Bisakah kau berdiri di sana sejenak untukku
Biar ku rangkai bunga dulu
Seikat bakung ungu
Yang sengaja aku beri untukmu
Wanita cantik sepertimu
Teramat cocok memegang bakung ungu
karena ada keanggunan seperti wajahmu
juga menampilkan kemewahan seperti sorot matamu
Saka tengah duduk di halaman rumahnya menulis puisi untuk sang ibu yang sebentar lagi akan pulang kembali kerumah ini setelah menghabiskan waktu hampir satu tahun di rumah sakit.
Pernahkah kamu melihat seseorang yang acuh dan dingin tersenyum bahagia? Jika belum, lihat Saka sekarang juga! Dia tengah berbahagia bahkan senyum yang tidak pernah dia perlihatkan pada banyak orang kini tengah mengembang menampilkan dua deret gigi bawah dan atasnya bersamaan.
Dia menarik lengkung bibirnya kemudian menciptakan senyum simpul untuk menyambut seseorang yang baru saja turun dari mobil putih. Saka ingin menahan tangis namun pelupuknya tidak bisa membendung hujan di kedua matanya.
"Selamat datang kembali di rumah." Saka melingkarkan tangan pada tubuh Ibunya. Dia tidak ingin lagi sosok yang sedang berada dalam pelukannya itu pergi meninggalkan dirinya sendirian lagi dalam jangka waktu yang panjang.
"Warna rumahnya kamu cat lagi? Terus bunga-bunga bakung itu cantik banget kamu yang rawat?" Ibunya melihat rumah beserta halaman yang semakin rimbun oleh tanaman dan bunga. Kemudian menarik Saka dalam dekapan membiarkan dia semakin terlelap dalam pelukannya.
"Mamah selalu bilang suka bunga bakung ungu, kan? Tiga bulan yang lalu Saka berusaha buat dapetin ini bunga. Tadinya mau Saka bawa kerumah sakit buat ditunjukin ke mamah, tapi gak bakalan jadi suprise kalau mamah pulang," ungkapnya. Tangisnya tidak terbendung. Seseorang yang dia nantikan pulang kini sudah benar-benar berada di depan matanya.
"Sekarang rumah ini lebih bagus lebih indah dari pada pas terakhir kali mamah liat," ungkapnya yang membuat Saka senang karena di puji.
"Saka selalu berusaha keras buat jagain rumah selama Mamah gak ada. Tapi Saka enggak sendirian ko! Ada teman-temannya Saka yang selalu bantuin buat jaga rumah ini." Saka bercerita dengan air mata yang kini sudah membanjiri pundak Ibunya. Meski tidak tinggal bersama kedua orang tuanya selama hampir satu tahun. Namun Saka harus tetap berterima kasih pada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan teman-teman yang selalu ada saat dia merasa butuh bantuan.
"Mamah bersyukur dengarnya karena akhirnya kamu punya temen-temen yang baik. Padahal dulu jangankan bersosialisasi, Mamah bawa ketempat ramai aja kamu gamau." Ingatannya terbang ke masa lalu mengingat kembali bagaimana sosok Saka di masa lalu.
"Itu kan dulu, Mah! Saka sekarang udah pintar nyari temen," ucapnya bangga. Kemudian dia melepas pelukan ibunya menyeka beberapa air mata yang masih saja turun.
"Jangan lupa jasa gue curang banget cuman nyebutin temen-temen lo aja!" protes Mbak Lia yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Iya deh lo juga Mbak. Makasih juga udah menyempatkan waktu buat jemput ibu." Saka berterimakasih padanya karena selama ini dia sudah benar-benar banyak membantu dirinya juga ibunya sejak di rumah sakit sampai bisa pulang hari ini.
"Karena Ubu lo sekarang udah ada di rumah, jangan ada kata bolos sekolah lagi!" Mbak Lia mengingatkan Saka.
"Jadi kamu bolos? Katanya suka udah dapet izin kalau tiap ketemu Mamah?" Mata Ibunya yang tadi begitu teduh berubah menjadi tajam menatap Saka. Namun Saka malah melihatnya dengan senyuman yang paling manis. Bagaimana tidak mata itu yang selama ini dia rindukan. Saka rindu dimarahi, rindu dinasehati, sesekali rindu dapat pukulan yang akan mengingatkannya dari kesalahan.
"Iya, bolos! Surat yang harusnya dia kasih ke lo Mbak malah dia kasih ke gue. Ada kali satu bulan sekali gue di panggil ke sekolah." Mbak Lara menjelaskan dengan detail yang membuat Ibunya menarik telinga Saka.
"Mulut Mbak Lia enggak bisa dijaga banget sih!" protes Saka namun juga dalam hatinya ingin berterimakasih karena telah memberitahu Ibunya tentang kenakalan dirinya itu.
"Lagian kalau bilang dulu ke guru Saka enggak yakin bakalan dapat izin tiap hari buat bikin sama nganterin makanan favorit Mamah ke rumah sakit" jelas Saka agar dapat pemakluman.
"Mamah enggak tahu harus marah atau seneng dengerin cerita kamu barusan. Senengnya ya ternyata kamu seperhatian itu sama Mamah. Tapi kalau gak marahin anaknya yang sering bolos rasanya aneh banget. Mamah bingung harus gimana?" Wajahnya benar-benar dilema ketika mengucapkan itu. Terlepas dari apa yang telah Saka lakukan, ibunya benar-benar bahagia melihat Saka yang bisa tumbuh dengan baik tanpa sosok orang tua.
"Lakuin tugas seorang Ibu pada umumnya aja, Mah," cetus Saka mendekatkan telinganya. Kemudian dapat di mengerti oleh ibunya. kini dia dengan sekeras tenaga menjewer telinga Saka hingga memerah.
"Mulai sekarang Mamah akan ngawasin kamu! Awas aja kalau sampai bolos lagi, kamu tahu sendiri akibatnya!" tegasnya, yang kemudian dapat di mengerti oleh Saka.
Genta yang sejak tadi mendengar ada keributan di halaman rumah, langsung saja keluar untuk memastikan.
"Halo, Tante. Kenalin aku Genta sahabat Saka. Tante tenang aja soal Saka bisa Genta urus. Dia enggak bakalan lagi berani buat bolos." Genta memperkenalkan dirinya sembari meyakinkan ibu Saka bahwa dia bisa mengurus Saka di sekolahan.
"Jangan Mbak, jangan pernah percaya sama Genta. Saka dan Genta itu udah kaya Adik sama Kakak kalau di panggil guru itu pasti aja barengan!" Mbak Lara mengelak ucapan Genta yang membuat sekujur tubuhnya menjadi lemas.
Pada akhirnya doa-doa yang Saka panjatkan,kini telah menembus langit dan sudah sampai pada Tuhan. Dia berdoa agar sosok Ibu yang sudah lama tidak memberikan arah pada jalan hidupnya bisa menjadi arah lagi.
***
Malam ini Saka sengaja meliburkan diri sendiri dari pekerjaannya untuk sejenak merehatkan badan sekaligus menyambut ibunya yang baru saja kembali dari rumah sakit tadi pagi.
Saka memegang pulpen di kedua tangannya sementara di atas mejanya berhamburan beberapa kertas yang sudah terisi beberapa puisi. Rasanya jarang sekali Saka bisa menikmati malam sedamai hari ini.
Maaf ibu
Aku tidak bisa memahami setiap nafas yang berdetak melalui nadimu
Belum bisa mengerti kesedihan yang yang terpancar dalam sorot matamu
Belum sepenuhnya paham kenapa kau selalu menangis setiap malam
Apa mungkin dunia terlalu jahat bagimu?
Mungkinkah kau tidak bisa sedikitpun merasakan terang dari dunia?
Apa selama ini kau hanya menelan gelap
Agar anak-anakmu tetap mendapatkan terangnya?
Ibu, menjadi lah kata
Yang bisa menjelaskan isi hatimu
Menjadi lah kalimat
Yang bisa membuatku mengerti
Ibu, menjadi lah darah di nadiku
Agar bisa ku nikmati juga lelahmu
Menjadi lah daging yang membungkus nadiku
Agar bisa ku rasakan bagaimana sakitnya dirimu
Saka menarik nafas perlahan dia merasakan pedih yang teramat dalam dari kata-kata yang dia tulis sendiri dalam secarik kertas itu.
Mulai dari hari ini Saka akan berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu ada di waktu-waktu terburuk ibunya. Dia rasa menikmati hari terburuk dari seseorang yang paling dia cintai akan membuat dirinya berada pada tingkat yang berbeda soal mencintai.
Saka ingin ibunya memahami bahwa dia adalah sosok yang paling bisa dia andalkan dalam kondisi apapun. Saka ingin ibunya mengerti bahwa di saat dirinya merasakan kesepian ada sosoknya yang selalu menemani.
Karena waktu sudah larut malam Saka pun membereskan peralatan menulisnya. Dia ingin cepat tidur dan beristirahat lebih lama dari biasanya. Namun tiba-tiba seseorang berteriak memanggilnya dari arah balkon rumah tetangga dan sepertinya dia mengenali suara itu.
"Saka ...." tangannya melambai ke ara Saka.
Saka memperhatikan sejenak perempuan yang memanggilnya itu.
"Kayanya pertemuan kita bakalan terjadi bukan cuman di sekolah aja tapi di sini juga." Perempuan itu kembali berteriak membuat Saka sadar ternyata dia adalah Alma. Saka benar-benar lupa bahwa rumah di sebelahnya itu adalah rumah milik nenek Alma.
"Susah yah kalau jodoh pasti aja ada cara buat saling bertemu," teriaknya lagi yang membuat Saka menutup kupingnya. Lalu pergi masuk kedalam rumah tanpa memberikan satu patah kata pun pada Alma.
"Saka itu temen kamu? Ko malah di cuekin sih kasian!" Tiba-tiba saja Ibunya berdiri dihadapan Saka.
"Biarin aja Mah cewek berisik!" jawab Saka.
"Kayanya dia suka banget sama kamu," cetusnya yang membuat Saka membulatkan matanya.
"Enggak, Mah! Saka gamau deket ataupun pacaran!" Saka mencoba untuk memberi tahu Ibunya bahwa Saka benar-benar tidak punya perasaan apapun pada Alma.
"Tapi seenggaknya kamu harus bilang, kalau kamu gamau pacaran dulu. Mumpung belum jauh mumpung dia belum membulatkan tekadnya buat beneran dapetin hati kamu. Perempuan kalau tekadnya udah bulat sehebat apapun kamu menolak dia akan tetap mengejar." Ibunya menepuk pelan pundak Saka. Dia ingin Saka benar-benar setidaknya menghargai perasaan seseorang yang kini sedang mengejarnya.
"Tapi jangan salah pilih keputusan, Saka! Mamah liat dia perempuan baik, tulus, cara dia memperhatikan seseorang sangat terasa beda buat mamah. Perempuan seperti dia enggak bakalan bisa kamu temuin di belahan bumi manapun," lanjutnya yang membuat Saka keheranan kenapa bisa dia tahu tentang Alma. Jangankan saling mengenal mungkin melihat dia saja ini baru pertama kali untuknya.
"Mamah kenapa jadi sok-sokan merasa kenal dekat banget sama dia?" Saka benar-benar keheranan.
"Tadi Mamah jatuh di depan dia nolongin mamah. Pas mau nolongin mamah karena pagarnya udah dikunci dia sampai naikin itu pagarnya." Cerita yang baru saja keluar dari mulutnya membuat Saka panik. Saka mengecek beberapa bagian tubuh Ibunya untuk memastikan bahwa tidak ada luka dalam sekujur tubuhnya.
"Astaga ... Mamah tuh jangan dulu banyak gerak! Kalau ada sesuatu dan mau sesuatu bilang aja sama Saka." Wajah Saka benar-benar menampilkan mimik yang panik. Sementara itu, Ibunya malah menertawakan Saka.
"Saka anak Mamah yang paling baik. Mamah itu bukan anak kecil yang harus kamu perhatikan setiap saat. Ada waktunya Mamah harus melakukan hal yang tanpa harus melibatkan kamu."
"Iya deh susah kalau naluri Ibu-Ibunya keluar. Tapi lain kali harus hati-hat jangan bikin Saka khawatir lagi."
Saka yang tidak ingin Ibunya terkena angin malam lebih lama buru-buru membawanya masuk, mengantarnya menuju kamar yang sudah lama tidak dia tempati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments