Pagi-pagi saat semesta masih buta Alma sudah berdiri di depan rumah Saka. Dia tidak menyangka saja bahwa rumah Saka begitu bersebelahan dengan rumah neneknya. Dan entah kebetulan seperti apa yang sedang di rancang Tuhan untuk kisah mereka karena Alma akan tinggal beberapa waktu di sini bersama neneknya sampai kedua orang tuanya pulang dari dinas di luar kota. Yang lebih hebatnya lagi adalah jika perempuan yang kemarin dia tolong persis di halaman rumah Saka itu adalah ibunya. Maka dia sudah berada dalam langkah yang benar untuk mendapatkan hati Saka.
Alma mencuri-curi pandang ke arah pintu rumah Saka memastikan apakah dia sudah keluar atau belum dari rumahnya. Seharusnya jika di jam enam pagi dia sudah berada di sekolah. Maka pukul setengah enam ini dia seharusnya sudah berangkat menuju sekolah. Mungkin sebentar lagi Alma hanya perlu bersabar beberapa menit lagi.
Sementara itu penghuninya yaitu Saka tengah memerhatikan gerak-gerik Alma dari dalam rumah. Saka tidak yakin untuk keluar selama perempuan itu masih berada di depan rumahnya. Pada akhirnya Saka hanya mondar-mandir depan pintu keluar rumah sembari memastikan apakah Alma sudah pergi atau masih berdiri di depan pagar rumahnya.
Ada banyak tanya ketika perempuan bernama Alma itu muncul dalam benaknya. Sebenarnya selama ini apa yang ingin dia tunjukan padanya sehingga ketika bertemu dengannya Alma bertingkah seperti itu? Apa dia sedang mencari perhatian? Apa dia mencoba mendapatkan hatinya? Atau memang pada dasarnya Alma memang seperti itu pada semua orang? Pertanyaan-pertanyaan tentangnya malah membuat otak Saka seperti seolah berhenti bekerja.
Tiba-tiba saja ibu Saka membuka pagar rumah dan mempersilahkan Alma untuk duduk. Itu benar-benar membuat Saka terperanjat. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang ibunya itu pikirkan.
Melihat Alma membuat semangat Saka untuk pergi ke sekolah mulai memudar. Dia tidak punya kekuatan lagi untuk mendengar lengkingan suaranya. Tidak punya tenaga lagi untuk mendengarkan bait per bait kalimat yang keluar dari mulutnya. Sungguh bagi Saka yang selalu menjauhi kebisingan ketika mendengar suaranya seolah-olah tidak punya harapan lagi untuk hidup.
Saka membalikan badannya, pikir Saka satu-satunya cara untuk menghindari wanita itu adalah dengan pergi meninggalkan rumah ini lewat jalur belakang rumah. Namun ibunya memanggil Saka dari luar. Sungguh jika yang memanggilnya itu adalah ibunya maka Saka tidak bisa mengabaikannya.
"Ini loh temen kamu katanya mau berangkat bareng." Saka tidak kaget mendengar ucapan itu keluar dari mulut ibunya.
"Saka mau bareng sama Genta mah, dia mau jemput Saka pake motornya," alibi Saka.
"Bohongin orang tua dosa loh Saka." Alma ikut nimbrung dan membuat Saka mati kutu.
"Apa sih bohong-bohong segala. Mau gue suruh si genta kirim lokasinya biar lo percaya?" berontak Saka.
"Mana Alma lihat?" Mata Alma mencuri-curi pandang kearah ponsel Saka.
"Hp gue mau mati," alibi Saka dengan mimik wajah yang kikuk.
"Bohong, kan?" rayu Alma.
"Kalau bohong ke Alma sih gapapa tapi kalau bohongnya ke mamah kamu itu jahat banget sih!" lanjut Alma memojokan Saka.
"Dengerin itu apa kata Alma. Kamu enggak boleh bohongin orang tua! Bareng aja sama Alma kasian juga kalau berangkat sendiriankan?" ujar Ibu Saka.
"Iya deh, yaudah ayo berangkat." Dengan terpaksa Saka mengiyakan perkataan ibunya. Setelah berpamitan dan mengecup punggung tangan ibunya, Saka langsung berjalan cepat meninggalkan Alma di belakang.
"Saka mau jalan kaki kamu?" teriak ibu Saka pada Saka yang membuat langkah kakinya berhenti.
