Masih tentang barisan mimpi-mimpi
Yang terbang bersama daun rapuh
Dari sebatang kayu yang lembut
Mengikuti alunan angin yang tidak merdu
Mimpi-mimpi yang melayang itu
Mencoba menaklukan hamparan gunung tinggi
Menjelajahi samudra yang luas
menaklukan hutan yang rimba
Mimpi-mimpi itu hanya ingin bersemai
berbarengan dengan suara kicau burung kala pagi
Suara riak dari hujan yang menyentuh permukaan air
Suara-suara alam yang sering membentuk nyanyian merdu
Membaca puisi-puisi Saka kala istirahat sepertinya sudah menjadi sebuah rutinitas bagi Alma. Bahkan kini dia lupa kapan dia absen untuk sekedar membaca puisi-puisi madingnya itu.
Dan magis dari puisi Saka telah mengubah banyak hal dari Alma. Seakan puisinya membawa pengajaran yang tidak pernah para orang tua ataupun guru di sekolah ajarkan. hingga kini begitu banyak wawasan baru yang dapat dia terima. Karena puisi Saka juga kini dia lebih punya banyak ide untuk melukis dalam kanvas putihnya. Sering kali atau mungkin kebanyakan lukisannya akhir-akhir ini hasil dari menerjemahkan puisi Saka.
Tanpa pikir panjang Alma memotret puisi terbaru Saka untuk nanti sepulang sekolah ia jadikan sebagai ide melukisnya. Airin yang selalu bingung kenapa Alma sering memotret puisinya Saka kemudian memberanikan diri untuk bertanya. Bagaimana pun dia yang sering memotret karya orang lain, jika itu terlihat oleh sang pemilik karya takutnya akan menimbulkan sebuah masalah bagi temannya itu.
"Alma... kenapa sih lo selalu memotret karya Saka? Lo mau jadi plagiat? Jangan deh, kalau dilaporin Saka ribet nanti!" Airin bersaha mewanti-wanti kelakuannya itu.
"Emang bakalan dilaporin?" Wajah Alma yang sejak tadi begitu santai kemudian berubah menjadi panik.
"Iyalah! Kita itu enggak lagi hidup di zaman batu yang apa-apa itu bebas. Sekarang kita hidup di zaman yang segala hal ada hukumnya. Bukan cuman itu! Kalau semisal Saka tahu lo memotret salah satu karyanya tanpa dia tahu, mungkin lo akan menjadi musuh dalam hidupnya." Kata-kata menjadi musuh Saka benar-benar membuatnya panik. Tanpa pikir panjang dia pun menghapus semua foto puisi Saka di ponselnya. Melihat begitu banyak puisi Saka yang dia ambil membuat Airin menepuk jidatnya.
"Astaga Alma, bisa-bisanya lo ngambil foto puisi Saka segitu banyak. Kalau dilaporin polisi berkali-kali lipat itu hukumanya." Bukannya menenangkan, Airin malah membuat Alma semakin panik.
"Sekarang udah enggak bisa melaporkan gue kepolisi karena semua bukti dalam hp ini udah gue hapus," cetus Alma percaya diri. Namun bukan berarti Airin tidak tahu sesuatu, mungkin saja Alma telah melakukan sesuatu yang lebih jauh atas puisi-puisi Saka itu.
"Yakin? Terus yang lo simpan di kamar itu apa?" Airin mencoba memberontak Alma untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan lain yang dia sembunyikan. Bagaimana pun Alma adalah seseorang yang terlalu ceroboh sampai tidak memikirkan konsekuensi setelahnya. Mendengar itu Alma malah panik yang membuat Airin yakin bahwa ada hal lain yang lebih besar dari pada foto-foto itu.
"Airin... Ko lo tahu?" Alma pasrah.
"Jadi lo sedang melakukan hal besar apa dengan puisi-puisi Saka ini?" Mata Airin yang bulat sempura membuat Alma tidak bisa berkutik.
"Iya deh... akan gue kasih tahu." Alma mengangkat tangannya tanda menyerah pada Airin.
"Jelasin semuanya!" kekang airin.
"Jadi... puisi-puisi Saka yang gue potret itu selalu gue teliti-" baru saja ingin menjelaskan, Airin menembak pernyataan Alma dengan sebuah pertanyaan.
"Sejak kapan lo jadi peneliti puisi?" sewot Airin.
"Makanya lo dengerin dulu sampai beres omongan gue!" protes Alma.
"Maaf gue terbawa emosi. Lanjutkan!"
"Gue selalu meneliti puisi-puisi Saka itu bukan sebagai peneliti puisi, melainkan meneliti sebagai pembaca. Gue cuman pengen tahu aja sebenarnya setiap puisi Saka itu bermakna apa? Dan ketika gue sebagai pembaca mengerti puisi Saka itu punya makna apa gue selalu memvisualkannya menjadi sebuah lukisan." Alma mengklarifikasi alasannya yang selalu memotret puisi Saka itu pada Airin.
"Jadi lo menerjemahkan arti dari puisi Saka itu menurut versi lo?" tanya Airin untuk mempertegas ucapannya.
"Tepat! Pinter juga ternyata lo bisa menangkap maksud gue," jawab Alma.
"Itu kenapa Tuhan mengutus gue yang pinter ini untuk selalu mengingatkan lo yang bodoh dan ceroboh ini." Rasanya Airin ingin menggeleng-gelengkan kepalanya seribu kali. Bagaimana ceritanya dia bisa membuat hal ceroboh seperti ini. Sepertinya Airin harus mengajarkan tentang memahami sifat manusia pada Alma.
"Saka tahu soal ini?" Sekali lagi Airin ingin benar-benar memastikan. Berharap jawabannya kali ini bisa membuat Airin tenang. Tetapi rasanya tidak mungkin jika melihat kecerobohannya itu.
"Enggak." Mendengar jawaban itu Airin benar-benar ingin mencabik pipinya hingga memerah.
"Alma... Ceroboh banget sih lo jadi manusia? Ah... apa lo bukan manusia sebenarnya? Kalau semisal itu semua diketahui Saka, gimana? Apa lo gak pernah berpikir kalau ini itu bisa jadi bumerang yang akan membuat semua usaha lo untuk mendapatkan Saka jadi sia-sia?"
"Memangnya kenapa Alma? Bukannya itu akan membuat Saka suka karena karyanya begitu gue kagumi?" Alma masih tidak mengerti ucapan Airin.
"Enggak semua hal bisa di terima meskipun niat kita baik Alma! Gimana kalau ternyata arti dari puisi yang lo artikan itu salah? Gimana kalau ternyata karena masalah ini Saka jadi marah dan semakin sulit untuk lo kejar?"
Mendengar itu Alma menjadi lemas kemudian bersandar pada dinding. Pikirnya, kenapa tidak pernah terpikirkan tentang itu selama ini? Dia merasa bahwa mengapresiasi karyanya adalah salah satu cara yang bisa lakukan untuk mendukung Saka. Dia tidak pernah berpikir jauh harus dengan cara apa dia mendukung Saka.
"Jadi sekarang gue harus apa? Sayang banget kalau lukisan-lukisan itu juga gue buang, kan?" Alma berharap Airin memiliki saran bagus untuk satu masalah ini. Airin tidak langsung menjawab, ia berpikir dahulu sebelum memikirkan saran yang bagus untuk sahabat paling cerobohnya ini.
"Cuman ada satu!"
"Apa? Kasih tahu gue Airin!" pinta Alma sembari memegang tangannya erat.
"Lukisan itu ada?"
"Ada."
"Enggak ada salahnya kan untuk memberi tahu Saka tentang lukisannya, kan? Dengan lo memberi tahu Saka mungkin segala kemungkinan baik dan buruknya ada. Tapi lo harus jujur agar tidak meninggalkan kesan yang buruk di mata Saka."
Alma tengah mempertimbangankan usulannya. Namun sepertinya memang tidak ada lagi cara yang lebih baik dari cara ini.
"Oke deh gue akan pake cara ini. Karena lo yang ngasih saran ini, lo yang harus bujuk Saka buat mau ketemu gue jam lima sore di taman samping tempat kerjanya Saka. Gue cabut duluan karena ada rapat buat lomba melukis." Airin hanya tertegun mendegar ucapannya tanpa bisa protes karena Alma langsung pergi begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments