Drama Alma

Alma memasang dua salonpas yang ia kenakan di kanan dan kiri keningnya.

Hujan kemarin benar-benar membuatnya merasakan demam dan sakit seluruh badan.

Tadinya ia ingin izin untuk tidak bersekolah namun mengingat kembali bahwa jika tidak sekolah itu berarti tidak bertemu Saka maka ia memutuskan untuk tetap berangkat.

Setibanya di Sekolah, Alma menjadi pusat perhatian. Bukan karena paras cantiknya kali ini melainkan karena beberapa salonpas yang menempel di wajahnya.

"Perasaan kemarin lo sehat?" tanya Airin.

"Ini tuh gegara Saka!" jawabnya.

"Saka? Lo akhirnya nemuin dia?" Airin kini sedang bersemangat untuk mendengar kisah pertemuan antara dirinya dengan Saka.

"Saka itu enggak sama seperti apa yang gue pikirin. Ternyata Saka itu lebih romantis." Alma tersipu ketika menyebut nama Saka di depan Airin.

"Sampai bikin lo sakit?" tanyanya kembali dengan wajah yang kini sedang berpikir keras. Definisi romantis seperti apa yang dipikirkan Alma? Pikirnya, bahwa tidak ada romantis yang bisa menyebabkan sakit jasmani.

"Sepanjang perjalanan pulang kita itu barengan. Saka di depan dan gue di belakang." Alma sangat bersemangat, ia menarik napas panjang sejenak untuk mengingat kembali kisah kemarin untuk diceritakan kembali pada temannya itu.

"Saking romantisnya moment kemarin hujan sama angin pun riuh dan bergemuruh. Kayanya kalau Hujan sama angin itu manusia mereka sedang berteriak histeris menyaksikan bagaimana sepasang manusia sedang menikmati momen bersama." lanjutnya, kemudian merebahkan punggungnya pada sandaran kursi.

"So sweet, terus kalian ngobrol apa aja?" timpalnya.

"Enggak ada," tegas Alma yang membuat Airin berdecak sebal lalu menempelkan jidatnya pada meja tanda bahwa ia sedang merasa kesal dengan sikapnya. Apa iya ada orang yang katanya romantis tapi tidak ada pembicaraan sama sekali sepanjang perjalanan?

"Terus romantisnya di mana... Alma Nadia?" dengusnya kesal.

"Airin, lo kayanya kurang nonton film sama baca-baca Novel deh. Disitu tuh banyak banget yang menceritakan cowok yang dingin dan mereka itu romantis... beneran romantis loh!"

"Serah lo deh mau mendefinisikan seperti apa! Yang jelas denger lo cerita bikin pala gue pusing," protes Airin.

"Terus lo sama Kak Nando gimana?" Kini Alma yang balik kepo dengan kisah mereka berdua.

"Tau deh! Lo becandanya kebangetan. Sepanjang jalan itu gue sama dia canggung banget." Airin mengingat kembali momen bersama Nando kemarin.

"Diem-dieman?" tanya Alma penasaran.

"Iya," jawabnya menghela napas panjang.

"Jadi, gimana?"

"Gimana apanya?" Airin keheranan.

"Iya kan dia cuek."

"Terus?"

"Ih Airin, kenapa bego banget sih?" Kini malah Alma yang balik pusing dan emosi dengan Airin yang tidak mengerti apa maksud dari pertanyaannya.

"Iya kan kata lo kak Nando itu cuek. Jadi gimana? Yang cuek itu romantis dan gemesin, kan?" lanjutnya.

"Gemesin dan romantis dari mana? Dari hongkong?" protes Airin. Ucapan dari Alma barusan terasa begitu seperti sedang menghinanya.

"Orang kalau udah kesel sama orang lain biasanya dia bakalan penasaran nantinya dan kadang akan kepo lalu akan tertarik. Gue yakin, lo bakalan ngalamin fase itu," cetus Alma yang sontak membuat Airin menggelengkan kepalanya.

"Enggak bakalan! Karena hidup gue enggak pernah sedramatis hidup lo," cela Airin.

"Enggak pernah bukan berarti tidak akan pernah yah. Mungkin beberapa waktu yang akan datang hidup lo juga bakalan dramatis, sedramatis hidup gue!" Alma tertawa, merasa puas dengan apa yang baru saja dia ucapkan.

Mungkin setelah ini Airin akan benar-benar dilema antara takut dan resah. Bagaimana hidup yang kata Alma dramatis itu akan benar-benar menghampiri dirinya.

Tidak ingin itu terjad dia ngetukan tangannya di atas meja beberapa kali.

***

Bel istirahat berbunyi. Alma mengajak Airin untuk pergi ketempat fotokopi yang terletak di sebrang sekolah. Dia lupa untuk memfotokopi berkas-berkas yang diminta pak Ayub sebagai persyaratan untuk mengikuti lomba melukis tingkat provinsi.

Setibanya di gerbang sekolah mata Alma berbinar karena mendapati Saka yang tengah berdiri di sebrang jalan tempat di mana fotokopi itu berada.

"Itu Saka!" ucap Alma antusias.

"Mana?" Airin penasaran.

"Itu yang berdiri di sana, di tempat fotokopi." tunjuk Alma antusias.

Mereka lalu menyebrangi jalan. Alma tidak sabar hingga menarik tangan Airin agar berjalan dengan cepat.

Setibanya di tempat fotokopi, Alma berdiri di samping Saka. Alma tidak melihat kearah Saka seolah ia sedang tidak memperhatikan lelaki di sampingnya itu.

Saka mencuri-curi pandang kearahnya.

Dia mencoba tenang setelah tahu jika perempuan itu adalah Alma.

Mungkin dalam hatinya, Saka benar-benar tidak ingin perempuan itu menyapa dirinya.

Setelah beberapa saat menunggu, berkas yang di fotokopi Alma pun beres.

Tiba-tiba saja Alma duduk di kursi plastik yang berada di tempat itu sembari memegangi kepalanya.

"Airin, kepala gue pusing!"

Airin panik sedangkan Saka dengan tidak pedulinya mencoba mengacuhkan Alma yang terduduk lemas. Sebelum akhirnya satu tepakan keras dari Airin padanya membuat Saka terperanjat.

"Lo itu gimana sih ada cewe sakit malah diem aja. Bantuin bopong keruang UKS cepet." Airin terlihat sangat emosi melihat Saka yang hanya diam saja.

Saka yang sebenarnya malas membantu Alma mau tidak mau harus membopongnya menyebrangi jalan.

Alma mengedipkan mata pada Airin yang mengikutinya dari belakang.

Melihat itu, Airin mengerti bahwa Alma sedang berpura-pura. Namun ulahnya yang mendadak sakit kepala berhasil membuat Airin benar-benar panik.

Setibanya di ruang kesehatan kemudian Saka membaringkan Alma. Dia lalu berjalan ke arah pintu untuk pergi meninggalkan mereka. Namun dengan sigap Airin memegang bajunya Saka dari belakang hingga dia tidak bisa lagi berjalan.

"Mau kemana lo?" tanya Airin.

"Keluar!" jawab Saka dengan wajah dinginnya, yang membuat Alma ingin memukulnya.

"Lo Saka, kan?" tanya Airin dengan nada yang sedikit menghakimi Saka.

"Gak penting nama gue siapa!" jawab Saka sinis.

"Alma cerita ke gue kemarin dia nunggu lo depan gerbang buat balikin payung. Karena kejadian itu Alma jadi sakit. Atas pertimbangan yang sudah di putuskan oleh gue sendiri maka lo harus jaga Alma di ruangan ini!" tegas Alma yang membuat Saka memasang wajah bingung sekaligus kesal.

"Sial banget kayanya hidup gue karena ketemu orang-orang gak jelas kaya lo dan teman lo yang aneh ini." Saka menepuk jidat serta menggelengkan kepalanya.

"Lo gamau nemenin Alma? Oke, nanti gue tinggal bilang aja sama bokapnya Alma kalau yang bikin Alma sakit adalah lo, Saka!" Airin memberikan mata tajamnya pada Saka.

"Yaudah, gue gak mau banyak drama. Nanti gue suntik mati aja ni anak biar gak ngerepotin orang lagi," celetuknya sembari menampakan senyum jahat kearah Airin.

"Gila... dasar cowok kasar. Kalau lo ngelakuin hal-hal jahat dan mesum saat jagain temen gue awas aja gue tonjok dada lo sampai gak bisa napas lagi." Airin memperingatkan Saka.

"Lo pikir aja ada cowok brandal kaya gue jagain cewek cantik kaya dia dengan kondisi dia lagi pingsan. Naif banget kalau enggak gue apa-apain!" Saka menggertak dengan senyum mesumnya pada Airin agar dia bisa keluar dari ruangan ini.

Namun Alma yang mendengar langsung dari mulut Saka bahwa dirinya cantik langsung tersipu.

"Kebetulan ruangan ini udah ada cctv kalau mesum sama temen gue abis lo dirujak sama sekolah. Dan yang harus lo tahu adalah bokapnya Alma adalah seorang tentara dan nyokapnya seorang pengacara. Silahkan aja kalau lo mau bikin sisa hidup lo menjadi gak aman dan gak baik-baik aja!" cetus Airin dengan diakhiri tawa jahat darinya.

Memang benar hidup adalah pilihan. Tapi kadang ada saat-saat di mana kita harus hidup dengan sesuatu hal yang sebenarnya tidak ingin sekali kita lakukan.

Seperti yang saat ini terjadi dengan Saka. Menjaga Alma adalah sesuatu hal yang sebenarnya tidak ada dalam rangkaian rencana yang sudah dia susun sejak terbangun dari tidurnya pagi tadi. Namun apa daya satu gertakan dari airin benar-benar membuat Saka menjadi chaos.

Airin pun pergi kini hanya tinggal Saka dan Alma dalam satu ruangan.

Alma yang sebenarnya sedang berpura-pura pingsan sesekali menatap wajah Saka dengan lekat meski hanya sekilas ketika ia lengah. Baginya ini adalah sesuatu yang akan membuat hatinya meletup-letup dan bergembira.

Dalam hatinya dia ingin terus berpura-pura tidak sadarkan diri agar bisa lebih lama lagi berduan dengan Saka dan menatap wajahnya sesering mungkin. Karena mungkin setelah momen ini selesai Saka akan kembali sulit untuk dia temukan.

Namun bibirnya tidak berhenti berontak karena ingin sekali berbicara dengan Saka. Bagi Alma mengeluarkan banyak kata untuk Saka tidak akan membuatnya merasa lelah. Karena berbicara dengannya mungkin sudah menjadi sebuah kesenangan tersendiri yang terlampau sudah memiliki arti dalam degupnya.

Akhirnya Alma sadar dari pura-pura pingsannya. Ia mencoba untuk meringis sembari memegangi kepalanya.

"Lo udah sadar? Gue cabut." Saka yang tengah duduk lekas berdiri dan berjalan kearah pintu.

"Saka... sadar itu bukan berarti udah baikan tahu! Alma masih pusing belum dikasih obat, belum di kasih salonpas juga di kening Alma," ringisnya berpura-pura menahan sakit.

"Lo itu cuman pingsan bukan lumpuh. Jadi masih bisa ngelakuin semuanya sendiri." Saka tetap acuh dan mulai membuka pintu.

"Saka! Alma tuh masih lemes. Kalau ngelakuin semuanya sendiri mana bisa. Lagian Saka harus tanggung jawab karena semua ini gara-gara Saka juga kan!" Alma tidak kehabisan ide untuk membujuk Saka agar tidak keluar dari ruangan uks.

Saka menutup kembali pintunya, sesuatu yang di syukuri oleh Alma. Dia membuka tempat penyimpanan obat mencari sesuatu yang bisa diberikan pada Alma agar cepat kembali pulih.

"Saka nyari apa?" tanya Alma.

"Kapal selam." jawabnya sangat emosi. Namun mendengar itu Alma hanya tertawa kecil.

"Ternyata Saka lucu. Mana ada kapal selam di tempat kecil kaya gitu." sahutnya di sela-sela tawa yang mengudara di ruangan yang tidak besar ini. Saka hanya menggelengkan kepalanya.

"Pake." Saka memberikan salonpas pada Alma untuk dia gunakan.

"Alma tuh lebih seneng dikompres pakai air anget." tolak Alma memberikan kembali salonpas itu pada tangan Saka. Tidak ingin mendengar ucapannya, Saka kemudian menempelkan salonpas yang dia pegang tepat dikening Alma dengan paksa. Alma tidak bisa menolak dan membiarkan tangannya menyentuh kening Alma. Saat itu terjadi Alma hanya diam membeku seolah tak percaya bahwa Saka sedang memegangnya saat ini.

Wajah pucatnya seketika menjadi merah merona. Alma menutupi wajahnya karena tidak ingin dilihat oleh Saka. Sementara itu Airin yang baru saja membuka pintu langsung salah paham ketika melihat tangan Saka sedang menyentuh Alma dan melihatnya yang terlihat gelagapan.

"Dasar cowok mesum!" Teriaknya, yang membuat beberapa orang dari luar memadati ruangan kesehatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!