REKHA
"Pak stoooooooop." teriakku kepada pak satpam, agar tidak menutup gerbangnya dulu sebelum aku masuk.
“Eeeh eeh, tolong dong pak jangan di tutup dulu.”
“Telat lagi Rekha.” Aku yang mendengar ucapan pak satpam hanya tersenyum.
“Gak capek apa kamu telat mulu?” aku refleks menggeleng.
“Eh capek pak, saya telat bangunnya soalnya bunda gak bangunin.” Ucapku berusaha menyangkal.
“Kamu itu sudah besar, bangun sendiri lah, lain kali cari alasan lain jangan itu terus.”
“Iya pak.”
“Tulis nama kamu disini.” Ucap pak satpam sambil menyodorkan buku daftar nama anak-anak yang telat.
“Ayok lah pak, jangan hari ini.” Ucapku membujuk pak satpam.
“Tulis namamu lalu masuk atau gak usah tulis namamu tapi pulang.”
Aku lalu mengambil bukunya dan menulis namaku, setelahnya langsung berlari menuju kelas, untungnya belum ada guru yang masuk untuk mengajar.
Pada saat aku masuk ke dalam kelas, seketika teman-temanku bersorak seperti baru saja melihat keajaiban dunia.
“Woooooh tumben sekali kamu cepat dateng?” tanya Farhan ketua kelasku yang duduk di dekat pintu.
“Ini juga aku udah telat di pos.” Ucapku sambil berjalan ke tempat dudukku.
“Tumben, dimarahin bunda ya?” tanya Aini teman sebangku ku, mendengar itu aku langsung mengangguk.
“Pantesan biasanya juga kamu baru dateng di pelajaran kedua, ini tumbenan pelajaran pertama belum di mulai tapi kamu udah datang.” Aku langsung memberikan isyarat untuk diam kepada temanku itu, saat melihat guru yang akan mengajar di kelas kami datang.
Selama pelajaran berlangsung aku tidak bisa fokus karena sangat mengantuk, semalam aku begadang membaca sebuah buku baru yang di belikan oleh bunda.
“Ibu saya izin ke toilet.” Ucapku sambil mengangkat tangan saat meminta izin ke toilet.
“Tidak boleh.” Ucap sang guru, lalu beliau membagikan permen kepada kami semua.
Tak lama Kia meminta izin ke toilet dan guru mengizinkannya, berbeda dengan dirinya yang tidak diizinkan untuk keluar kelas.
Melihat itu aku sangat ingin protes, tapi dengan cepat Aini memberikan isyarat untuk menyuruhku tetap diam.
Setelah pelajaran berakhir aku tidak berhenti mengomel, karena sikap pilih kasih sang guru terhadapnya dengan teman sekelasnya.
“Heh kamu pikir gak diizinin keluar kelas karena apa?” tanya Aini.
“Mana aku tau.”
“Itu karena kamu izin kemana tapi tembusnya kemana.” Ucap Aini.
“Tapi ka….” Aini dengan cepat menaruh jari telunjuknya di bibirku lalu menyuruhku untuk diam.
Pelajaran berjalan dengan biasanya, di menit-menit terakhir aku baru bisa fokus dengan pelajaran karena sebentar lagi jam pulang.
Setelah bel pulang berbunyi, aku bahkan tidak merasakan ngantuk sama sekali sedangkan selama pembelajaran tadi di mulai aku tidak berhenti menguap sampai-sampai air mataku keluar.
“Aku duluan ya.” Ucapku kepada Aini, ia pun menganggukkan kepalanya.
Sesampainya aku di panti, aku melihat sebuah mobil mewah terparkir.
“Oh bunda lagi ada tamu, lewat belakang aja aah.” Ucapku lalu berlari kecil menuju pintu belakang gedung asrama.
Anak-anak panti yang lain sedang bermain di taman belakang, aku menyempatkan untuk menyapa dan melihat apa yang sedang mereka lakukan.
Ternyata mereka sedang mengerjakan tugas dan ada juga yang bermain, setelah melihat mereka aku pun berjalan memasuki asrama.
Saat melewati salah satu kamar anak panti, aku mendengar suara tangisan, suaranya tidak begitu besar tapi aku mampu mendengar suara tangisan itu.