"Enggak mah lagian Saka udah terbiasa jalan kaki sekarang." jawab Saka. Mendengar perkataan Saka, dia kemudian menghampiri saka lalu memberikan kunci motor padanya.
"Kalau lebih milih jalan kaki, itu motor mendingan mamah jual." ancam ibunya. Mendengar itu Saka sangat lemas berharap ucapannya hanya gertakan saja. Bagaimanapun motor vespa itu sudah turun temurun dari kakeknya.
"Jangan dong mah itu motor kesayangan Saka." sahutnya dengan wajah yang ketus sembari mengambil kunci dari tangan ibunya.
"Kalau itu motor kesayangan kamu harusnya pake. Mamah kedalam dulu dan jangan lupa anterin Alma sampai ke kelasnya!" titahnya yang membuat Saka tidak bisa membantah.
Untuk pertama kali lagi Saka mengeluarkan motor vespa legendarisnya dari Garasi rumah. Bukan tanpa alasan ia hanya merasa bahwa membawa motor terlalu beresiko baginya yang sering bolos waktu itu.
"Ayo naik," perintah Saka kepada Alma yang sudah pasti tidak akan pernah ditolaknya.
"Ini Alma meluk Saka gapapa yah." Alma melingkarkan tangannya diantara tubuh Saka yang kemudian mendapat tolakan dari Saka.
"Lepasin tangan lo Alma! Lo bisa pegangan di bahu gue tanpa harus meluk!" Saka mengultimatum.
"Enggak bisa Saka, Alma itu penakut kalau naik motor. Kalau jatuh gimana? Nanti kalau Alma jatuh terus mamah Saka tahu Gimana?"
"Terserah lo deh. Lama-lama capek gue ngomong sama batok kelapa kaya lo," sahut Saka sembari memakai helm pada kepalanya.
"Cewek cantik gini ko disebut batok kelapa sih, jahat banget Saka," protes Alma.
"Serah lo! Pake nih helm lo." Saka memberikan helm padanya.
Saka mulai melajukan motornya dan membelah jalanan pagi dengan perasaan yang benar-benar tidak karuan. Pikirnya, bagaimana bisa kini dia bisa satu kendaran dengan wanita cerewet yang selama ini coba untuk dia hindari keberadaannya. Bahkan yang lebih gilanya lagi adalah dia mulai akrab dengan ibunya dan mulai bisa masuk dalam lingkungan rumahnya. Memikirkan bagaimana semua ini bisa terjadi itu sangat membuat Saka tidak bisa mengerti. Setelah semuanya berjalan seperti ini jelas akan membuat kehidupan Saka tidak tenang. Alma bukan hanya akan mengganggunya di sekolah dan tempat kerja lagi melainkan akan mengganggu dirinya ketika berada di rumah.
Namun tidak demikian bagi Alma, pagi ini dia benar-benar bersemangat karena untuk pertama kalinya bisa pergi ke sekolah berbarengan dengan Saka. Sesekali Alma menatap wajah tampannya dari kaca spion yang membuat dadanya begitu berdebar. Sadar dirinya selalu diperhatikan lewat kaca spion, Saka malah memutar kaca spionnya kearah sebaliknya agar wajahnya tidak bisa dilihat oleh Alma. Sadar itu sangat berbahaya Alma kembali memutar kaca spion itu kearah yang seharusnya.
"Bahaya Saka!" tegur Alma sembari berteriak membelah kebisingan kendaraan.
pukul enam lebih tiga puluh menit Saka dan Alma tiba di halaman sekolah. Pada akhirnya kedatangan mereka yang bersama membuat beberapa pasang mata terheran-heran termasuk teman Alma sendiri, siapa lagi jika bukan Airin. Matanya tajam menatap kedatangan mereka seperti ada sesuatu yang aneh.
"Ini lo Alma kan? Gue gak salah liatkan?" Airin benar-benar keheranan seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Bilangin teman lo yang satu ini kalau bisa jangan lagi tiba-tiba ada di depan rumah gue, tiba-tiba nyari muka sama ibu gue, tiba-tiba mau berangkat bareng gue" seloroh Saka. Setelah berkata seperti itu dia pergi begitu saja meninggalkan Alma yang justru malah membuat tanya semakin mengudara di atas kepala Airin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments