Pagi itu, seperti biasanya Sita pergi ke kantor untuk melakukan aktivitasnya. Pekerjaan itulah satu-satunya buat Sita untuk bertahan hidup. Semenjak kepergiannya dari rumah yang seperti neraka baginya itu, ia memutuskan untuk berjuang dengan giat bekerja di perusahaan yang kebetulan adalah milik dari suami sahabatnya sendiri.
Dengan mengendarai mobil satu-satunya peninggalan dari sang mama sewaktu ia berulang tahun di usianya yang delapan belas tahun dulu, ia membelah kota melewati jalanan yang mulai ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang ke tujuan masing-masing.
Setibanya di kantor Sita langsung bergegas menuju ruangan. Hari ini sepertinya akan melelahkan karena pemilik utama perusahaan yaitu Raka Sanjaya tadi pagi menghubunginya ia berhalangan ke kantor karena sedang ada urusan penting dengan keluarganya. Posisi Sita dianggap penting di kantor karena kerja keras Sita tidak bisa dipungkiri patut diacungi jempol. Ia rela lembur hingga larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan demi perkerjaan yang belum terselesaikan.
Bagi gadis itu memprioritaskan pekerjaan baginya adalah hal yang utama. Tujuannya hanya satu sukses tanpa bantuan dari keluarganya. Oleh sebab itulah, Sita tidak pernah meninggalkan pekerjaan karena ia tidak mau bosnya kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.
Di meja kerja, ia menatap layar digital berwarna silver berbentuk persegi mempunyai gambar sebuah apel digigit itu dengan saksama. Pelan-pelan ia memutar bola matanya mengikuti arahan tulisan yang ia gerakkan dari jarinya dari atas papan pengetik. Tidak boleh sedikit pun ia lalai atau akan berakibat fatal untuk perusahaan yang sudah memberikan kepercayaan kepadanya itu.
Seorang lelaki masuk ke ruangan. Lelaki yang bernama Rio itu langsung menuju ke kursi yang kebetulan satu ruang dengan Sita. Rio yang tergolong sering tidak akur dengan Sita itu memandang Sita penuh ironi. Kadang terlintas dalam pikirannya apa gadis di hadapannya itu perempuan normal atau tidak. Di saat perempuan lain memikirkan berbelanja, jalan-jalan, pacaran, tapi itu tidak untuk perempuan di hadapannya itu. Selama ini yang ia pentingkan pekerjaan dan hanya pekerjaan sehingga membuat Rio menggelengkan kepala tidak habis pikir.
Di saat mereka berdua diam dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing dengan memeriksa file-file yang masuk melalui laptop, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seorang lelaki tampan dengan kaki jenjangnya masuk tanpa permisi.
Berbeda dengan kedatangan Rio yang tidak dipedulikan Sita, tetapi kedatangan lelaki yang baru memasuki ruangan itu berhasil menyita perhatian Sita. Perempuan itu seketika menoleh saat melihat Erick memasuki ruangan.
“Sita ada yang harus aku bicarakan denganmu, apa kamu mau keluar sebentar ke restoran denganku?” Ucap Erick terlihat agak gelisah.
“Tapi ada apa, Tuan? Tuan kan bisa katakan di sini. Lagi pula cuma ada kita bertiga di sini.” Sita bertanya tetapi tangannya masih di atas papan pengetik. Ia penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Erick. Bukankah tidak ada bedanya kalau ingin mengatakan sesuatu atau penting atau tidak. Lagi pula hanya ada Rio di sana yang sudah tahu tentang sandiwara mereka.
Tapi bukan itu yang maksud Erick. Lelaki itu tidak ingin terganggu dengan kicauan Rio, karena ia tahu Rio sangat banyak bicara saat di antara mereka. Sedangkan ia butuh ketenangan membicarakan masalah ini dengan Sita.
“Enggak bisa, Sita. Ayo ikut, ada hal penting yang mau aku katakan.” Erick menarik tangan Sita mengajak untuk berdiri.
Sedangkan Rio melirik dari balik layar laptop yang menghalangi wajahnya. Ia tidak suka menyaksikan Erick menarik tangan Sita seperti layaknya menonton drama yang membosankan.
“Tapi aku masih banyak kerjaan, Tuan Erick,” tolak Sita karena ia masih dipusingkan dengan pekerjaan yang belum selesai dan belum bertemu ujungnya.
“Lo pergi aja, Sit. Soal kerjaan biar gue yang urus. Lagi pula kayaknya penting tuh yang mau Erick katakan. Siapa tau dia mau jadikan lo pacar beneran.” kelakar Rio, membuat Sita membulatkan mata mengisyaratkan supaya Rio berhenti melanjutkan candanya.
Sita menyetujui perintah Rio tidak ada salahnya ia pergi sebentar keluar dengan Erick. Karena ia juga sudah merasakan lapar dari perutnya. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ia memutuskan. “Baiklah, tapi enggak lama, tidak lebih dari satu jam.”
Sita dan Erick pun pergi ke restoran. Meninggalkan Rio sendiri di dalam ruangan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.
Sesampainya di restoran Erick meraih minuman yang di bawa oleh pelayan lalu memberikan kepada Sita.
“Terima kasih.” Sita meletakkan minuman jus jeruk itu di hadapannya. Lalu memandang Erick penasaran apa yang ingin dikatakan lelaki itu. “Memang ada apa, Tuan? Apa yang ingin Tuan katakan.” Sita menunggu jawaban dari Erick sembari mengaduk-aduk minuman dengan sedotan.
“Ini gawat, Sita. Mamaku terus saja mendesak supaya aku melamarmu.”
Uhuk! Uhuk!
Sita yang menyedot minuman seketika tersedak saat mendengar pernyataan dari Erick. Mana mungkin, sepasang kekasih palsu yang hanya berpura-pura karena ingin membantu perusahaan Raka Sanjaya harus berpura-pura lebih lagi kepada mama Erick.
Ternyata Sita harus berurusan panjang dengan sandiwaranya dengan Erick. Seandainya jika ia tidak menerima rencana konyol dari Erick mungkin ia tidak akan terlibat sejauh ini. Tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau harus menerima rencana konyol lelaki yang sekarang berada di hadapannya itu. Karena kalau tidak Raka akan mengira kalau Erick mempunyai perasaan terhadap istrinya dan menolak bantuan dari Erick.
Oleh sebab itu Erick mempunyai rencana untuk menjadikan Sita sebagai pacar pura-pura dengan alasan supaya Raka tidak mengira kalau dia masih menyukai Zia istrinya. Dan mau menerima bantuannya menyelamatkan perusahaan dari ambang kehancuran.
Tapi sayang, niat baik untuk membantu temannya itu kini menjadi seperti bom waktu baginya yang siap meledak kapan pun. Raka justru membawa Sita dan memperkenalkan pada mama Erick kalau perempuan yang bersamanya itu adalah kekasih Erick. Oleh sebab itu antusias mama Erick yang menyukai Sita sampai saat ini selalu menyuruh anak laki-lakinya itu untuk segera melamar Sita.
“Terus bagai mana?” tanya Sita perasan dengan rencana Erick selanjutnya.
“Aku bilang sama Mama.”
“Bilang apa?”
“Aku bilang kalau waktunya sudah pas, aku akan melamarmu,” balas Erick. Spontan membuat Sita menepuk jidat.
“Aku tau kamu keberatan, Sita. Dan harus kamu tau juga, kalau aku juga keberatan dengan ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini jalan satu-satunya yang membuat Raka percaya. Dan mamaku, aku mohon untuk saat ini kita berpura-pura selayaknya sebagai pasangan kekasih sungguhan. Aku janji setelah kesehatan mama normal dan perusahaan Raka kembali kita akan katakan pada mereka kalau kita tidak mempunyai hubungan apa-apa. Kamu mau, kan Sita membantuku untuk sementara ini?”
Sita menghela napas dalam ia mempertimbangkan permintaan Erick. Lagi pula ini untuk membantu perusahaan sahabatnya sendiri tidak ada salahnya, bukan? Perusahaan Sanjaya adalah satu-satunya mata pencarian tempat ia meniti karier. Jika perusahaan itu hancur bagai mana dengan pekerjaannya? Bagai mana dengan sahabatnya Zia yang sedang mengandung? Dengan penuh pertimbangan Sita akhirnya mengangguk. “Baiklah, aku mau.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Erni Fitriana
percaya aku karya kamu..langsung😘😘😘
2021-10-09
0
Maulina Kasih
gak baca kisah zia sm raka..lngsung aj kesini...krn lebih penasaran crita ini...
2021-07-09
0
Nurul Lailiyah
kaya seru
2021-05-17
0