Terpesona

Tiga puluh menit sebelum wawancara.

Jayden tengah fokus menelaah CV milik Sofia yang telah dikirim melalui email oleh Azyla selaku manager General Affairs.

"Wow, dia ... cantik," gumam Jayden membatin kagum seusai mengklik folder CV milik Sofia yang di setelahnya menampilkan pas foto virtual sang wanita.

Netra sendu Sofia rupanya sukses menyihir hati dingin seorang Jayden. Tak hanya itu, bentuk wajah simetris serta rahang tegas yang memukau membuat sang CEO mengakui dalam hati kecantikan natural yang khas dan berbeda.

Ergh! Singkirkan khayalanmu, Jay. Dia lebih tua darimu. Umurnya bahkan seusai kakakmu.

Jayden menggeleng kepala cepat seraya bergulat dalam batin, segera membuang jauh angan semu penuh kekaguman terhadap puan yang bernama Sofia.

"Kau kenapa, Jay?" Azyla yang baru saja masuk ke dalam ruangan sempat sekilas melihat Jayden bertingkah aneh.

"Ekhem ... kebetulan kau datang, Zy. Aku sedang melihat CV kandidat bernama Sofia Wilson. Jika boleh tau, kenapa kau mereferensikan seorang dengan jam terbang yang sangat kurang dalam urusan PR?"

"Kau harus mengujinya, Jay. Apa kau tak melihat wajahnya? Dia begitu menarik dan kupikir dia cocok menjadi the next PR, bukan?" ujar Azyla menjabarkan drngan harapan bisa memperngaruhi pikiran sang bos.

"Walaupun sedikit pengalaman, dia lulusan kuliah jurusan PR dari universitas ternama. Kau hanya perlu bertemu dengannya langsung dan baru memutuskan," tambah Azyla yang sebenarnya yakin bahwa Jayden tidak akan menerima Sofia.

Kecantikan saja tidak cukup, Zy. Aku lelah jika harus memecat staf yang tidak kompeten.

Jayden mengerutkan dahi saat mendengarkan penjelasan Azyla. Tak dapat dipungkiri, penampilan serta kecerdasan kandidat merupakan kriteria penting yang sang CEO harapkan. 

Namun, value seseorang di atas segalanya. Percuma jika cerdas dan berpenampilan menarik, akan tetapi gampang manut dan juga tidak berinovasi. Jayden menyukai sesuatu yang unik dan berbeda.

"Baiklah. Akan kucoba. Semoga kandidat kali ini tak hanya mengandalkan tampang saja." Jayden pasrah. Walaupun tak yakin, kebutuhan akan staf humas sedang mendesak. Dalam hati, Jayden sungguh berharap bahwa Sofia merupakan kandidat terakhir.

Tentu saja kau harus mewawancarainya, Jay. Aku yakin dia hanya mengandalkan penampilan saja akan tetapi nol kemampuan, Azyla membatin licik seraya mengulas senyum miring.

...***...

"Kau ... tidak sedang bercanda kan, Pak? Kau sungguh menerimaku kerja di sini?" 

Sofia terkesiap tak percaya saat Jayden langsung menerimanya sebagai staf humas Baldwin Enterprise. Tak ada wawancara lebih lanjut serta tes yang biasanya menjadi formalitas perusahaan.

"Apa rautku terlihat seperti becanda?" Suara bariton tegas milik Jayden membalik sarkas pertanyaan Sofia. 

"Bukan begitu maksudku, Pak. Rautmu sangat serius seratus persen." Sofia menimpali antusias seraya mengulas senyum semanis gula.

Wow, senyumannya sangat manis.

Jayden memuji dalam hati lengkung belah ranum Sofia yang sangat manis menurutnya. Angannya buyar ketika Sofia memastikan sekali lagi apakah dirinya resmi diterima bekerja sungguhan.

"Ekhem, jangan senang dulu, Nona Sofia. Aku tidak akan membiarkan kau bekerja dengan mudah di sini. Pekerjaan PR akan sangat sulit." Tak ingin larut akan senyuman menghanyutkan sang puan, Jayden mengalihkan pembicaraan membahas tanggung jawab sebagai seorang staf humas.

"Tak apa. Serahkan padaku. Aku tipe yang suka belajar dan berkembang. Aku berjanji akan bekerja sebaik mungkin," timpal Sofia penuh percaya diri.

"Good. Kau bisa bekerja mulai senin," ungkap Jayden kembali menunjukkan raut tampan nan dingin yang khas seraya beranjak dari kursinya.

"Terima kasih ...."

Tak membalas respon Sofia, Jayden malah acuh melesat keluar ruangan, melewati wanita itu begitu saja. Seiras kepergian sang CEO, Sofia sontak mengedikkan bahunya tak peduli. Hatinya sedang diliputi kebahagian karena ia telah resmi menanggalkan gelar pengangguran.

Kau dengar, Nak? Ibumu ini sudah bukan pengangguran lagi, hehe, Sofia bergumam riang dalam hati sembari tangan kanan mengelus sekilas perut ratanya.

...***...

"Ini sudah tiga hari, Bowie. Mengapa kau belum juga memberiku laporan mengenai keberadaan Sofia?" Kaivan kesal, tak biasanya sang asisten kepercayaannya lambat dalam pencarian informasi.

Sementara itu, gusar dan gelisah tengah memenuhi wajah Bowie, bulir keringat sebesar biji jagung pun bermunculan di dahinya imbas kemarahan sang bos. Ia sangat yakin bahwa apa yang akan disampaikan sebentar lagi akan membuat Kaivan bertambah murka.

"Aku sudah berusaha melacak Nyonya Sofia dari berbagai transaksi baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, transaksi terakhir yang Nyonya gunakan hanyalah pembelian tiket pesawat ke Tanah Air."

Lebih lanjut Bowie menjelaskan bahwa Sofia sama sekali tak menggunakan harta gono gini yang diberikan sang bos dan tak juga kembali ke kediaman lamanya. 

"Jadi maksudmu, Sofia seolah menghilang begitu saja?" terka Kaivan menaikkan sebelah alisnya.

"Benar, Tuan." 

Ada dimana kau sebenarnya, Sofia? Ergh, mengapa hati ini masih peduli padanya? Bod*h!

Kaivan menghembus napas kasar seraya memijat kening sesaat. Tak dapat dipungkiri hatinya cukup gusar mendengar mantan istri kontraknya yang tak berjejak setelah diceraikan.

"Siapkan Jet malam ini juga. Kita akan melanjutkan pencarian Sofia di Tanah Air," titah Kaivan tegas.

"Baik, Tuan."

...***...

Seusai wawancara kerja, Sofia memutuskan untuk berbelanja bahan makanan di supermarket dalam jumlah cukup banyak. Hal ini dilakukannya dalam rangka perayaan perubahan status dari pengangguran menjadi seorang pekerja. Wanita itu tak sabar untuk segera pulang dan merayakannya dengan Lena. 

Sembari mendorong trolly, Sofia mengeluarkan ponsel dari tas selempang dan langsung menghubungi sang sahabat.

"Bagaimana hari pertama dimutasi, Len?"

^^^"Banyak formalitas data yang harus kuurus dan juga tumpukan neraca perusahaan."^^^

"Hehehe, bersemangat lah, Len. Akan ada kejutan di rumah nanti."

^^^"Woah, cepat beritahu kejutan apa!"^^^

"Bukan kejutan jika aku beritahu."

^^^ "Ergh, baiklah. Oh iya, bagaimana dengan interview-mu, Sof?^^^

"Aku—"

Tiba-tiba saja, ucapan Sofia terjeda kala kedua netra bulatnya menangkap sebuah pemandangan yang menarik total seluruh atensi. Lamat-lamat, ia melihat kursi roda lengkap dengan seorang wanita paruh baya di atasnya perlahan bergerak mundur tanpa bisa dikendalikan.

Tangan wanita paruh baya itu lalu terlihat menggapai-gapai ke arah sosok yang sedang asyik menelepon tak jauh di sebelahnya. Namun, sayang. Usahanya sia-sia, sosok itu tetap asyik menelepon tanpa mengindahkan aksi si wanita paruh baya. Sialnya, supermarket saat itu sedang tak terlalu banyak pengunjung.

"Oh, tidak!"

^^^"Ada apa, Sof? Kau membuatku khawatir."^^^

"Ada harus pergi, Len. Akan kuhubungi lagi nanti."

"Tapi ...."

Sofia terpaksa mengakhiri panggilan telepon dengan Lena. Tanpa mengindahkan kondisi yang sedang berbadan dua, kedua kaki jenjang wanita itu bergerak cepat untuk menggapai kursi roda yang semakin mendekati eskalator aktif.

"HEY!!"

BRUK!

Tumbukkan cukup keras pun terjadi. Tumbukan yang tak dapat terhindarkan lagi. Akankah Sofia berhasil menggapai kursi roda sang wanita paruh baya? Ataukah malah sebaliknya?

Terpopuler

Comments

Abul Hamid

Abul Hamid

tombol nampol azila 👍👍👍

2024-05-21

1

Sunflower_drm

Sunflower_drm

"Dalam sorotan tegang, Kaivan dan Bowie berusaha memecahkan misteri keberadaan Sofia, menghadirkan aura ketegangan yang menyelimuti cerita."

2024-05-10

1

Sunflower_drm

Sunflower_drm

Sofia bukan hanya sekedar wanita cantik, tetapi juga sosok yang menginspirasi dengan keberanian, kecerdasan, dan sikap rendah hati yang dimilikinya."

2024-05-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!