Sita membuka map itu membaca setiap hurufnya dengan detail. Ia tidak mau sedikit pun terjadi kesalahan pada surat kontrak itu. Lembar pertama berhasil lolos dari seleksinya, kini perempuan itu membaca lembar kedua.
Tanpa sepengetahuan Sita, Erick mencuri pandangan terhadap perempuan itu dengan rasa kagum. Ternyata dia selama ini tidak menyadari ada perempuan seperti Sita yang harusnya ia jadikan kekasih.
Dasar bodoh! Kenapa justru Erick malah menyukai Zia yang ternyata adalah istri dari Raka? Erick merasa konyol menggeleng tidak habis pikir dengan dirinya sendiri.
Setelah selesai membaca semua syarat dan peraturan, ada satu peraturan yang mengganjal di hati Sita yaitu, tentang mematuhi dan melayani Erick setiap saat kalau lelaki itu memerintahkan.
Apa maksud semua ini?
Sita akan mencoba bertanya pada Erick. Tetapi saat ia menutup map itu melihat Erick sedang bengong menatap ke arahnya. Sita melambai-lambaikan tangan di depan wajah Erick.
“Tuan, apa kau mendengarku?” tanyanya, membuat Erick mengerjapkan mata.
Erick pun mengerjapkan mata berulang kali. “Apa ada yang perlu ditanyakan, Sita?” balas Erick.
“Aku bingung dengan kalimat ini, Tuan.” Sita membuka lembaran itu dan memberikan pada Erick. “Tentang mematuhi dan melayani setiap saat, dalam artian ... apa aku harus berada di dekat Anda setiap saat, Tuan?”
Erick terkikik di balik map, peraturan itu memang baru saja ia buat untuk Sita. “Peraturan ini dibuat sudah lama, jadi ... siapa saja harus mematuhinya termasuk sekretaris lama yang sudah aku pecat.” Erick melihat Sita sedikit bingung. “Tapi, kamu tenang aja, Sita. Peraturan itu hanya untuk jam kerja, di luar jam kerja peraturan itu tidak berlaku.”
Sita mengangguk seolah mengerti dengan penjelasan Erick. “Baiklah, Tuan aku mengerti.”
“Lalu tunggu apa lagi? Ayo tanda tangan! Ini kesempatan yang bagus buat kamu, Sita.” Lelaki itu beranjak lalu menyerahkan kembali map kepada Sita.
“Tanda tangan di sini,” ucapnya menunjuk kertas kosong yang berada di sudut kertas.
“Baiklah.”
Dengan seluruh kepastian Sita menandatangani berkas kontrak antara dia dengan perusahaan Erick.
Sembari menunggu Sita menandatangani kertas itu Erick duduk di kursi kuasanya, menautkan jari-jarinya seolah menunggu sesuatu yang sudah tidak sabar lagi ia tunggu.
Setelah Sita selesai dan memberikan kertas yang sudah ditanda tangani itu seketika wajah Erick berubah menjadi guratan senyum bahagia.
“Ini Tuan.” Sita menyerahkan map tersebut kepada Erick.
“Bagus Sita. Keputusanmu bergabung ke perusahaan ini adalah keputusan yang sangat tepat. Mulai besok kamu harus mempersiapkan semua keperluanku, mulai dari jadwal rapat, makan, dan lain sebagainya.” Erick yang merasa puas itu pun bersandar ke kursi sedangkan Sita duduk menunduk di hadapannya.
“Baiklah Tuan. Aku akan mulai bekerja besok. Aku minta izin permisi dulu.” Sita berdiri mengemasi map yang ia bawa sebelumnya.
“Tunggu Sita!” panggil Erick saat Sita sudah berbalik ke arah pintu.
Perempuan itu berbalik saat Erick memanggilnya. “Ada apa Tuan?”
Erick tersenyum. “Jangan panggil aku tuan. Sebentar lagi kan aku mau menjadi suamimu,” gumamnya namun terdengar oleh Sita.
Sita membulatkan mata. “Jadi menurut Anda aku harus memanggil seperti apa?”
“Panggil saja Mas.” Kelakar Erick.
“Mas?” Sita menaikkan sebelah alisnya.
“Aku hanya bercanda, Sita. Tidak usah dianggap serius.”
Sita tersenyum menanggapi Erick yang berusaha ingin akrab dengannya itu.
Erick memang tidak pandai bercanda karena dia adalah tipikal cowok yang serius saat bicara. Tapi kali ini ia tampak berusaha mengajak Sita bercanda supaya tidak ada kecanggungan di antara mereka.
Di tengah-tengah bercandanya tiba-tiba raut wajah Erick berubah. Senyum yang sebelumnya mengembang berangsur menghilang saat mengingat sesuatu.
“Sita, aku ingin bicara sesuatu yang serius sama kamu.” Ia menatap manik mata bening milik Sita.
“Apa yang ingin Anda bicarakan, Tuan?” Sita membalas tetapan Erick dengan penuh tanda tanya.
“Ini tentang mama, Sita. Aku masih berharap kamu mau menikah denganku dan menjadi istri pura-puraku.”
Mendengar perkataan Erick, Sita kembali berpikir. Sebenarnya ia berat untuk melakukan ini, tapi dia juga butuh posisi sebagai seorang istri supaya ia bisa tinggal di negara ini untuk selamanya.
Sita ingin terbebas dari keluarganya yang bagai duri dalam hatinya. Selama beberapa hari ini dia sudah memikirkan. Setelah mendapat saran dari Rio ia berpikir akan menyetujuinya karena kalau tidak ia akan segera di jemput oleh papanya dan tinggal bersama ibu tiri yang selalu merendahkannya.
“Aku terima tawaranmu, Tuan.”
Erick yang mendengar seketika membelalakkan mata. “kamu serius, Sita? Aku tidak salah mendengar, kan?”
Sita mengangguk dengan seluruh kepastian dia sudah memutuskan untuk menerima tawaran Erick. “Iya, aku serius,” jawabannya mantap.
Kedua sudut bibir Erick tertarik ke atas membentuk guratan senyum bahagia. Ia senang akhirnya Sita mau menerima tawarannya. “Terima kasih, Sita. Terima kasih ....” sebegitu senangnya Erick memeluk tubuh Sita.
Tanpa ingin membalas pelukan Erick, Sita tampak kaku di dalam pelukannya. Ia segera melepaskan tubuhnya dari tubuh Erick. “Maaf, Tuan. Jika orang-orang melihat, nanti mereka akan beranggapan buruk dengan kita.”
“Maaf, aku kelupaan.” Erick segera melepaskan pelukannya.
Sita pun tersenyum. “Aku permisi dulu, kalau ada sesuatu bisa langsung hubungi aku lewat jasa pribadi.” Setelah Erick mengiyakan Sita keluar dari ruangan Erick ia ingin kembali ke apartemen.
Setelah kepergian Sita, Erick punggung wanita itu hingga tidak terlihat lagi. Ia tersenyum sendiri melukiskan dalam hatinya.
Saat Sita baru keluar dari kantor Erick saat ia hendak memesan taxi berdiri di tepi jalan tiba-tiba ia melihat sesosok teman yang selama ini menghilang tanpa kabar. Bahkan saat dia kerumanya temannya itu para tetangga bilang sudah pindah.
Ia cukup terkejut melihat temannya itu tepat berada di depan mata di seberang jalan. “Arini!” panggilnya. Ia pun segera menyeberang sebegitu terburu-buru ingin bertemu Arini sehingga tubuhnya hampir tertabrak sebuah mobil.
“Woi! Kalau menyeberang hati-hati dong! Mau cari mati ya?!” pekik pengendara mobil tersebut hanya kepalanya saja yang nongol dari dalam mobil.
“Maaf, Pak. Maaf.” Sita menyatukan kedua tangannya untuk meminta maaf.
Sita pun segera berjalan ke tepi jalan. Tetapi saat ia tiba ternyata matanya sudah tidak menangkap kebenaran temannya itu.
Sita pun memasuki toko baju bayi yang besar itu. Sesampainya di dalam begitu banyak orang di sana. Sehingga menyulitkannya untuk mencari seorang Arini. Ia pun menaiki tangga untuk memeriksa apakah ada di sana, tetapi nihil. Sita tidak menemukan apa pun.
Ia pun merasa menyerah padahal ia sangat merindukan sahabatnya itu. Ia juga penasaran dengan siapa Arini hamil? Apa selama ini dia sudah menikah tetapi tidak mengundangnya?
Mohon maaf ya beberapa hari kemarin gak bisa up, karena saya banyak kegiatan dunia nyata yang harus diselsaikan dan tidak bisa di tunda. Terima kasih pengertiannya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Vivi
Besar bnget pengorbanan sita..
2021-02-05
0
Iluhwid Ajha
vita mana thor??
2021-02-03
0
Aries_01
gimana keadaan Arini ya ????
2021-01-04
0