“Iya, iya ... percaya, kalau istrimu memang yang terbaik ....” balas Erick dengan santai.
“Kenapa kamu muji istriku, Rick?!” tanya Raka geram kepalanya seperti ingin mengeluarkan tanduk.
“Kan, kamu sendiri yang bilang Zia perempuan yang terbaik, lalu apa masalahnya? Aku juga harus ikut mengakui kalau dia baik, kalau Zia tidak baik mungkin sudah lama dia akan meninggalkan kamu Raka.”
“Jadi?!” Raka geram, beranjak dari sofa seperti ingin menerkam mangsa.
“Ampun, bos! Maafkan aku.” Erick menyilangkan tangan di depan wajahnya sebagai tameng, tetapi hanya bergurau.
“Aku tidak suka laki-laki memuji Zia!”
“Baik, baik. Aku gak akan muji dia lagi.” Erick tersenyum garing pada Raka. “Zia itu jelek, bodoh, dan juga gila.” Erick terkikik dengan ucapannya sendiri.
Tanpa disadari sepasang bola mata Raka menyala memancarkan kilatan kemarahan. Setelah menyadari wajah Erick menggurat senyum terpaksa menunjukkan deretan giginya. Lelaki itu menggeser perlahan-lahan tubuhnya menuju pintu keluar.
“Kabor ....” Erick keluar dari ruangan, membiarkan Raka sendirian yang tengah tersulur emosi itu.
___
Walaupun jujur akan menyakitkan semua itu akan kulakukan, sebuah hubungan tanpa makna jika dilandasi tanpa adanya kejujuran.
_Sita Gabrelya_
Wajah Sita dan Erick kaku saling melirik satu sama lain, bingung ingin mengatakan pada Lisa mulai dari mana kalau sebenarnya mereka tidak ada hubungan apa-apa. Setelah mengetahui yang sebenarnya Erick menceritakan kepada Sita kalau semua ini adalah rencana Raka hanya demi menyatukan mereka berdua.
Setelah mereka berdua mengetahui kalau semua itu hanya akal-akalan Raka, mereka berencana mengatakan semuanya hari ini saat ini juga kepada Mama Lisa, karena mereka tidak mau ada kebohongan pada Lisa.
Sedangkan Lisa sibuk menata makanan untuk Sita dan Erick. Dengan antusias perempuan itu memasukkan sayur dan ke piring Erick.
“Sudah cukup, Mah. Erick tidak bisa makan sebanyak ini,” ucap Erick yang melihat mamanya terus saja mengisi piring di hadapannya.
“Kenapa cukup? Kamu belum makan apa pun, ayo makan yang banyak, Eick!” Lalu Lisa menghampiri Sita.
“Sita, kamu juga harus makan yang banyak, ayo tambah lagi makannya,” titahnya.
“I—iya Tante,” balas Sita canggung.
“Sudah berapa kali aku bilang, kalau jangan panggil aku Tante. Mulai sekarang kamu harus panggil seperti Erick memanggilku, yaitu mama. Apa kamu mengerti Sita?”
“Iya, mengerti tan—eh, Mama maksudnya.” Sita menatap Erick yang berpura-pura tidak tahu menahu itu.
“Nah, kalau begitu kan enak didengar.” Mama Lisa tersenyum lega lalu duduk di samping Erick melahap makanannya.
Melihat Lisa sedang asyik menyantap makanan. Erick dan Sita saling bertatap mata, saling memberi kode kalau inilah saatnya mengatakan yang sebenarnya pada mama Lisa.
Karena Erick tidak membuka topik, akhirnya Sita menendang pelan kaki Erick dari bawah meja, supaya lelaki itu cepat mengatakan apa yang ingin dikatakan.
Erick pun melirik ke arah Lisa lalu berdehem dan berkata, “Mah, sebenarnya ada yang ingin Erick katakan sama mama.”
Lisa berhenti sejenak dengan sendok masih ada di tangannya. Ia menghela napas. “Kalau ada yang mau dibicarakan kan bisa nanti saja, Erick. Nggak baik loh ... Makan sambil ngobrol.”
“Tapi ini penting, mah. Semua ini ini tentang hubunganku dan Sita,” ucap Erick.
“Erick kalau mama bilang nanti bicaranya ya nanti setelah makan.”
Erick terdiam, melanjutkan makan hingga tidak ada yang mengeluarkan suara sepatah kata pun. Hanya suara sendok yang berbenturan dengan piring saat mereka memotong makanan.
Hingga ritual makan siang itu selesai, Lisa duduk di sofa ruang tengah sedangkan Sita usai membantu Art membawa piring ke dapur lalu mencucinya.
Setelah menelepon seseorang Erick berjalan menghampiri Lisa yang sedang menonton televisi. Erick tampak ragu, antara berani atau tidak. Ia takut kalau jujur akan membuat mamanya marah dan sedih dia tidak bisa melihat semua itu kematian ayahnya dengan tiba-tiba karena sakit jantung membuatnya ia takut terjadi hal yang sama pada sang mama.
Disisi lain dia juga tidak mau kalau kebohongannya terus terpendam. Tapi kenyataannya dia dan Sita tidak mempunyai hubungan apa pun bukan? mau tidak mau dia harus mengatakan ini semua.
Seusai mencuci piring Sita bergabung dengan mereka, karena hanya satu sofa dan muat tiga orang, ia canggung harus duduk di mana, sedangkan di sana sudah ada Erick dan Lissa.
“Sita, sini!” Lisa menggeser tubuhnya menyisakan satu ruang di antara Erick dan dia.
“Enggak papa, Mah. Biar Sita berdiri aja,” balas Sita tersenyum kikuk.
“Enggak papa ayo duduk sini!” Lisa menepuk-tepuk ruang sebelahnya.
Sedangkan Erick memberi kode pada Sita dengan cara mengedipkan mata pelan. Pertanda menyuruh Sita duduk di sebelahnya.
Sita menuruti mereka berdua walau dengan perasaan canggung cewek itu duduk di tengah-tengah di antara mereka berdua.
Posisinya duduk sangat dekat dengan Erick membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Entah kenapa aroma parfum yang lelaki gunakan itu berhasil menembus Indra penciuman merasuk ke dalam hati Sita membuatnya rileks, sehingga ingin menghirup lebih dekat.
Tapi Sita sadar, dia bukanlah siapa-siapa statusnya hanya sebagai kekasih sandiwara yang tidak mungkin akan menjadi kenyataan. Lagi pula Sita sudah mengunci hatinya untuk semua laki-laki, sangat mustahil kalau dia akan jatuh cinta saat ini.
“Erick—Sita kita foto yuk!” ajak Lisa lalu meraih ponsel yang k di atas meja.
Sita dan Erick tampak canggung mereka hanya berpose tersenyum.
Setelah Lisa mengambil gambar ia melihat hasilnya ternyata tidak sesuai. “Sita—Erick yang benar dong! Posenya. Mukamu enggak masuk nih, Erick.”
Lisa kembali menaikkan ponsel siap berpose, tatapi ia melihat Erick dan Sita sangat canggung. Lisa berdecak lalu berdiri meraih tangan Erick menaikkan ke pundak Sita hingga mereka berpelukan layaknya pasangan yang sempurna.
Eh, apa ini? Sita seketika tersentak saat tangan kekar dan hangat melingkupi pundaknya. Dengan canggung Sita menatap wajah Erick yang sedang menatap ponsel Lisa siap berpose.
Erick merasakan hal aneh saat Sita ada didekapannya. Ia membalas menatap manik mata kecokelatan itu begitu dalam hingga kedua tatapan itu saling bertemu saling mengunci dalam satu sama lain.
“Bagus sekali!”
Ucapan Lisa seketika membuat mereka tersentak dan melepas pandangan mereka yang sebelumnya terkunci itu. Sita tampak merona menyembunyikan wajahnya dengan memalingkan wajah.
“Sita—Erick kalian serasi sekali ... lihat ini.” Lisa memperlihatkan hasil foto dari ponselnya. Erick mencondongkan tubuhnya untuk melihat hingga wajahnya tepat berada di hadapan Sita.
Setelah puas dengan hasilnya Lisa membagikan foto Erick dan Sita yang hanya berdua itu ke ponsel mereka masing-masing.
Setelah selesai mengambil beberapa foto Erick melepas tangannya dari tubuh Sita. Ia harus kembali ke tujuan awal yaitu memberitahukan Lisa yang sebenarnya tentang hubungan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
smg author mnyatukan mereka...
2021-02-08
0
Aries_01
aku malah gk rela kalo Erick sama Sita gk jadi nikahh
2021-01-04
5
Yetti Hendra
mak emak jaman now emang hobinya foto2 alias selfie2. ngalah2in abege, biasanya abis itu upload di pesbuuuuukkkk 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2020-11-07
0