Masih terhanyut dalam perjalanan yang membawa mereka menuju kediaman keluarga Pratama, suasana dalam mobil terasa seperti sebuah lukisan yang terhampar dengan warna-warna yang berbaur, menciptakan lapisan kedamaian yang rapuh. Di antara sepi yang melengking, Kenzie merasa tersentak oleh keinginan tiba-tiba untuk menikmati sebuah es krim. Namun, keberaniannya meredup seiring dengan kehadiran Rayhan yang teguh di sebelahnya.
Walau hati Rani dipenuhi dengan keinginan untuk memenuhi segala keinginan Kenzie dengan sukacita, namun kemarahan Rayhan mencegahnya. Ingatan akan insiden terakhir di mana Kenzie dengan nakalnya memakan es krim dengan jumlah yang banyak dan berakhir dengan sebelah pipi yang merah karena hantaman lembut dari Rayhan, membuatnya ragu untuk bertindak.
Kenzie, dalam kebijaksanaannya yang masih belia, menyadari bahwa segala tindakan yang diambil Rayhan adalah untuk kebaikannya. Namun di tengah kebijaksanaan itu, tersembunyi rasa kekecewaannya yang meluap-luap, menyalurkan pertanyaan tak terjawab tentang makna hidup dan kenapa dia harus mengalami segala sesuatu dengan begitu pahit.
“Nak, ada yang mengganggumu?”suara lembut Rani memecah keheningan, mencari jawaban atas perubahan drastis dalam sikap Kenzie. Mata Kenzie, penuh dengan pertanyaan yang tak terucapkan, berpaling ke arah Rani.
“Tidak, Ibu,”desisnya pelan, mengubur perasaannya dalam-dalam.
Rayhan, dalam kediamannya yang sunyi, hanya menyelipkan pandangan singkat sebelum meredupkan diri di balik layar ponselnya, seolah menjauh dari dunia yang berkeliaran di sekitarnya.
“Tidak apa-apa, kok. Kenzie pasti menginginkan sesuatu, bukan?”Rani meraba dari ekspresi wajah Kenzie yang terbata-bata.
Kenzie terkejut dengan kecerdasan batin Rani yang mampu menembus jauh ke dalam hatinya. Namun, tanpa sepatah kata pun, dia hanya melempar pandang ke arah Rayhan yang tampak tak terpengaruh di depannya.
"Sampai kapan?”bisik Kenzie dalam hati, meratapi kekosongan yang melanda.
“Kenzie?”sentuhan lembut Rani di pundaknya membuyarkan lamunan Kenzie.
“Tebakan Ibu tepat, 'kan? Katakan saja apa yang kamu inginkan, jangan takut,”dorongan Rani memecah keheningan, mengetahui bahwa di balik senyuman ceria Kenzie, terselip beban yang berat untuk dipikul seorang diri.
“M-mau ice cream,"gumamnya dengan suara hampir menghilang, mengukir permohonan sederhana namun dalam di tengah keheningan yang membelenggu
”Ice cream?"ulang Rani dengan hati-hati, takut mengambil kesimpulan yang salah karena jawaban Kenzie yang hampir tidak terdengar.
Dengan kekakuan yang terasa di setiap gerakannya, Kenzie mengangguk. Rasanya seperti ia menakutkan dirinya sendiri dengan mengungkapkan keinginannya, tetapi hasrat untuk mencicipi es krim begitu kuat dalam dirinya. Sudah lebih dari seminggu sejak ia terakhir kali menikmati manisnya es krim, semua karena larangan keras yang digaungkan oleh Rayhan, dengan berbagai ancaman yang membuanya tak berani melawan.
“Pak Adit, tolong berhenti sejenak di depan toko es krim. Kenzie menginginkannya,”putus Rani, memberi instruksi tegas kepada sopir mereka untuk membuat henti sesaat, demi memenuhi keinginan Kenzie.
