Keesokan harinya di sekolah, Widia melihat cowok mirip Dimas di parkiran baru saja turun dari motor vespa klasik berwarna putih.
"Kak Dimas kenapa naik motor butut gini sih?. Gayanya juga beda banget," pikir Widia.
"Pagi kak Dimas," sapa Widia dengan senyuman.
"Ih! apaan sihh..." jawab cowok itu, ia lalu berjalan tanpa menghiraukan Widia.
"Lo kenapa sih?" tanya Widia heran.
Baru beberapa langkah cowok itu mebalikan badan dan menjawab pertanyaan Widia. "Lo tuh yang kenapa, heran gue dateng-dateng nyapa, manggil gue kak Dimas lagi. Dasar tukang halu!."
"Enak aja lo bilang gue tukang halu, dasar songong!" balas Widia marah.
Si cowok songong berjalan mendekati Widia.
"Oh ya, gue inget, lo cewe yang gue tabrak di depan gerbang kemarin. Gue minta maaf, gue nggak sengaja. Waktu itu gue buru-buru, laptop gue ketinggalan, mau dipake kakak gue presentasi. Lo nggak apa-apa kan?"
"Lah, tu lo inget, kemarin kenapa pake pura-pura lupa?!."
"Apaan sih, gue nggak ngerti. Aneh banget ni cewek. Sekarang yang penting gue udah minta maaf. Gue nggak mau ada urusan lagi sama cewek tomboy aneh kayak lo," jawab cowok itu.
"Yang aneh itu lo, dasar songong!!"
Si cowok songong itu memutar malas bola matanya dan ia kemudian pergi meninggalkan Widia tanpa mempedulikannya.
"Tu bocah kenapa sih?. Aneh banget, kayak punya kepribadian ganda. Ngeri dah gue," gumam Widia yang keheranan.
Intan melihat Widia dan menghampirinya. "Eh Wid, aku cariin kamu kemana-mana ternyata kamu di sini."
"Oh ya Tan, sekarang kan pembagian kelas. Yuk kita lihat nama kita di papan pengumuman," ajak Widia
"Yuk Wid, mudah-mudahan kita satu kelas ya, kalo kita satu kelas, duduk bareng yuk.''
"Siap bos," jawab Widia dan memberikan homat ke Intan.
Mereka berduapun pergi menuju papan pengumuman.
"Wah Tan, kita satu kelas nih. Kita dapet kelas IPA 1," kata Widia melihat namanya dan Intan di papan pengumuman.
"Wah iya Wid, tapi...'' sahut Intan dengan wajah yang muram dan masih berfokus pada nama di papan pengumuman.
"Tapi?... Tapi kenapa Tan?" tanya Widia melihat ekspresi tidak senang dari wajah Intan.
"Tapi kita satu kelas sama Clara, Monica, dan Rani." Intan melihat Widia sambil membenarkan posisi kacamatanya.
"Tenang aja Tan, kan ada gue." Widia tersenyum dan memegang bahu Intan.
Mendengar perkataan sahabatnya itu membuat ekspresi muram di wajah Intan berubah menjadi senyuman. "Makasi ya Wid, udah mau jadi sahabat aku. Aku ngga tau kalo ngga ada kamu, aku sama siapa."
"Santuy aja Tan. Gue juga makasi sama lo, udah mau jadi sahabat gue," sahut Widia.
Bellpun berbunyi, semua murid masuk ke kelasnya masing-masing. Begitupun dengan Widia dan Intan.
Clara dan teman-temannya menghampiri Widia dan Intan yang duduk di bangku nomor 2 dekat jendela. Mereka kembali membully Widia dan Intan.
"Eh guys, kita sekelas nih sama duo kampungan," ejek Clara.
Widia menatap kesal Clara yang sedang mengejeknya, sedangkan Intan hanya menundukan kepalanya dan tidak menghiraukan Clara serta teman-temannya.
"Lihat aja gaya mereka berdua paling kampungan diantara kita semua." Rani mengangkat sebelah alisnya melihat remeh Widia dan Intan.
"Yang satunya cupu satunya lagi tomboy. Kampungan!!" lanjut Monica mengejek Widia dan Intan.
Widia berdiri dan menatap kesal Clara serta teman-temannya. "Eh lo!! jaga ya ucapan lo!!" jawab Widia marah.
Melihat kejadian itu, seisi kelas memperhatikan pertengkaran itu.
"Udah Wid, ngga usah ditanggepin. Malu dilihatin temen-temen," bisik Intan sambil memegang tangan Widia.
Tiba-tiba perhatian seisi kelas teralihkan ke seorang cowok ganteng dengan hidungnya yang mancung dan tubuh yang atletis masuk ke kelas itu.
"Eh Clara, lihat tuh ada cogan, sekelas lagi sama kita," bisik Monica.
"Dia kesini lagi, kayaknya dia mau nyamperin kita deh," sahut Rani.
"Kalian berdua bisa nggak sih, nggak lebay. Malu-maluin aja," tegur Clara.
Cowok itu berjalan mendekat ke arah mereka dan memilih tempat duduk di depan meja Widia dan Intan. Clara dan teman-temannya kemudian memilih tempat duduk di sekitar cowok itu.
"Kirain mau nyamperin kita, eh ternyata cuma mau duduk," bisik Rani.
"Tapi gue bakal dapetin cowok itu, secara kan gue paling cantik di kelas," jawab Clara.
Sebelum pembelajaran dimulai semua siswa memperkenalkan diri. Ternyata nama cowok itu adalah Adit atau lengkapnya Aditya Maharta. Ia adalah anak tunggal dari pengusaha sukses di kota tersebut. Hampir seluruh kelas tergila-gila dengannya karena ketampanan dan kepandaiannya. Tapi berbeda dengan Widia yang terlihat biasa saja dan tidak tertarik dengan Adit.
Hari ini juga diadakan pemilihan pengurus kelas. Siswa yang berminat dipersilahkan mengajukan diri. Widia tidak ikut mengajukan diri karena ia memang tidak berminat. Dan yang terpilih adalah Adit sebagai ketua kelas, Clara sebagai Wakil ketua kelas, Intan sebagai Sekretaris, dan Monica sebagai bendahara.
*******
Waktu jam istirahat Widia dan Intan makan bersama di kantin. Selesai makan mereka langsung menuju ke kelas
"Widia..." Terdengar suara cowok memanggil nama Widia.
Ketika Widia menoleh ternyata cowok itu adalah Dimas. Widia tidak menghiraukan Dimas dan langsung mengajak Intan cepat-cepat pergi dari tempat itu.
Setelah cukup jauh Intan bertanya pada Widia. "Kamu kenapa sih Wid?. Disapa cowok ganteng kok malah kabur?. Kak Dimas itu termasuk kakak kelas paling populer di sekolah loh, udah ganteng, jadi wakil OSIS, pintar lagi."
"Ganteng sih ganteng, tapi aneh. Ngga mau gue ada urusan sama orang kek dia," sahut Widia.
"Aneh? maksud kamu apa sih Wid?" tanya Intan yang kebingungan.
"Ya aneh Tan, kadang sopan kadang songong, kadang rapi kadang acak-acakan. Ya pokoknya gitu deh, nggak ngerti gue. Kayak punya kepribadian ganda gitu," jawab Widia.
"Mungkin yang kamu temui bukan Kak Dimas."
Widia menghentikan langkahnya dan bertanya pada Intan. "Hah?? maksud lo apa Tan, gue gak ngerti?." Widia mengerutkan alisnya karena kebingungan.
"Ya mungkin yang satunya lagi bukan Kak Dimas, tapi Dika, adik kembarnya," jelas Intan.
Mata Widia membesar karena kaget. "Apa?? yang bener Tan?. Gak mungkin, muka mereka mirip banget."
"Iya Wid, emang sih muka mereka mirip banget tapi kalo dilihat dari gayanya sama kepribadiannya mereka beda banget. Dimas terkenal pinter, rapi, dan disiplin, pokoknya idola deh. Beda kayak Dika."
"Berarti gue harus minta maaf nih sama kak Dimas."
"Kamu kok bisa ngga tau sih kalo kak Dimas punya kembaran?. Dia itu termasuk murid paling terkenal loh di sekolah."
Kring... kring...
Suara bell masuk kelas.
"Ya... gue kan gak terlalu perduli sama hal ke
kayak gitu, mendingan kita ke kelas yuk, udah bell."
"iya Wid."
*******
Sepulang sekolah Widia berniat membeli buku, ia berjalan kaki menuju toko buku yang tidak jauh dari sekolahnya. Tapi di jalan dia distop oleh beberapa murid laki-laki dari sekolah lain.
"Eh lo, anak sekolah sebelah ya?. Lo pasti anak orang kaya kan?. Sini mana duit lo!" kata murid laki-laki tersebut.
Widia menolak memberikan uangnya, tapi murid laki-laki itu mengambil paksa tas Widia. Kemudian ada laki-laki datang dan membela Widia, ternyata dia adalah Dika.
"Eh kalian kalo berani jangan sama cewek dong!!” teriak Dika yang baru turun dari motornya.
"Lo minta di hajar ya?. Oke, kalo itu mau lo," kata siswa yang mengganggu Widia.
Siswa yang mengganggu Widiapun mengroyok Dika. Tapi untung Dika berhasil melawan dan mengajak Widia kabur.
"Makasi ya lo udah nolongin gue," ucap Widia yang sedang dibonceng oleh Dika.
"Gaya aja tomboy, untung tadi ada gue," ejek Dika.
"Orang bilang makasi juga, malah di ejek. Lo gak ikhlas nolongin gue ya?. Lo turunin gue di sini aja deh," sahut Widia kesal.
"Emang lo mau ketemu orang kayak mereka lagi?. Mending lo bilang aja rumah lo di mana, biar gue anterin. Anggap aja ini permintaan maaf gue."
"Gimana kalo gue traktir lo makan, sebagai ucapan terimakasi gue," ajak Widia.
Namun Dika tidak tertarik dengan tawaran Widia. "Gak usah, lo bilang aja rumah lo di mana."
"Gue nggak mau," jawab Widia ketus.
"Ni bocah ngeyel banget, dasarr... Ya udah deh gue mau, itung-itung makan gratis. Lo bilang aja tempatnya dimana."
Widiapun mengajak Dika ke warung bakso di pinggir jalan.
"Lo gak masalahkan makan di pinggir jalan?" tanya Widia yang baru turun dari motor.
"Gue udah biasa makan disini," jawab Dika sambil melepas helmnya.
"Yang bener cowok songong kayak lo biasa makan di pinggir jalan?" tanya Widia tidak percaya.
Dika menghembuskan nafasnya dan menatap malas Widia. "Lo berhenti panggil gue cowok songong, gue punya nama. Dika, nama gue Dika.''
"Ooh Dika..." sahut Widia pura-pura tidak tau.
"Gue udah tau lo Dika, gue gak akan ketipu lagi," kata Widia dalam hati.
Dika menghampiri dagang bakso itu. Dan memesan bakso. "Paman 2 porsi ya, kayak biasa, sama minum juga 2."
"Eh nak Dika, ini siapa? Pacarnya ya?" tanya pedagang bakso itu, yang terlihat akrab dengan Dika.
"Ihh... bukan paman, ini tadi saya nemu di jalan," jawab Dika.
Widia memukul lengan Dika. "Enak aja nemu di jalan, emang gue kucing apa."
"Iya nih nak Dika, bercanda aja," kata pedagang bakso itu sambil tertawa kecil.
Mereka kemudian memilih tempat duduk.
"Ehh, tunggu dulu... Jangan duduk!." Dika menghentikan Widia yang ingin duduk.
"Kenapa sih?." Widia bingung.
"Nihh... ada semut, kasihan nanti lo dudukin," jawab Dika sambil memindahkan semut itu.
"Yaelahh... gue kira apa, lo ngagetin gue aja."
"Ya... walau semut kan juga berhak hidup," jawab Dika.
Mereka duduk dan tak beberapa lama pesanan mereka datang.
"Gak salah tuh, lo ngasi sambal banyak banget?" tanya Widia heran, karena melihat Dika menambahkan banyak sambal ke baksonya.
"Gue udah biasa, gak kayak lo cemen," jawab Dika santai.
"Enak aja lo bilang gue cemen, lihat nih gue tambahin sambal lebih banyak dari pada punya lo." Widia menambahkan 3 sendok penuh sambal ke baksonya.
Dika menahan tawa melihat Widia menambahkan banyak sambal ke baksonya. "Awas nanti kepedesan!. Dasar bocah!" tegur Dika sambil mengaduk baksonya.
Benar saja, setelah makan beberapa suap bakso, Widia merasa kepedasan. "Uusstt... duhh... pedes nihh... pedess... Pesenin gue es dong, ess..."
"Tuh kan, udah gue bilangin. Ngeyel sihh..." Dika tertawa melihat Widia yang kepedasan. Ia kemudian memesankan Widia es lagi.
"Ni cewek lucu juga ya," kata Dika dalam hati.
Merekapun melanjutkan makan bakso di sana. Dika terlihat akrab dengan pedagang bakso itu, karena memang dia sering makan disana. Dika tidak seperti anak orang kaya lainnya yang bergaya hidup mewah, dia lebih suka hidup sederhana.
