sita menatap Arini tersenyum simpul. “Aku akan segera menikah, Rin.”
“Oh, ya? Dengan siapa?” tanya Arini dengan bahagia ia ingin tahu siapa sih lelaki yang bisa membuat Sita yang terkenal anti pacaran tiba-tiba berhasil mengajaknya menikah.
“Ceritanya panjang. Kamu pasti pusing kalau aku ceritakan di sini.”
Udah ya.. yang penasaran dengan kehamilan Arini.🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Windarti08
maaf Thor... aku agak bingung, cerita ini kan ada kaitannya dengan cerita yang lain, jadi bagusnya judul mana yang harus dibaca terlebih dahulu biar nyambung ceritanya🙏
2023-01-16
0
Komangparwati
dibab seblom nya aq bca arini lhirn ank nya dh gde saat ktmu sm rio,knpa skrng arini hmil lgi ...wadeehhh...
2021-11-05
0
Bibit Iriati
3 sahabat dg kisah perjalan hidup yg berbeda sita Zia n arini
2021-02-15
0