“Kita mampir dulu yuk,“ ajak Beni. Dia sudah sangat berpengalaman. Sudah lama di sini. Tinggal dengan keluarga besarnya. Bahkan bisa dikatakan sedari lahir. Sudah merasa kerasan, dan tak ingin pindah, walau kota akan pindah, mereka tetap disini bersama kehidupan mapan.
“Kemana?“ tanya Lilin. Dia belum tahu jalan. Tak tahu arah. Apalagi daerah ini begitu membingungkan baginya. Kelihatannya melihat ke utara, tak tahunya matahari sudah ada di depan.
“Ini beli makanan. “
“Iya. “
“Kita lakukan sebelum jalan-jalan. Biar tidak kelaparan, dan letih, lesu, seakan beban berat.“
“Baiklah. “
Mereka mampir ditepi jalan. Disitu ada penjual gerobak dorong. Ada bangku panjang didekatnya. Kemudian mereka duduk. Mereka kemudian beli buah sama es klamud.
Dimakan di situ dengan duduk di bangku kayu tersebut. Sembari melihat orang yang lalu lalang dengan sesekali terdengar keramaian. Antara suara keras knalpot sember kendaraan, serta klakson kerbaunya yang mengagetkan para penderita jantungan.
“Kita wisata disini? “
“Enggak apa-apa, di desa tak ada seperti ini,“ ujar Lilin. Dia merasa senang. Suasana ramai ini justru membuat gairahnya memuncak. Seakan berada pada suasana lain. Di desa yang dia pandang hijaunya ilalang serta keringnya padi yang gagal panen. Atau lumpur kotor yang sesekali menyapu rumahnya dikala banjir bandang menggenangi serambi rumah. Ini suasana berbeda.
“Enggak pingin ke Ancol atau tempat hiburan mewah?“
“Gampang, lain waktu. Sekarang kita lihat-lihat suasana sekitar sini dulu saja. “
“Ya baiklah. Ayo habiskan makanannya. Murah ini, kita bikin sampai kembung perut perut ini. Jadi seperti orang hamil enam bulan. Asal jangan sampai mencret atau pileg saja.“
“Hehe... kalau beli makanan sekedarnya sih kukira tak apa apa. Mereka kan juga ingin mencari duit dari kerja yang halal dan bener,” ujar Lilin.
“Kita beli beginian, memang bisa kembung ini perut. “
“Lalu. “
“Beli yang lain. “
“Ini banyak penjual. “
“Iya . “
“Aku mau makan gado-gado,“ si Beni kemudian memesan makanan di dekat penjual es tadi dan ... “Enak dah. “
“Aku beli mi saja,“ ujar lilin sembari memesan mie ayam yang murah meriah. Satu porsinya Cuma enam ribu. Itupun saat daging sedang mahal. Kalau lagi murah dipasarkan, dia juga bakalan menurunkan harganya.
“Mau beli disini?“
“Iya. “
“Anaknya hebat lo jadi penyanyi,“ ujar Beni Setiano menceritakan kepandaian serta talent yang dimiliki salah seorang hebat itu.
“Anak penjual mi ini?“
“Karena bakatnya hebat. “
“Lagunya bagus banget, melodinya hebat. “
Mereka kemudian makan dan minum pada apa yang sudah dipesan dan mendapatkan pelayanan dari penuual warung yang melakukan dengan cepat.
“Sudah kenyang?“
“Sudah. “
“Ayo jalan lagi. “
“Iya. “
Mereka kemudian berjalan jalan di jalanan yang tepiannya penuh dengan penjual baik kaki lima dalam bentuk gerobak, maupun dihamparkan begitu saja di jalanan.
“Lihat. “
“Wah banyak barang barang bagus ya. “
“Yah, cuma murahan. “
“Enggak apa-apa, kalau di kampung ini sudah mahal kok. Seperti di pasar kampung saja. “
“Lihat sepatu. “
“Wah. “
“Boneka ada juga.“
Baju bagus bagus.
Tas yang digantungkan pada rumah bedeng sederhana namun dihias sedemikian rupa.
Mainan anak.
Setelahnya beli baju di kaki lima. Mereka memilih cukup lama, sembari melihat lihat motif, warna, juga jahitannya yang terkadang sudah sobek, hanya karena kurang kuat.
Yang cuma didasaran memang itu.
Setelah itu mereka kemudian pulang. Begitu saja mereka sudah senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
🐰F͢ɪ͋ᴄ͠ᴀ᪶ ࿐
semangat akak
2020-10-03
1