Selesai makan Dika memanggil pedagang bakso dan membeli lagi 2 porsi bakso. "Paman 2 porsi lagi ya, sama minum, tapi dibungkus."
"Siap nak Dika," jawab pedagang bakso itu sambil membereskan mangkok dan gelas yang ada di atas meja.
"Dik, lo mesen 2 lagi?. Emang yang tadi masih kurang?" tanya Widia.
"Tenang aja, yang ini gue bayar sendiri. Ini juga bukan buat gue." Dika mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang.
"Terus buat siapa?."
Dika melihat ke seberang jalan. "Buat kakek pemulung di seberang jalan itu, kasihan kurus banget."
Widia juga ikut memperhatikan pemulung itu. "Ternyata walau nyebelin lo baik juga ya, gue jadi kagum sama lo Dika."
Dika hanya tersenyum dan menatap Widia.
"Lo kenapa senyum-senyum?" tanya Widia.
"Jarang loh, ada orang yang muji gue," jawab Dika.
"Dih, jangan GR lo Dik."
"Cewek ini ngingetin gue sama seseorang, senyumnya juga mirip banget." Pikir Dika.
"Duhh... Gue bilang apa sih tadi. Kan ni cowok songong jadi GR," kata Widia dalam hati.
"Yaa... emang benerkan gue baik. Buktinya semut aja gue tolongin, gue pindahin," jawab Dika.
"Hadeh... Dika...Dika." Widia tertawa.
Widia melihat angkot berhenti di depan warung, Widiapun berdiri.
"Lo mau ke mana?" tanya Dika.
Widia mengambil tasnya. "Gue mau pulang naik angkot itu, makasi ya udah nolong gue tadi. Oh ya, muka lo ada memar tuh, cepet obatin biar gak parah." Widia meninggalkan Dika dan berjalan menuju angkot.
"Eh lo belum bilang nama lo siapa?" teriak Dika.
"Widiaa..." jawab Widia sambil terus berjalan menuju angkot tanpa melihat Dika.
*******
Malam harinya Dika tidak bisa tidur karena memikirkan Widia.
"Duhh... kenapa sih gue kepikiran cewek tomboy itu?. Dika tidur... Dika... Tidurr.... Lo kenapa sih?." gumam Dika sambil mengacak-ngacak rambutnya.
Dika bangun kemudian pergi ke dapur untuk mengambil roti dan minuman di kulkas. Dika lalu kembali ke kamar dan duduk di pinggir kasur sambil memakan roti dan meminum minuman yang diambilnya tadi, ia berharap lebih mudah tidur jika perutnya kenyang. Tapi Dika tetap tidak bisa tidur karena Widia tidak bisa hilang dari pikirannya. Ia menaruh sisa makanan dan minumannya di atas meja di samping kasurnya, kemudian ia merebahkan badannya di kasur. Dika mengambil ponselnya dan melihat jam yang sudah menunjukan pukul 02.20 pagi. Dika lalu menghidupkan lagu, namun tetap saja usahanya itu sia-sia.
Dika menutup wajahnya dengan bantal. "Duhh... tu cewek kok muter-muter terus sih di pikiran gue?. Apa gue suka ya sama dia?. Tapi kenapa gue ngerasa kayak pernah ketemu sama dia, kayak gak asing gitu," pikir Dika.
Dika tetap tidak bisa tidur, kemudian ia melempar bantalnya ke bawah karena kesal. Dika menoleh ke meja di samping kasurnya, matanya membesar ketika ingat minuman yang tadi diminumnya adalah kopi. "Shit!... Kopi! Gue minum kopi. Gue kok baru sadar sih. ini semua gara-gara si Widia muter-muter di pikiran gue, gue jadi gak inget kalo kopi menghilangkan kantuk. Duhh... Dikaaa..." Dan akhirnya Dika tidak bisa tidur sampai jam 04.30 pagi
•••••••••
Kira-kira Dika beneran suka gak ya sama Widia??🤔
Komentar di bawah yaa😘...
°
°
°
Jangan lupa like, komentar, dan ratenya ya kak😊...
Terima kasih 🙏🤗❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Ig : @Nona.Selena_
Novel “Alasan Bersama”
Hadir memberikan boom like, semangat terus ya Thor💕
2021-02-13
1
Inyomannadri
ini pasti tanda suku dhh
2021-01-26
1
Resalds
semangat terus kak 👍
2021-01-23
1