Hari ini Widia pulang sekolah dengan berjalan kaki. Karena uangnya hilang, jadi dia tidak bisa membayar angkot. Rani yang berboncengan dengan pacarnya melihat Widia, mereka kemudian menghampiri Widia.
"Eh, ada si cewek kampungan nihh..." ejek Rani.
"Heran gue sama ni cewek. Cantik-cantik tapi sukanya ngehina orang terus," pikir Widia yang hanya menatap malas Rani.
"Lo ngapain? Jalan kaki ya? Dasar miskin!" Rani mengejek Widia Lagi.
"Ehh... enak aja lo ngejek-ngejek gue pantat panci," balas Widia.
"Jaga ya omongan lo! Dia pacar gue! Lo jangan macen-macem!!" ancam pacar Rani.
"Dia pacar lo? Hati-hati bang, bonceng dia. Kalo dia jatuh di aspal gak bisa dibedain susah nyarinya. Suruh aja dia nyengir biar kelihatan giginya putih, kan jadi gampang nyarinya... Buakakakakak..." balas Widia sambil tertawa.
"Berani-beraninya lo ya, sama gue!" Rani marah-marah. Ia turun dari motor dan ingin menghajar Widia. Tapi dihalagi oleh pacarnya.
"Gak usah repot-repot sayang, biar aku yang kasi dia pelajaran." Pacar Rani melayangkan tangannya ke arah Widia.
Hampir saja pacar Rani menampar Widia. Untung ada Dika datang menyelamatkan Widia.
Dika menepis tangan pacar Rani. "Beraninya lo ganggu pacar gue!!!. Kalo berani jangan sama cewek!" bentak Dika dengan wajah yang penuh kemarahan. Dika mencengkram leher baju pacarnya Rani dan hanya dengan satu pukulan pacarnya Rani sudah tidak berani melawan. Dika kemudian mengajak Widia pergi menggunakan motornya.
"Lo kenapa sih Wid, bisa berantem sama mereka?" tanya Dika.
"Orang Rani sama pacarnya yang mulai duluan. Tapi kenapa sih tadi lo ngaku-ngaku jadi pacar gue? Dasarr..." balas Widia sambil memukul pundak Dika.
"Udah untung tadi gue tolongin, pake ngomel-ngomel, mukul gue lagi," jawab Dika.
"Tapi kenapa lo tiba-tiba ada disana? Lo ngikutin gue ya? Apa jangan-jangan... lo suka sama gue?" tanya Widia dengan nada bercanda.
"Kalo gue beneran suka sama lo gimana?" Kalimat itu keluar dari mulut Dika dengan mudahnya.
Jantung Widia pun berdegub kencang mendengar perkataan Dika.
"Lo tu ya... Bercandanya kayak gitu, gak asik lo!!" jawab Widia.
"Gue gak bercandaa... Gue jujur sama perasaan gue, gue gak bohong!" jelas Dika.
"Duhh... gue harus gimana ni?" pikir Widia yang kebingungan. Dia hanya diam tidak berkata apa-apa.
"Gue gak akan paksa lo jawab sekarang. Yang jelas gue jujur sama perasaan gue. Sekarang lo bilang aja rumah lo dimana, biar gue anterin."
Widia kemudian memberitahu alamat Rumahnya. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam tidak berkata sepatah katapun. Dikapun menghantar Widia sampai di depan rumah.
"Makasi ya Dik," kata Widia sambil melepas helm dan memberikannya ke Dika.
Dika mengambil helm dari Widia. "Sama-sama, tapi lo yang sopan dikit dong sama gue, gue kan kakak kelas. Panggil gue kakak, abang, atau apa kek. Pangil... sayang juga boleh," kata Dika sambil tersenyum jahil.
"Dihh... Lo tu ya... Bercandanya udahan deh, mending lo pulang aja," ucap Widia dengan ekspresi juteknya.
Dika hanya tersenyum memandang Widia dan tetap diam disana.
"Heh!, malah bengong lagi. Pulang sana!" kata Widia yang melihat Dika tetap berada di depan rumahnya.
"Lo gak mau nawarin gue mampir apa di rumah lo? Gue kan udah nolongin lo tadi. Kasi gue minum atau apa kek." Dika turun dari motornya.
"Oo... jadi lo nolongin gue gak ikhlas ya?. Lagian gue kan udah bilang makasi tadi. Gak ada mampir-mampiran, pulang sana!" balas Widia.
"Widia.. itu siapa? Temen kamu ya? Kok gak di ajak masuk aja?" Kata ibunya Widia atau Bu Asih yang bediri di depan pintu melihat mereka berdua.
Dika melepas helmnya dan menghampiri ibu Asih.
"Selamat siang tante, saya Dika temannya Widia." Dika menyalami tangan bu Asih dan memperkenalkan diri dengan sopan ditambah dengan seyuman.
"Tante ibunya Widia, panggil aja tante Asih," ucap Bu Asih dengan senyuman.
"Kalo panggil ibu boleh gak tante?"
"Emang lo siapa mau panggil ibu ke ibuk gue." Widia memukul lengan Dika.
"Widiaa... kamu nggak boleh kayak gitu sama nak Dika," tegur Bu Asih pada Widia.
"Tapi bu..." jawab Widia dengan wajah cemberut.
"Tentu boleh nak Dika, ibu malah senang. Kamu juga boleh anggap ibu seperti ibu kamu sendiri," kata Ibu Asih pada Dika sambil tersenyum dan mengusap rambut Dika.
Terlihat ekspresi haru di wajah Dika. "Makasi buk..."
"Iya sama-sama."
"Ibu kok di rumah? Ibu ngga jualan di pasar?" tanya Widia.
"Ibu tadi kondangan ke kampung sebelah," jawab Bu Asih.
"Yuk nak Dika, mampir dulu, biar ibu buatin minum," ajak Bu Asih.
"Yaah... Ibu kenapa pake ngajak mampir sih," kata Widia dalam hati.
"Ah, gak usah repot-repot buk, saya cuma mau mampir sebentar kok. Mau pinjam bukunya Widia," jawab Dika.
"Ni bocah pinter banget cari alasan," pikir Widia.
"Yuk... silahkan masuk," ajak ibu Asih.
Mereka kemudian masuk dan Ibu Asih pergi ke dapur untuk membuatkan minum, sementara Dika dan Widia duduk di ruang tamu.
"Lo kenapa sih tadi gak langsung pergi aja? Pake mampir lagi," tanya Widia.
"Ibu mertua nawarin mampir masak gue tolak sih... Kan gak enak," jawab Dika sambil memandang Widia dengan tersenyum.
"Sembarangan aja lo kalo bicara!." Widia mencubit lengan Dika.
"Duh!... sakit tau." Dika tersenyum sambil mengusap lengannya.
Tak beberapa lama, Ibu Asih datang dari dapur membawakan teh dan cemilan.
"Ya ampun, ibu pake repot-repot, saya jadi gak enak," kata Dika.
"Gak usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri," balas Bu Asih.
"Lo udah makan Dik?" tanya Widia.
"Udah kok," jawab Dika.
"Beneran?..." tanya Widia lagi.
"Bener.. gue udah makan. Udahh.. gak usah repot-repot," balas Dika.
"Ooo... pantes habis ta* di WC. Buakakakakak..." ucap Widia sembari tertawa.
Dika menatap malas pada Widia. "Parah banget ni bocah... Untung sayang... Tapi dia lucu banget," kata Dika dalam hati.
"Widia... Kamu bilang apa sih? Kok kayak gitu sama temen. Ibu nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu. Ayo cepat minta maaf ke Dika!" tegur Bu Asih ke Widia.
"Tenang aja buk... Widia cuma bercanda. Kita ini temen akrab, udah biasa bercanda kayak gini. Iya kan Dik?" jawab Widia dengan wajah tidak bersalah dan menepuk bahu Dika.
"Iya buk kita temenanannya dekeeettt... bangeett... Makanya biasa kayak gitu," jawab Dika sambil tersenyum.
"Ni bocah ya... Ngeselin, pake banget," kata Widia dalam hati.
"Tapi tetep aja nak Dika, Widia udah keterlaluan. Maafin dia ya," kata Bu Asih.
"Eehh... Nggak usah minta maaf buk. Saya malah jadi ngga enak. Ngga apa-apa kok buk, udah biasa," jawab Dika.
"Iya deh bu, Widia nggak akan ngulangin lagi."
"Ya udah kalo gitu, awas kalo ibu lihat kamu kayak gitu lagi, uang jajan kamu ibu potong."
"Siap... ibuku yang cantik..."
Ibu Asih tersenyum mendengar perkataan anaknya. "Bisa aja kamu Widia... Kalo gitu sekarang Ibu mau pergi ke warung dulu ya, mau beli gas."
"Iya bu," jawab Widia dan Dika.
Ibu Asih kemudian pergi meninggalkan mereka di rumah.
"Eh lo abis ini langsung pulang ya!."
"Iyaa... gue langsung pulang."
°
°
°
Jangan lupa like, komentar, vote, dan share ya kak😘...
Terima kasih 🙏🤗❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Bagus Effendik
Dika oh Dika hehehe lucu
2021-01-10
1
HEny VElizah
kog jadi lucu gemes sama Dika Widya😁😁
2020-12-31
1
ARSY ALFAZZA
semangat thor 👍🏻❤️
2020-12-17
1