Sebuah senyuman merekah di wajah remaja empat belas tahun itu, menyulapnya menjadi bayangan kebahagiaan yang tak terbantahkan. Keimutan yang terpancar dari wajahnya sungguh menggemaskan, membuat siapapun yang melihatnya tak bisa menahan senyum.
Berapaoun usia Kenzie, ia tetap memancarkan pesona dan kepolosan seorang anak kecil. Wajahnya, yang tak hanya tampan tapi juga menggemaskan, membuatnya begitu memikat. Inilah Kenzie, yang tidak hanya menawan hati dengan penampilannya, tetapi juga dengan kepribadiannya yang hangat.
“Baiklah-“
“TIDAK. Tidak perlu!”suara tegas Rayhan memotong ucapan sopir mereka, dengan sikap diam yang telah ia pertahankan sejak awal.
Kedengaran ucapan itu menggetarkan hati sang sopir dan membuat Kenzie merasa bergetar. Seperti kilat yang menyambar, ketakutan merasuki mereka dalam sekejap. Namun, yang tak terduga adalah reaksi Rani yang memandang putranya dengan tatapan marah. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya bagaimana Rayhan bisa menjadi sosok yang begitu tegas dan tak terkalahkan, yang bahkan tidak boleh ditantang.
“Mengapa tidak, Rayhan? Mengapa kamu melarang Kenzie melakukan sesuatu yang diinginkannya?”tanya Rani dengan suara yang menuntut jawaban.
Tiba-tiba, ruangan mobil terasa tegang, hampir mematikan, diwarnai oleh konfrontasi antara ibu dan anak.
"Ice crean tidak sehat jika dikonsumsi secara berlebihan. Dan kebiasaan itu hanya akan memberinya kesenangan sesaat. Dan jika terus menuruti keinginannya ia akan meluncak, jadi tidak tau diri,”jawab Rayhan dengan tenang, tanpa ekspresi berlebihan.
“Rayhan, mengapa kamu selalu mengabaikan keinginannya? Mengapa kamu selalu bertentangan dengan apa yang diinginkan Kenzie? Padahal kamu tahu sendiri bahwa Kenzie-“
“Ya, aku tahu, ma. Tidak perlu diulangi. Aku tahu apa yang aku lakukan,”potong Rayhan sekali lagi, tanpa memberikan ruang untuk melanjutkan pembicaraan.
Rani merasa frustrasi dengan sikap anaknya. Namun, di balik kekesalan itu, ia menyadari bahwa dalam hubungan mereka dengan Kenzie, status dan kekuasaan lebih condong kepada Rayhan. Ia hanya memiliki peran untuk memberi arahan kepada Rayhan tentang bagaimana mengurus Kenzie, tetapi anak itu memiliki cara sendiri dalam menangani segala hal.
“Ibu, tidak usah. Kenzie tidak ingin kalian bertengkar karena Kenzie,”Kenzie segera menengahi, merasa bahwa ini adalah tanggung jawabnya. Sebelum situasi semakin memanas, ia memutuskan untuk mengambil langkah mundur.
Demikianlah, demi kebaikan Kenzie, Rani memilih untuk diam, dan Rayhan juga kembali merendahkan diri.
“Hoaamm.”
“Aku merasa mengantuk, ibu. Bolehkah Kenzie tidur sekarang?”setelah menguap, Kenzie meminta izin. Tubuhnya terasa begitu lelah dan butuh istirahat segera. Dengan perlahan, ia menutup kedua matanya, merasa lelah setelah semua pertarungan itu.
Bagi Kenzie, tidur adalah momen yang istimewa. Di dalam dunia mimpi, segalanya menjadi mungkin, dan keindahan yang tercipta tidak terbatas oleh batasan dunia nyata. Setiap detail tentang kehidupannya terurai dalam cerita yang tak terkalahkan. Dia percaya bahwa apa yang dilihat oleh orang lain tidak akan pernah sama dengan apa yang dia alami di dalam mimpinya.
Tidak butuh waktu lama sebelum suara halus dengkuran mengisi ruangan, mengungkapkan bahwa Kenzie telah terlelap dalam tidurnya. Rani menyapu rambut lembut sang anak dengan penuh kasih, dalam keheningan yang menyejukkan. Rayhan, di sisi lain, memilih untuk terdiam, menjadi seperti patung yang tak bisa bicara.
Perjalanan terus berlanjut, dan Rani tidak ragu untuk memerintahkan sopirnya. “Pak, tolong berhenti di toko ice cream seperti yang saya minta tadi,”ucapnya tanpa peduli pada pandangan Rayhan.
“Dengan senang hati, Nyonya.”
Mobil berhenti di depan sebuah toko es krim yang menawarkan berbagai jenis dan rasa. Sang sopir hendak turun untuk membelikan es krim untuk tuan kecilnya, Kenzie yang sedang tertidur pulas.
“Tidak perlu. Rayhan yang akan membelikannya,,”suara Rani menggema di ruang yang hening.
Rayhan memalingkan wajahnya, tatapannya tanpa sengaja jatuh pada Kenzie yang terlelap dengan wajah yang damai.
“Turunlah sekarang dan belikan Kenzie ice cream!”perintah Rani dengan tegas.
“Tidak, ma. aku tidak ingin melakukannya. Aku sudah melarangnya tadi. Dia juga sudah mau mengalah, 'kan?”sahut Rayhan, tanpa ragu.
“Rayhan, mengapa kamu selalu menentang keinginannya?”tnya Rani dengan suara penuh penyesalan.
“Segala sesuatu yang aku lakukan adalah untuk kebaikannya dan juga untuk aku sendiri,"jjawab Rayhan dengan mantap.
Rani menghela nafas berat, merasa bahwa semuanya menjadi semakin rumit.
”Namun, untuk kali ini, mama mohon kamu belikan dia ihhhhhh ce cream. Kalau kamu yang turun dan membelinya, pasti Kenzie akan sangat senang jika dia tahu,”Rani masih memegang teguh permintaannya kepada anaknya.
Rayhan akhirnya menyerah. Ia merasa bahwa terus menolak ibunya hanya akan membuatnya semakin lelah. Dengan langkah yang berat, ia memutuskan untuk memasuki toko es krim.
Setelah memilih dan membeli satu es krim, sengaja hanya satu, karena menurut Rayhan es krim tidak sebaiknya dikonsumsi secara berlebihan, ia melangkah keluar dari toko.
Bruk!
Namun, sebelum ia bisa menghindar, seseorang menabraknya dengan keras. Es krim yang baru saja ia beli jatuh ke tanah, bersamaan dengan seorang gadis yang turut terjatuh. Namun, Rayhan tetap tegak, tak tergoyahkan oleh benturan itu.
Sadar akan kesalahannya, gadis yang terjatuh itu segera mengambil es krim yang jatuh dari tangannya. Namun, es krim itu sudah hancur dan tidak layak untuk dimakan.
“Maafkan saya. Saya tidak bermaksud untuk menabrak anda,”ucap gadis itu dengan nada yang sangat sopan. Namun, tak ada respons dari Rayhan. Ia hanya diam, matanya menatap gadis itu dengan intens, menyelidiki setiap ekspresi di wajahnya yang panik.
“Tolong maafkan saya, tuan. Saya akan menggantinya, tunggu sebentar-“
Gadis itu mendongak, dan tiba-tiba kata-katanya terpotong. Matanya terkunci pada mata hitam pekat Rayhan, dan wajahnya seolah membeku dalam pesona yang tak tergoyahkan.
“Wow... Dia sungguh tampan.”
“Inikah yang namanya takdir,”bisik hati gadis itu yang terpesona, yakin bahwa pertemuan ini adalah takdir yang tak bisa dihindari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Lady Orlin
siapakh gadis yg memuji ini😆
2024-05-10
0
Lady Orlin
Rayhan jgn misuh2 atuhh😑
2024-05-10
0
Lady Orlin
kayaknya pas ngomong gini cute bgd😆
2024-05-10
0