Setelah tertahan begitu lama karena ulah Alma, Saka dan teman-temannya berusaha mencari cara untuk bisa keluar dari sekolah. Mereka mencoba mencari celah untuk bisa mengelabui wanita super gigih yang terus berdiri di depan pintu masuk kelas.
"Mau sampai kapan lo akan tetap di sana?" tanya seseorang berambut ikal sembari menempelkan dagunya pada jendela kelas yang mengarah pada sosok Alma
"Sampai bel masuk berdering!" sahut Alma.
"Kelas lo tuh di sana ngapain juga masih berdiri di sini? Lagian bentar lagi juga bel bunyi mana bisa kita kabur!" Pria kurus yang juga masih teman Saka mencoba untuk membujuk perempuan yang sudah menetapkan tekadnya untuk memperhatikan mereka sampai bel masuk berdering. Dia juga menempelkan dagunya pada jendela dengan wajah yang memelas berharap Alma bisa secepatnya pergi dari pandangan mereka.
"Gue juga bayar uang gedung ko jadi perihal mau di mana gue diem itu terserah gue!" Alma terkekeh.
"Seenggaknya ke kantin dulu gih, makan yang banyak. Berdiri di sini seharian pun enggak akan bikin lo kenyang karena kita gak akan kasih lo makan."
"Gue bawa nasi." Alma membuka bungkusan yang berisi nasi dan langsung melahapnya di depan mereka. Melihat itu membuat mereka menepuk jidat secara serentak. Bagaimana bisa ada orang yang sebegitu tertatanya hanya untuk menghentikan mereka agar tidak bolos.
Saka hanya diam di barisan meja paling belakang, percuma saja bernegosiasi dengan seseorang seperti Alma, itu hanya akan menghabiskan tenaga dan suara saja.
Untuk mengisi kekosongan, Saka mengambil kertas dan pensil dalam tas nya. Rencananya dia akan membuat satu puisi dan akan langsung memberikannya pada divisi mading untuk di tempel di sana. Sebenarnya Saka tidak begitu tertarik untuk memamerkan puisinya di mading itu. Hanya saja beberapa guru memaksa dia untuk membuat satu puisi setiap minggunya. Selain untuk kebanggaan karena mempunyai siswa yang punya bakat berpuisi juga untuk memperindah mading katanya.
Otak Saka berselancar jauh, mengingat satu kejadian yang berharap bisa menjadi inspirasi menulisnya hari ini.
Kau boleh pergi dengan perahumu
Menembus lautan itu
Dengan meninggalkanku
Yang masih menyisakan degup cinta untukmu
Tetapi jangan sesekali untuk datang lagi
Di saat hatimu tidak menemukan cinta seperti ini lagi
Dan jangan sesekali menggodaku lagi
Di saat hatiku telah melupakanmu suatu hari nanti
Tetaplah berada pada perjalan pergimu
Jangan merubah arahmu
Apalagi memutar perahumu
Karena mungkin saat itu terjadi aku telah melupakanmu
Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk membuat tiga bait puisi baginya. Tema yang dia bawa hari ini adalah tentang seseorang yang jangan kembali setelah meninggalkan. Tema ini akan menarik banyak perhatian para murid karena terasa pas dengan kisah mereka.
Kisah cinta remaja saat ini memang sangat labil. Seseorang dengan mudah pergi dan mudah juga untuk kembali. Mereka seperti manusia tanpa urat malu yang dengan santainya hadir lalu menawarkan cinta lain yang lebih indah dari apa yang telah mereka beri di masa lalu. Meskipun pada akhir ceritanya akan tetap sama, yaitu pergi kembali.
Saka berdiri, meneriaki temannya untuk berkumpul di tempat saka berdiri. "Woy... gue punya rencana bagus, kumpul!" Mereka yang mendengar Saka kemudian pergi kearahnya.
"Rencana apa?" tanya mereka kompak.
"Gue mau kasih puisi ini ke divisi mading. Otomatis itu manusia akan ngikutin gue. Di saat dia ngikutin gue, kalian kebelakang duluan dan tungguin gue di warung bi Susi." Ide Saka kali ini membuat teman-temannya bersorak seperti sedang merayakan kemenangan yang akan hadir beberapa menit lagi.
Saka pergi dari ruang kelas. Benar saja, Alma mengikutinya dari belakang tanpa mencurigai satu hal apapun.
"Gue mau ke divisi mading, lo ikut juga?" tanya Saka berusaha mengalihkan perhatiannya agar tidak menengok kearah belakang. Yang mana teman-teman Saka kini tengah berlarian kearah belakang sekolah.
"Ikut dong, kalau nanti Saka tiba-tiba ngilang sama aja bohong. Kalau gitu yaudah gak perlu deh Alma ngelakuin effort sebegini kerasnya buat bisa naha Saka di sekolahan," ucapnya kesenangan.
"Gak ada yang minta lo buat jagain gue. Mau gue bolos atau enggak juga gak ada hubungannya sama lo!" tegas Saka.
"Saka ini tuh keinginan Alma sendiri enggak perlu di suruh juga bakalan tetap dilakuin ko. Kalau ayah Saka tahu, Saka suka bolos, dia bakalan marah."
Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Alma membuat perasaan Saka tersinggung. Matanya berubah menjadi seperti di kuasai amarah.
"Jangan bawa-bawa bokap gue deh. Lagian dia enggak akan peduli juga!" jawab Saka marah.
"Kenapa?" tanya Alma. Namun sepertinya pertanyaannya kali ini telah membuat Saka marah. Tiba-tiba tatapannya tajam dan tangannya sedikit mengepal.
"Karena gue juga enggak tahu dia peduli atau enggak sama gue!" bentak Saka sembari memukul keras dinding di sebalahnya dan itu membuat Alma begitu ketakutan.
Melihat Alma yang begitu ketakutan Saka pun meminta maaf. "Maaf, jangan bahas soal ayah depan gue!"
"Gapapa Saka. Alma juga salah karena tiba-tiba ngomong soal itu depan Saka. Maaf, Alma gak tahu situasi kalian kaya gimana." Alma meminta maaf. Hanya anggukan kepala saja dari Saka.
"Ih jangan ngangguk aja, bilang sesuatu biar Alma gak ngerasa bersalah, Saka!" pintanya.
"Gue harus apa, Alma? Gue ngangguk juga itukan jawaban. Sumpah ribet banget! Udah tunggu di sana jangan ikut masuk karena lo gak berkepentingan di sini." Saka memintanya untuk diam di pintu masuk menuju ruangan divisi mading.
"Ikut, nanti kalau Saka kabur lewat jendela gimana?" Alma berusaha sekeras mungkin untuk menjaga Saka agar tetap di sekolah. Dan mencoba untuk mempersempit celah bagi Saka untuk kabur dari pandangan matanya.
"Ini tuh ada di lantai dua. Kalau gue kabur lewat jendela yang ada nanti mati." Saka melengos begitu saja masuk kedalam ruangan divisi mading lalu menguncinya dari dalam supaya dia tidak memaksa masuk. Sementara itu Alma mengintip Saka dari kaca jendela, melihatnya benar-benar membuat dia senang sendiri.
Beberapa menit berlalu, Saka keluar dari ruangan itu. senyum sabitnya yang manis entah keberapa kali telah mengetuk hati Alma. Dia bingung bagaimana Tuhan menciptakan Saka dengan sosok yang seperti itu.
"Astaga, masih aja di situ? Lo di panggil kak Nando tuh!" ucap Saka.
"Kak Nando? Sejak kapan dia jadi anggota divisi mading?" Alma bertanya-tanya.
"Lah, emang sebelumnya bukan? Tiap gue ngasih puisi dia selalu ada di sana ko." jawab Saka.
"Emang iya dia manggil Alma? Mau apa?" Alma penasaran. Lagi pula kenapa dia tidak langsung menghampirinya karena biasanya seperti itu. Tapi Alma membuang pikiran itu jauh-jauh mungkin dia memang sedang sibuk.
"Mau deketin lo kali kan dia suka banget sama lo," cetus Saka.
"kata siapa?" Alma heran kenapa dia bisa tahu?Apa karena rumor tentang Nando yang menyukainya sudah tersebar luas seantero sekolah? Sungguh bagi Alma rumor itu benar-benar membuatnya sakit kepala.
"Semua orang juga taunya gitu! Sana masuk gue mau ke kelas." Saka mulai melangkahkan kakinya namun tangan Alma menahannya.
"Langsung ke kelas nanti Alma cek!" Alma mengultimatum Saka.
Setelah Alma masuk ke dalam ruangan itu, Saka berlari sangat kencang menuruni anak tangga menuju belakang sekolah. Sebenarnya tidak ada Nando di sana. Dia hanya menjebak Alma supaya memberi dirinya ruang untuk kabur dari pengawasannya. Kali ini mungkin Saka sedang tertawa sangat puas. Karena pada akhirnya kemenangan ada dalam genggamannya.
Sementara itu Alma yang telah masuk kedalam ruangan itu langsung mendapat omelan dari beberapa anggota mading karena masuk tanpa izin. Dalam benaknya kenapa dia bisa tertipu dengan mudah oleh trik Saka? Seharusnya dia tidak boleh terkecoh begitu saja. Mengingat perjuangannya untuk menahan agar Saka mengikuti mata pelajaran ini sangat berat.
Namun nasi sudah jadi bubur, Saka dan teman-temannya kini sudah berada di luar lingkungan sekolah. Mereka saling melempar tawa ketika Saka menjelaskan situasinya tadi untuk bisa menjebak Alma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments