ROMANSAKA
Aku lelaki teduh yang berupa angin
yang sering melewati dirimu
yang lebih sering kau rasakan
Namun tidak pernah kau resapi
Lelaki teduh ini
hanya senang memandangi dirimu
menikmati indah matamu
Namun tidak pernah benar-benar menikmatinya
karena terkadang lelaki teduh ini sering sadar
matamu yang besar
cantikmu yang segar
bukanlah milik diriku, meski hanya sekedar
Puisi dalam aula itu bergema hingga terdengar sampai ke kantin karena memang jarak antara kantin dan aula tidak begitu berjauhan.
"Ah... itukan suaranya Saka! Puisinya romantis banget. Jadi makin suka aja sama Saka," ucap Alma, perempuan super aktif yang begitu menggilai Saka.
"Saka yang pernah lo ceritain itu? Yang ngasih payung pas hujan kemarin dan payungnya belum lo balikin?" tanya Airin yang tidak lain adalah sahabat Alma sejak sekolah dasar.
"Iya, keren banget, kan? Selama ini yang baik dan rela ngasih payung saat hujan sama gue itu cuman Saka doang," jawab Alma yang membuat Airin bergidik dan membuat bulu kuduknya berdiri tegak.
"Emang sekeren dan sebaik apa sih si Saka itu?" Airin kini malah penasaran dengan sosok Saka ini.
"Airin, apa iya kamu enggak dengar barusan Saka bacain puisi? Beneran keren kan? Coba deh mana ada cowok zaman sekarang yang suka sama puisi? enggak ada kan?"
Kini Airin malah takut dengan kegilaan Alma yang tiba-tiba saja bertingkah seolah Saka adalah lelaki yang paling perfect di dunia ini.
Dia tidak tahu saja bahwa Alma sedang jatuh cinta. Jatuh cinta memang seperti itu bukan? Rasa gila yang bersembunyi dalam ruang yang paling dalam akan tiba-tiba saja bergejolak ketika kita benar-benar jatuh cinta. Itu yang kali ini sedang dirasakan oleh Alma.
Alma begitu menggilai Saka setelah pertemuan singkatnya seminggu yang lalu. Di bawah hujan yang gemercik sore itu, Saka dengan kebesaran hatinya memberikan payung yang ia kenakan pada seorang wanita yang bernama Alma.
Dalam benak Saka itu bukanlah sesuatu yang spesial. Karena siapapun akan melakukan hal yang sama ketika seorang lelaki melihat perempuan yang sedang menangis karena ingin pulang tapi tertahan karena dia tidak membawa perlengkapan memadai untuk membelah hujan itu sendiri.
Tapi untuk Alma tidak demikian. Pikirnya, Saka bak pahlawan yang membuatnya merasa tidak takut lagi.
Bayangkan saja ada seorang perempuan sedang terduduk di waktu sore. Dia begitu ketakutan karena langit terus saja menangis hingga menciptakan hujan yang lebat.
Sementara waktu terus berjalan, langit yang tadinya sedikit menampakan cahaya lalu berubah menjadi gelap yang mencekam. Di waktu seperti itu Alma pikir tidak ada yang bisa ia lakukan selain tetap diam dan menangis. Berharap ada seseorang yang membawanya pergi ke tempat di mana ia merasa tidak takut lagi.
Bak pahlawan yang datang di waktu hujan. Saka membuat Alma merasa tidak takut lagi setelah memberinya payung dan menemani dirinya menuju tempat yang lebih ramai.
Sejak saat itu Alma memutuskan untuk jatuh cinta dengan Saka. Dia terus mencari keberadaan Saka meski tidak pernah kunjung bertemu. Lalu mencari banyak informasi tentang saka hingga ia tahu beberapa hal; Bahwa ternyata Saka begitu menyukai puisi. Bahwa Saka adalah siswa pemalas yang jarang sekali menginjakan kakinya di sekolah.
******
Bel pulang berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dan mulai memadati pintu gerbang.
Sementara Alma sibuk mencari keberadaan Saka yang tak kunjung dia temukan.
Padahal Alma hanya ingin mengembalikan payung yang satu minggu lalu Saka pinjamkan padanya. Juga karena Alma ingin bertemu dan memandangi wajahnya yang sangat-sangat membuat hatinya berdebar.
"Alma, lo mau sampai kapan nyari Saka?" Airin mengeluh karena sudah tiga puluh menit dia menemani Alma mencari keberadaan Saka.
"Kalau lo nyari sesuatu nih bakalan sampai kapan?" Alma balik bertanya.
"Sampai ketemu lah," jawab Airin.
"That's right," ucap Alma yang membuat mata Airin hampir keluar karena mendengar jawabannya.
"Lo udah gila apa?" Airin menepuk jidatnya.
"Iya... seorang Alma memang sedang menggilai Saka." Alma mengedipkan mata genitnya, seolah sedang mengerjai Airin yang sedang berisik dan menghakimi dirinya.
"Hei, Kak Nando." Alma berteriak memanggil Nando yang sedang berjalan sendirian. Mendengar namanya dipanggil ia langsung menghampiri kedua perempuan itu.
"Kak, bisa bantu enggak?" ucap Alma yang membuat Airin bingung kenapa dia meminta bantuan pada lelaki itu?
"Boleh, emang mau dibantu apa?" jawab Nando begitu antusias. Dia hanya tidak tahu saja bahwa Alma bukan ingin meminta bantuan untuk membantu dirinya. Namun untuk membantu sahabatnya.
"Ini Airin katanya dia pengen pulang. Kakak bisa anterin dia pulang?" Alma memasang wajah memohon. Sementara Airin hanya terbelalak dan diam mematung seolah sedang merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja Alma ucapkan.
"Terus, kamu pulang sama siapa?" tanya Nando dengan mimik yang sedikit kecewa. Karena mungkin dalam hatinya dia hanya ingin mengantar Alma. Semua siswa di sekolah ini pun tahu bahwa Nando sang ketua osis itu selalu terang-terangan mengatakan bahwa dia menyukai Alma. Namun tidak dengan Alma, dia selalu risih akan hal itu. Karena Alma tahu ada yang lebih mencinta dia dari pada dirinya sendiri. Dan orang itu adalah Airin, orang yang sedang bersamanya saat ini.
"Aku di jemput Ibu. Gimana bisa apa enggak?" tanya Alma sekali lagi.
Seolah tidak terima Airin menyubit Alma dengan sangat keras yang membuat Alma berteriak sangat kencang.
"Kamu gapapa?" Mata Nando langsung melirik ke arah Alma, memastikan bahwa tidak terjadi apa-apa pada Alma.
"Enggak... Airin emang suka gitu. Kalau lagi seneng emang suka nyubit. Iyakan Airin?" Tatapan Alma sedang menghardik Airin untuk mengiyakan ucapannya. Dan dia hanya bisa tersenyum kikuk pada Lelaki di depannya itu.
"Yaudah ayo. Ikut gue ke warung bi Susi, motor gue parkirnya di sana," ajak Nando pada gadis yang sedang bingung harus berbuat apa.
"Alma lo gila! Lo gila!" sahut Airin dengan nada pelan dan mimik yang dikuasai rasa sebal. Namun juga terselip senyum sabit dari bibirnya. Melihat itu Alma hanya tertawa pelan, seolah sedang merasa puas.
****
Sudah pukul lima lebih lima belas menit. Alma masih saja menunggu kehadiran Saka di dekat gerbang sekolah yang sebentar lagi akan di tutup oleh Pak Mamat.
Alma sangat yakin bahwa Saka sedang berada di dalam. Selain karena firasat juga karena Alma tahu bahwa tadi siang dia mendengar Saka berpuisi dalam aula. Itu artinya Saka memang bersekolah hari ini.
"Kamu nunggu siapa?" tanya Pak Mamat yang sudah berkeliling dan memastikan bahwa seluruh siswa sudah pulang dan akan mengunci gerbang.
"Nunggu Saka. Pak Mamat liat saka di dalam?" tanya Alma yang berharap-harap cemas jika Saka memang masih berada di dalam.
"Oh Saka, dia udah pasti keluarnya lewat belakang. Biasa anak-anak bandel, jadi buat mereka pintu utamanya ada di belakang bukan di depan sini," jawab Pak Mamat sambil menggelengkan kepalanya tanda heran pada tingkah aneh mereka.
"Jadi di dalam udah gak ada siapa-siapa?" Alma berusaha memastikannya karena siapa tahu Saka memang masih ada di dalam.
"Udah gak ada siapa-siapa. Pak Mamat mau kunci gerbangnya," jawabnya tegas. Dia mulai mengambil kunci gerbang dari dalam tas. Namun tiba-tiba Alma menahan tangannya berusaha untuk menunggu beberapa menit lagi.
"Emang gak bisa di tunggu sekitar lima belas menit lagi?" Alma memohon. Bagi Alma ini adalah kesempatan yang pas untuk menunggu Saka. Bukan tanpa alasan, hanya saja kapan lagi menunggu Saka? Karena belum tentu jika besok, lusa, atau hari-hari selanjutnya Saka akan berada di sekolah.
"Enggak bisa! Nanti kalau Pak Mamat telat pulang terus jadi gak di kasih masuk kerumah sama istri pak Mamat gimana?" Pak Mamat tetap bersikeras. Karena mungkin bagaimanapun dia ingin cepat pulang dan bertemu dengan keluarganya.
" Ini kan hujan Pak Mamat jadi masih bisa di bikin alasan. Atau bilang aja sama istri Pak Mamat kalau pulangnya sedikit telat karena lagi beli dulu martabak, atau enggak Pizza, atau apa deh terserah Pak Mamat." sahut Alma sembari mengeluarkan selembar uang seratus ribu dalam saku celananya.
Ini adalah cara terakhir untuk membujuknya. Jika masih tetap menolak, mungkin Alma akan pasrah. Namun siapa yang tidak tahan dengan uang sebanyak itu? Pada akhirnya kesempatan bertemu dengan keluarga lebih awal akan kalah dengan uang.
"Tapi cuman lima belas menit yah!" jawabnya sembari mengambil uang dari tangan Alma.
"Giliran ada uang gampang banget di rayunya!"
"Jangan nolak rezeki, pamali!" sahutnya. Lalu memasukan kembali kunci dan gembok yang sudah di genggamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments