Sita hari ini pergi ke kantor diantar oleh Erick. Ia memulai hari ini dengan kegiatan seperti biasanya. Berkas-berkas menumpuk di hadapannya, tetapi itulah Sita, perempuan dengan sejuta semangat untuk meraih kesuksesan tanpa mengenal lelah.
Demi membuktikan kepada orang tuanya kalau dia bisa sukses perempuan itu bekerja tanpa memikirkan asmara.
“Lu ke sini diantar Erick, Sita? Memang sudah sedekat itu ya hubungan kalian?” tanya Rio saat meletakkan berkas-berkas di meja Sita.
“Apa urusannya denganmu, aku mau dekat atau mau diantar siapa itu bukan urusanmu, Rio.”
“Iya, iya aku tau ....” Rio menunduk lalu berbalik akan kembali ke tempat duduknya.
“Tapi bagaimana sandiwara kalian semalam, apa sukses?” Rio berbalik ke arah Sita lagi masih penasaran dengan cerita mengenai semalam.
Sita menghela napas, yah memang Riolah orang satu-satunya yang mengetahui kebohongannya dengan Erick. Mau tidak mau dia harus bercerita kalau Rio bertanya.
“Semalam Erick pergi, aku sendirian di sana bersama mamanya. Dan naasnya lagi saat aku mau pulang ternyata hujan badai turun. Jadi ... terpaksa deh, aku harus di sana.” Sita menghela napas lalu meletakan wajah bertumpu di kedua tangannya di atas meja.
“Jadi kamu semalam, tidur di rumah Erick?”
Sita mengangguk membenarkan. Memang kenyataannya seperti itu. Tidak dipungkiri, Sita tidak ingin mengingat kejadian memalukan itu lagi. Bahkan ia harus tidur berpelukan dengan lawan jenis seintens semalam.
“Apa lu tidur dengan Erick?” tanya Rio lagi.
“Kami memang tidur bersama, tapi ... kami dalam keadaan tidak sadar dan tidak tau,” balas Sita.
“Sita.” Rio tampak ragu saat ingin mengungkapkan isi hatinya untuk bertanya.
“Apa?”
“Apa semalam ....” Rio menggaruk kepalanya. Sedangkan Sita menunggu kalimat berikutnya.
“Apa kalian sudah melakukan hubungan badan, semalam? A—aku janji tidak akan mengatakan pada siapa pun. Aku janji.” Rio mengangkat dua jari bukti rasa janjinya.
“Maksudmu apa, Rio? Jadi kamu menuduhku tidur dengan Erick dan menyerahkan ... oh, tidak. Rio apa kamu pikir Erick lelaki mesum sepertimu. Ingat tidak ada yang terjadi antara kami. Kalau pun kami tidur bersama tapi itu semua karena tidak menyadari kalau di kamar itu tidak ada orang lain.” Sita berucap sembari memandang malas.
“Maaf, aku kan tidak tau ... lagi pula siapa yang tau kalian melakukan itu atau tidak. Kalian hanya berdua di dalam kamar itu.” Rio segera menunduk di bawah meja menghindari dari kemarahan Sita yang siap meledak.
“Rio! Beraninya kamu!” Sita geram menghampiri Rio lalu menjewer telinga lelaki itu seperti ibu yang marah kepada anaknya.
“Ampun enggak kamu, ha?!” Sita menarik telinga hingga membuat Rio berdiri.
“Maaf, maaf, Sita ampun! Aku hanya bercanda.” Rio menyatukan kedua tangannya meminta maaf dan Sita melepaskannya.
Rio menggosok-gosok telinganya, bekas dari tangan Sita. “Lu jadi cewek jangan galak-galak amat kenapa, Sit. Jadi perawan tua baru tahu. Lagian lu enggak kepengen apa, punya pacar lalu menikah dan punya anak. Ingat Sita hidup itu enggak bisa selamanya menjomblo kayak kamu sekarang.”
Sita berpikir sejenak, memang benar apa yang dikatakan Rio. Dia sendiri juga bingung kenapa sampai saat ini belum mempunyai ketertarikan dengan lelaki, haruskah dia pergi ke psikolog? Entahlah, yang pasti memikirkan itu semua membuat Sita semakin stres.
Perempuan itu keluar ruangan ingin pergi ke kantin untuk menghilangkan jenuh sejenak. Ia memesan secangkir kopi robusta lalu menikmatinya duduk di sudut kantin.
“Hai, Sit. Sendirian aja, aku boleh duduk enggak?” tanya Angga salah satu temannya yang cukup akrab di kantor in.
“Duduk aja, Les. Lagian ini tempat umum, kenapa harus minta izin.” Sita menyesap cangkir yang berisikan kopi itu.