“Ini kamar kak Lita.” Ucapku dalam hari, aku mengetuk pintu kamarnya dan meminta izin untuk masuk tapi tidak ada respon, lalu aku membuka pintunya dan melihat ia sedang meringkuk di samping ranjangnya sambil menangis.
“Kakak kenapa?” tanyaku kepadanya sambil mengelus-elus punggungnya.
Kak Lita lebih tua dua bulan dari ku, bisa di bilang kami masih seumuran tapi aku lebih nyaman memanggilnya kakak.
Kak Lita hanya diam saat aku bertanya, dia terus menangis aku tetap menemaninya sampai ia benar-benar selesai menangis.
Setelah tangisannya mereda, ia beranjak naik ke atas ranjangnya, “Aku akan menceritakannya nanti, jangan bilang sama bunda.” Aku mengangguk lalu keluar dari kamar kak Lita.
Aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi, tapi ya sudahlah nanti juga kak Lita cerita.
Baru saja aku merebahkan tubuhku di atas kasur, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
Aku beranjak dari kasur dan membukanya ternyata itu bunda.
"Kenapa bun?"
"Tadi kamu ke kamar Lita?" mendengar pertanyaan dari bunda aku pun mengangguk.
"Dia ada cerita sesuatu?" aku langsung menggelengkan kepalanya.
"Gak ada bun, soalnya kak Lita lagi tidur, memang ada apa sama kak Lita bun?"
"Bunda juga gak tau nak, tadi pas pulang dia keliatan murung."
"Nanti kalau ada apa-apa, aku kasih tau bunda."
"Ya sudah kamu istirahat aja."
Bunda pun keluar dari kamar, aku kembali merebahkan tubuhku. Tak butuh waktu yang lama aku pun terlelap, aku memang orang yang sangat gampang tertidur, dimana pun aku bisa tidur dengan cepat.
Saat aku bangun ternyata sudah menunjukkan pukul lima sore, aku mendengar suara sorakan dari anak-anak lain.
Aku pun beranjak keluar kamar, untuk ke dapur karena perutku sudah berbunyi seperti bunyi bel sangat nyaring.
Saat menuruni tangga menuju lantai bawah, aku melihat anak-anak panti sedang bermain bola basket.
Aku menonton sebentar permainan mereka, walaupun masih SMP tapi cara bermainnya sudah bagus, aku pun sesekali berteriak untuk memberikan semangat kepada mereka.
Setelah puas menonton aku melangkahkan kaki ku menuju dapur, disana ada para ibu-ibu yang sedang menyiapkan bahan untuk memasak makan malam.
"Baru bangun ya Rekha." ucap bu Siti, aku yang mendengar itu hanya senyam senyum.
Aku mengambil makanan yang akan aku makan, lalu duduk di bangku dekat dengan jendela.
Saat melahap makananku, aku mendengar ibu-ibu sedang bercerita tentang kak Lita.
Aku tidak bermaksud untuk menguping tapi mereka yang berbicara sangat nyaring, aku mendengar bahwa kak Lita di jodohkan oleh Ayah, mendengar itu aku justru lebih menajamkan pendengaranku.
"Apa karena ini, kak Lita nangis ya." ucap ku dalam hati.
Salah satu di antara ibu-ibu itu mengatakan bahwa, "Lita itu melakukan hubungan suami istri bersama kekasihnya terus hamil, makanya mau di jodohkan sama si Bapak."
"Ah iya iya kalau dilihat-lihat perutnya juga membuncit." sahut ibu yang lain.
"Porsi makannya juga lebih banyak dari biasanya."
"Jangan ngomong sembarangan kalau gak ada buktinya, jatuhnya fitnah." ucap bu Siti yang baru masuk ke dapur, bu Siti adalah yang tertua diantara mereka dan juga paling lama bekerja di panti asuhan.
"Wajar toh dia makannya banyak, dia kan baru sembuh kemarin-kemarin nafsu makannya kurang." ucap bu Siti lagi.
Ibu-ibu yang lain tidak mengeluarkan suara sedikit pun, mereka hanya diam saat bu Siti mulai berbicara.
Selesai makan aku langsung mencuci piring, dan meninggalkan ibu-ibu yang sedang bergosip ria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments