Sore ini hujan telah menahan Saka lebih dari satu jam dan harus berteduh dalam bangunan kosong di belakang sekolah.
Saka sebenarnya ingin segera beranjak pergi namun tidak bisa. Karena payung satu-satunya yang ia punya, telah dia pinjamkan pada seorang gadis yang seminggu lalu dia temui.
Saka pun kembali kedalam sekolah, menaiki dinding pembatas untuk memutar haluan. Karena sepertinya jika menunggu hujan reda akan sangat lama. Pada akhirnya Saka lebih memilih untuk menunggu angkutan umum di depan gerbang sekolah saja.
Melihat gerbang sudah tertutup mau tidak mau Saka harus memanjat gerbang itu. Ia melompat dari atas gerbang, yang tanpa sadar telah membuat terkejut seorang perempuan yang tengah berdiri tepat di depannya.
"Astagfirullah," teriaknya kencang. Saka pun juga ikut terkejut karena suara bisingnya yang memekakan telinga.
Perempuan itu mengelus dada dengan napas yang tidak berirama seolah apa yang baru saja terjadi benar-benar membuatnya hampir mati.
Perempuan itu kemudian menatap Saka dengan mulut yang menganga, seolah sedang melihat sesuatu yang ajaib. Ia kemudian memasang wajah yang berbinar-binar seperti seekor Harimau yang akan menikam mangsanya.
"Saka! Gimana kalau jantung Alma copot? Saka mau tanggung jawab?" protesnya dengan nada yang sangat halus. Saka kebingungan karena seharusnya jika seseorang menggunakan kalimat itu maka akan dibarengi dengan mimik yang marah. Tapi perempuan itu tidak demikian, ia malah terlihat seperti sedang berbahagia.
"Kalau jantung lo copot, berarti lo mati!" jawab Saka yang dibalas tarikan napas panjang darinya.
"Katanya suka puisi tapi ko enggak romantis!" ucap Alma pelan agar tidak di dengar Saka.
"Gue denger yah barusan lo ngomong apa!" ucap Saka merasa geram. Dia benar-benar heran kenapa ada manusia seperti itu di dunia ini.
"Ya maaf. Gue Alma, lo masih ingatkan?" ucap perempuan itu sembari menunjukan payung yang digenggam oleh tangannya.
"Gue udah tau," balasnya dengan wajah yang datar. Dalam hati Saka sebenarnya dia ingin segera menyudahi percakapannya dengan manusia aneh satu ini.
"Jadi Saka udah tau nama Alma? Jadi Saka selama ini nyari tahu tentang Alma?" tanya Alma dengan senyum yang mengembang.
"Jangan bikin gue emosi. Kan lo yang ngasih tau nama lo waktu itu." Sebenarnya Saka juga tidak pernah berniat untuk mengingat namanya. Namun momen pertemuan pertama dengannya benar-benar begitu membekas dalam ingatan. Bukan berarti kenangan itu adalah kenangan yang bagus. Melainkan momen itu sangat-sangat memprihatinkan baginya. Sebab waktu itu dia benar-benar cengeng dan menyusahkan dengan terus menangis tanpa henti sepanjang hujan turun.
"Maaf Alma lupa," jawabnya cengengesan menahan malu.
"Sini payung gue. Lagian dikasih pinjem ko lupa balikin!" protesnya sembari mengambil payung yang dipegang Alma.
"Bukan lupa, saka! Tapi Saka yang susah dicari." Alma memberikan payung padanya.
Tanpa sepatah kata, setelah payungnya kembali, Saka pergi begitu saja meninggalkan Alma di belakang. Alma pun mulai mengikutinya. Melihat bagaimana Saka berjalan dan memperhatikan dirinya dari belakang benar-benar membuat Alma kesenangan.
Sesekali Saka memutar wajahnya kemudian memergoki Alma yang sedang senyum-senyum sendiri dan bertingkah aneh seperti seseorang yang kejang-kejang. Sungguh itu sangat membuat Saka bergidik ketakutan.
Pikir Saka, Alma di pertemuan pertama begitu berbeda dengan Alma yang sekarang. Dia benar-benar berubah menjadi seseorang yang lebih menakutkan dengan terus bertingkah tengil dan sangat aktif di belakangnya.
Sudah sepuluh menit Saka berjalan dengan payungnya dan selama itu juga Alma masih mengikutinya dari belakang. Seolah seperti sedang diikuti Saka pun memberhentikan langkahnya.
"Lo kenapa ngikutin gue?" Saka memasang wajah galaknya untuk mengultimatum seorang wanita di belakangnya.
"Enggak! Rumah Alma tuh di sana, dekat pertigaan terus ke kanan," jawab Alma dengan menampilkan wajah polosnya. Namun bagi Saka itu adalah mimik wajah yang benar-benar seperti ingin di hakimi.
"Jalan Sudirman?" Saka memastikan kemana dia akan berjalan. Bagaimana pun dia benar-benar sangat risih meskipun Alma memang benar tidak mengikutinya.
"Saka ko tahu? ngikutin Alma yah?" Alma memicingkan mata sedang menghakimi lelaki super tampan di depannya.
"Semua orang juga tahu kalau ke sana itu ke arah jalan Sudirman. Aneh banget sih lo!" jawabnya emosi.
Mereka kembali berjalan, menjadi pusat perhatian orang-orang yang tengah berteduh. pikir orang-orang itu mungkin mereka berdua adalah sepasang kekasih yang tengah bertengkar di bawah hujan.
Saka berjalan cepat, seolah sedang tidak ingin diikuti oleh Alma. Sedangkan Alma mencoba untuk mengimbangi langkah Saka yang seperti sedang dikejar singa.
Melihat mereka berdua seperti dua hal yang bersebrangan seperti kutub Utara dengan kutub Selatan. Atau seperti angin dan hujan yang jika bersatu mungkin akan menciptakan badai.
Hujan dan sedikit angin benar-benar tengah mengguyur mereka. Alma benar-benar kedinginan, dia beberapa kali menggoda Saka dengan mengeluarkan nada kedinginan dari mulutnya agar Saka memberinya sweater tebal yang tengah dipakainya seperti di film-film.
Namun ternyata Saka tidak benar-benar seperti apa yang dipikirannya yang romantis dan pengertian. Pada kenyataannya ia adalah lelaki dingin tanpa emosi.
Namun Alma tetap melihatnya sebagai seseorang yang menarik karena katanya pria yang dingin seperti itu adalah pria yang tetap punya sisi romantis. Hanya saja ia sedang lupa bagaimana cara menggunakan kata romantis itu di depan seorang wanita. Alma berpikir, apakah Saka tidak pernah berpacaran? Atau memang itu sudah menjadi wataknya semenjak dia dilahirkan ke Dunia?
Saka berhenti tepat di pertigaan yang kata Alma itu adalah jalan menuju rumahnya. Ia memandangi perempuan bernama Alma itu dengan sangat lekat hingga membuat Alma harus menahan gemas karenanya.
Saka sepertinya salah bertindak, dia sesegera mungkin mengalihkan pandangannya. "Itu jalan menuju rumah lo, kan? Jadi silahkan pulang dan jangan ikutin gue," cetus Saka yang membuat Alma mengigit bibir bawahnya.
Meskipun memang benar itu adalah arah menuju rumahnya namun dia tidak berniat untuk menyudahi kebersamaan dengan Saka saat ini. Alma pun memutar otak mencari ide agar terus bisa bersama Saka selama mungkin. Kemudian dia teringat satu hal dan mungkin hal ini yang akan membuatnya bisa lebih lama berjalan dengan Saka.
"Saka, emang saka pulang ke arah mana?" tanya Alma mulai mengarahkan pembicaraannya.
"Sana." Tangannya menunjuk lurus ke arah di depannya. Saka masih saja memperlihatkan wajah datarnya. Namun justru itu malah membuat Alma semakin tertarik dengannya.
"Sama dong." Alma mulai melancarkan idenya.
"Katanya tadi arah menuju rumah lo itu ke arah sana!" Saka mencoba untuk menahan emosinya.
"Benar emang ke sana Saka. Tapi Alma baru inget kalau hari ini tuh mau nginep di rumah Nenek. Dan arahnya memang ke sana, ke arah yang sama dengan Saka," ucap Alma meyakinkan Saka karena ini adalah bagian dari idenya.
Saka tidak menjawab, dia lebih memilih untuk meneruskan langkahnya dan mengacuhkan Alma. Saka benar-benar tidak ingin emosinya membuncah hanya karena satu perempuan yang masih saja mengikuti dirinya dari tadi. Dan lebih memilih untuk membiarkan dirinya melakukan hal yang memang ingin dia lakukan. Mendebatnya hanya akan menghabiskan banyak waktu dan emosi saja.
Sementara Saka berjalan, Alma mematung sejenak. Dia kemudian memandangi punggung seorang pria yang ada di depannya. Saka baginya seperti sebuah teka-teki yang akan sulit untuk di jawab, seperti sebuah puzzle yang mungkin akan memakan waktu untuk kemudian bisa di lengkapi dengan sempurna. Dia masih menjadi sebuah tanya yang akan sulit sekali dijawab. Dia masih menjadi sebuah arah yang tidak akan mudah untuk diikuti.
Setelah sekian lama berjalan, akhirnya Saka sebentar lagi akan sampai di rumahnya. Selama itu pula Alma masih mengikutinya.
Dia buru-buru sembunyi terlebih dahulu karena benar-benar tidak ingin jika rumahnya di ketahui oleh Alma. Bisa-bisa nantinya ia akan terus di teror jika Alma benar-benar mengetahui dengan spesifik rumahnya.
Saka bersembunyi diantara dua mobil yang sedang terparkir, dia membiarkan Alma untuk benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Setelah merasa bahwa Alma benar-benar hilang, dia kemudian bergegas dengan cepat menuju rumah.
Setelah beberapa lama dibuat cemas oleh ulah Alma. Kini Saka benar-benar bisa bernapas lega dan tidak akan khawatir lagi sampai esok hari. Karena mungkin di sekolah bisa saja Alma berbuat hal yang tidak menyenangkan seperti yang barusan terjadi.
Setibanya di pekarangan, Saka benar-benar kaget melihat Alma yang baru saja masuk ke dalam rumah yang berada tepat di sampingnya.
"Jangan bilang itu rumah neneknya," gumam Saka yang mendapati kenyataan bahwa mungkin dia akan benar-benar sering bertemu dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
AmanteDelYaoi:3
Terperangkap
2024-05-09
0