Angga memperhatikan wajah Sita, tidak seperti biasanya perempuan di hadapannya itu tampak sedang memikirkan sesuatu. “Lu kenapa, Sit?” tanyanya duduk tepat di hadapan Sita.
“Aku? Kenapa dengan aku?” tanya Sita balik menunjuk dirinya sendiri.
“Apa ada masalah dengan keluargamu lagi?” tanya Angga lagi, karena ia tahu selama ini Sita sering bercerita tentang keluarga yang berbuat tidak adil padanya.
“Aku, tidak ada masalah apa pun, aku hanya sedikit merasa pusing. Entah kenapa dari tadi pagi kepalaku sakit banget.” Sita memijat pangkal hidungnya.
“Makanya, Sita ... kalau kerja ingat sama kesehatan. Kamu di sini sendiri, kalau sampai kamu sakit siapa yang menjagamu?” cerocos Angga.
Angga selama ini memang menunjukkan perhatian lebih kepada Sita. Seolah mempunyai maksud, lelaki itu sering menawarkan bantuan-bantuan terhadap Sita, tapi selalu ditolak.
Sita tidak mau jika kebaikan yang ia terima suatu saat harus menjeratnya. Ia tidak mau mempunyai hutang budi karena itu lebih berat dari hutang materi. Tapi kepalanya saat ini memang pusing, dengan terpaksa Sita harus minta Rio untuk mengantarnya pulang ke apartemen. Tetapi Rio sepertinya sedang banyak pekerjaan.
Mau tidak mau Sita harus meminta tolong pada Angga untuk mengantarnya. “Ga, aku minta tolong anterin ke apartemen bisa enggak? Aku sepertinya butuh istirahat.”
“Tentu saja aku mau,” balas Angga dengan senang hati. “Ayo!” lelaki itu segera beranjak dari kursi.
“Tunggu di parkiran, aku akan menyusul setelah pamit sama Rio. Sita langsung pergi menuju ruangan, untuk mengambil tas bawaannya dan berpamitan pada Rio.
Ia sudah tidak tahan lagi merasakan sakit kepalanya. Ingin segera sampai dan istirahat.
“Jangan-jangan kamu hamil Sita,” celetuk Rio saat Sita mau keluar dari ruangan.
“Rio, kumohon jangan bercanda ....” sahut Sita menghela napas tanpa berbalik Rio benar-benar membuat geram.
“Iya, iya ... sudah, cepat pulang sana! Jangan lupa minum obat, kalau masih sakit hubungi aku. Aku akan membawamu ke dokter kandungan. Eh, ke dokter maksudnya.” Rio tersenyum terpaksa menunjukkan deretan giginya.
Tanpa menjawab Sita hanya membuang napas kasar lalu pergi keluar dari ruangan itu. Menemui Angga yang sudah menunggu di tempat parkir dan Angga langsung mengantar Sita ke apartemennya.
Sesampainya di apartemen Angga membukakan pintu mobil untuk Sita. Seperti halnya sopir pada nyonyanya.
Tanpa Sita sadari ada sepasang bola mata yang memperhatikannya. Naina, satu nama yang sangat ingin berada diposisinya, yaitu menjadi kekasih Erick.
Naina adalah perempuan yang tidak pernah menyerah sebelum mendapat apa yang diinginkannya. Dari semenjak Sita keluar dari rumah Erick ia membuntuti sampai ke apartemen ini. Ia menyeringai saat mendapati Sita pulang diantar oleh seorang laki-laki. Ini kabar baik untuknya, supaya membuat Lisa meragukan calon menantunya itu.
“Sita aku akan mengantarmu sampai ke dalam,” ucap Angga.
“Enggak usah Angga, aku bisa sendiri.” Sita segera melangkah. “Oh, ia terima kasih ya sudah mau mengantarku.” Sita langsung masuk tanpa menunggu Angga pergi dari sana lebih dulu.
Tanpa meminta kalian pasti tau dong author minta apa 😅 Karena orang iri dan Jahil turunin rate bintang aku jadi aku minta kalian klik bintangi lima buat aku.
Ayo beri dukungan kalian berupa Vote sebagai bahan bakar semangat buat authot
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Egga Lobud Pontoh
qlo kisah Raja sama Zia pelakor namanya neona qlo di kisah ini namamnya naina😀😀😀
2021-05-21
0
Bety Rohmah
calon pendekor eh pelakor🤭
2021-02-11
0
Aries_01
knp Naina yg melihat sih knp gk Erick aja biara d cemburu2 nya gitu heee .. kalo Naina kan bahaya bisa dia ngadu yg enggak2 nanti
2021-01-04
2