Tiba di kediaman Daniel yang super duper mewah, pak Toni meminta maaf ke Gendis karena memberhentikan mobil di depan pagar rumah. Dengan alasan, pak Toni ada keperluan mendesak yang aslinya pak Toni dan Daniel sudah bekerja sama, supaya Gendis dan Daniel bisa berbicara sebelum nantinya kedua remaja itu berpisah.
Baru kali ini juga Gendis diberhentikan di depan pagar rumah, yang saat keduanya masuk. Gendis harus diperiksa isi tasnya, meskipun Gendis datang bersama dengan Daniel.
"Sorry, itu prosedurnya kalau jadi tamu di sini dan pasti kena security check point." Daniel menjelaskan, setelah tas Gendis diperiksa dan melewati security yang berjaga di pintu pagar.
"Iya, nggak masalah sih. Cuman, kenapa kalau gue ada di dalam mobil, nggak ikut diperiksa juga?" tanya Gendis, setelah mengambil tasnya yang sudah selesai diperiksa.
"Tetep diperiksa, di pintu masuk menuju basement juga ada detektor dan x-ray nya, karena takutnya di bawah mobil di kasih gps." cicit Daniel menjelaskan lagi.
Gendis menganggukkan kepalanya, serius mendengarkan penuturan Daniel.
Baru aja Gendis selesai memastikan, ada suara yang membuat Gendis langsung terperanjat dan tiba-tiba mematung.
Suara itu nggak lain suara saling sahut-sahutan, dua ekor anjing penjaga berjenis Doberman.
Melihat Gendis panik, Daniel dengan segera mengulurkan tangannya ke arah Gendis.
"Nggak bisa, lutut gue lemes banget Niel." diucapkan Gendis dengan suara bergetar, sambil membungkuk menolak ajakan Daniel.
"Ada gue, dua anjing itu nggak akan nyerang lo." sambil Daniel terus mengulurkan tangannya, agar Gendis memegangnya.
Daniel juga memerintahkan dua security yang membawa Doberman tadi, untuk segera membawa kedua peliharaannya supaya Gendis nggak merasa ketakutan.
Setelah kedua anjing itu pergi, Gendis baru mau meraih tangan Daniel.
Sementara Daniel, yang tadi menawarkan menggandeng Gendis masuk. Kini sedang merasakan, detak jantungnya yang nggak karuan saat kontak fisik dengan Gendis.
Supaya nggak kentara kalau Daniel merasa canggung, karena deg-deg–an. Daniel pun mengkonfirmasikan ke Gendis, mengenai ketakutan Gendis ke anjing penjaganya tadi. "Lo takut banget sama anjing?"
Gendis jelas nggak bisa mengeluarkan suaranya, karena masih dalam mode panik, tapi Gendis tetap menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Anjing tadi hanya bertugas, dua anjing itu diminta keluar untuk nyium bau lo. Supaya nanti kalau ke sini lagi, mereka udah hafal."
Gendis tetap mendengarkan, tapi fokusnya juga terbagi karena takut kalau tiba-tiba ada anjing penjaga lainnya, yang disiapkan di ruangan lain, karena saat ini keduanya masih berada di ruang security check point.
Melihat Gendis masih panik banget, dan wajahnya juga pucat. Daniel meminta Gendis menunggu sebentar, lalu mau memangil seorang pegawai di kediamannya.
"Niel ... lo mau ke mana?" tangan Daniel yang sempat terlepas dari Gendis, ditarik lagi sama Gendis yang nggak mau jauh-jauh.
"Bentar, gue cuma mau minta orang untuk bawain minum. Muka lo pucet banget," ucap Daniel khawatir, tapi juga senang secara bersamaan dan fokusnya saat ini juga lagi memperhatikan tangan Gendis yang kembali menempel di kulitnya.
"Nggak usah Niel ..., kita langsung masuk aja. Gue beneran takut nih ..., dan tolong pastiin kalau pas kita masuk nanti, nggak ada anjing lainnya lagi." suara Gendis masih bergetar, sambil terus mencengkram tangan Daniel.
"Tapi kita masih jauh Ndis, nanti kalau lo pingsan gimana?" timpal Daniel, masih mengkhawatirkan Gendis.
"Masih jauh maksudnya gimana?" Gendis mengajukan pertanyaan, saking nggak fokusnya karena tadi baru aja bertemu dengan sumber traumanya.
"Lo pernah lihat taman, waktu ke luar dari basement?"
Gendis anggukkan kepalanya, lalu Daniel pun menjelaskan lagi. "Dari sini ke taman jauh Ndis, belum lagi lo harus jalan lagi ke kamar nyokap gue."
Gendis langsung membayangkan betapa jauhnya itu, karena dari taman aja, Gendis merasa perjalanannya cukup jauh. Cuman karena ada pemandangan, jadi terasa cepat karena fokusnya terbagi.
"Nggak ada buggy car, Niel?"
Daniel diam aja, sebenernya kendaraan yang Gendis tanyakan tadi, memang ada di kediamannya. Tapi karena Daniel memang sedang memanfaatkan waktu, supaya bisa berdua dengan Gendis. Mau nggak mau Daniel pun berbohong, dan memang sudah bekerja sama dengan pak Toni untuk menyembunyikan buggy car, selama ada Gendis.
Gendis hanya bisa pasrah, dan mengikuti saran dari Daniel, yang mau memanggil seorang pegawai untuk membawakan minuman buat Gendis.
Padahal, Gendis masih punya sisa air minum di dalam tasnya. Tapi karena udah panik dan nggak konsen, Gendis pun nggak inget masih menyimpan air minumnya itu.
Sekitar 3 menit menunggu, seorang security membawakan sebotol air mineral. Nggak lupa Gendis dan Daniel sama-sama berterima kasih, karena minuman itu sudah sampai.
Dan gegas Daniel membukannya, sebelum diterima sama Gendis.
Perlakuan Daniel, memang murni Daniel adalah cowok yang peka. Sampai membukakan tutup botol, yang masih bersegel supaya Gendis nggak kesulitan waktu membukanya nanti.
Sayangnya, perlakuan manis Daniel nggak terekam sama Gendis yang udah panik. Dan hanya mau buru-buru memberikan ketenangan lewat minuman, dan mengembalikan fokusnya yang sempat hilang karena kemunculan dua Doberman tadi.
Setelah sudah mendapatkan pelepas dahaganya, dan pengalihan dari rasa paniknya. Gendis baru terfokus ke seragam Daniel, yang sejak awal memang memakai seragam putih abu-abu.
"Lo anak SMA 88, Niel?"
Alis Daniel sampai mengerut, lalu senyumnya tiba-tiba merekah.
"Lo inget sesuatu Ndis, sama seragam gue?" tanya Daniel, yang membuat dirinya tersenyum begitu bahagianya.
"Inget apaan maksud lo? gue baru sadar kalau lo sekolah di 88, karena gue punya temen yang sekolah di sana juga."
Mendengar jawaban Gendis. Daniel yang tadinya antusias, malah berubah raut wajahnya jadi bete seketika.
Daniel nggak tau kalau Gendis punya daya ingat yang buruk, padahal waktu bertemu dengan bu Denayu, beliau meminta Gendis ikut ke kantor polsi, untuk menjemput anaknya yang dithan di sana karena tauran dengan SMK Hercules.
Daniel yang udah kecewa, hanya merespon singkat. "Oh ..."
"Yaudah yuk, kita langsung jalan aja. Udah nggak gemeteran lagi kan?"
Daniel yang kecewa, karena sempat berekspektasi kalau Gendis mengingat pertemuan dengannya. Malah melenggang meninggalkan Gendis, tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya itu.
Gendis pun menyusul Daniel, yang langkahnya bener-bener cepat dan untungnya Gendis udah nggak lemes lagi, dan ketakutan lagi setelah melihat eco park, lalu disusul dengan pemandangan kolam renang di sepanjang perjalanannya menuju kamar bu Denayu.
Kedua remaja ini pun tiba di depan kamar bu Denayu, lalu Daniel pun ikut masuk ke kamar Maminya.
"Lo ngapain ikut masuk? gue cuma mau ketemu dan ngobrol sama nyokap lo." sela Gendis, sambil menahan tangan si pemilik rumah.
"Ya harus masuk lah, gue tau apa alasan lo nemuin nyokap gue. Yang nggak lain, karena lo mau menolak perjodohan kita kan?"
"Gue juga perlu tau alasan lo, kenapa nekat banget menolak. Padahal tadi juga lo bilang, kalau lo nggak punya pacar kan?" sambung Daniel lagi, terus meyakinkan Gendis supaya Gendis mengikut sertakannya.
"Dan kalau alasan lo masuk di akal, gue akan bantu lo buat membatalkan perjodohan kita. Dan perlu lo inget ya, kalau gue membantu lo kalau gue ikut dengerin, dan menyetujui alasan lo nolak dijodohkan sama gue!" tandas Daniel, lalu anak ketiga bu Denayu itu pun langsung nyelongong masuk.
Namun, Gendis pun menahan Daniel sekali lagi. Gendis teringat kondisi bu Denayu yang lemah, dan nggak mau membuat bu Denayu drop karena perlawanan dari Daniel nantinya, setelah nanti keduanya mendengar penjelasan mengenai Bram.
"Lo boleh dengerin, tapi sebaiknya nunggu di sini aja." diucapkan Gendis dengan maksud, agar Daniel menunggunya di ruang santai kamar Maminya.
"Nggak! gue perlu tau, apa aja yang bakalan lo obrolin sama nyokap gue. Nguping dari sini, nggak akan dapet hasilnya karena kamar nyokap gue kedap suara!" Daniel bersikeras, meminta mendengarkan obrolan, dan lagi-lagi dia pakai alasan kalau kamar Maminya kedap suara.
Sekalipun memang benar, tapi kalau pintunya dibuka, Daniel tetap bisa mendengarkan percakapan di dalam kamar Maminya.
Gendis pun pasrah, dan membiarkan Daniel mendengarkan apa yang akan disampaikannya, supaya Daniel nggak meremehkan alasan Gendis menolak pertunangan.
🔜 Next Part 🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments