"Bagaimana Dam? Itu bagus lho untuk masa depan kamu," Pak Anton duduk di sofa ruangan Adam, baru saja menyerahkan berkas tawaran study ke Luar Negeri. Matanya memandang takjub ke sekeliling ruang kerja yang ditata dengan sangat apik.
Adam melirik atasannya itu sekilas dari balik lembaran-lembaran yang sedang dia baca. Tawaran sekolah arsitek di Frankfurt, Germany.
"Kenapa bapak menawarkan ini pada saya?"
"Karena menurut saya kamu memiliki potensi. Nggak ada salahnya kan kalau diasah di tempat yang tepat? Memangnya kenapa? Kamu keberatan?"
Adam menggeleng pelan. "Bukan begitu pak," dia merapihkan lembaran-lembaran tersebut dan meletakkannya diatas meja. "Tapi....." dia tidak melanjutkan kalimatnya. Sulit untuk mengambil keputusan itu sekarang.
Ada beberapa hal yang harus dia pertimbangkan supaya tidak salah melangkah. Salah satu alasan utamanya adalah Selenia. Kalau dia pergi ke Frankfurt, bagaimana dengannya? Dia tidak mungkin membawa serta Selenia kesana ataupun meninggalkan dia di sini. Ayah Selenia sudah mempercayakan putri semata wayangnya itu padanya kan?
Meskipun kondisi pernikahan mereka tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya, tapi apapun itu, Selenia tetaplah seorang istri bagi Adam. Dia tidak mungkin membuat keputusan sepihak, tanpa berunding terlebih dahulu dengan Selenia.
"Tapi kenapa?" Pak Anton mengernyitkan dahi. "Bukannya dulu kamu tertarik dengan hal-hal semacam ini?"
Tidak ada yang berubah. Sampai sekarang pun Adam masih sangat tertarik dengan tawaran semacam itu. Hanya saja dia tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya pada Pak Anton. Atasannya itu tidak pernah tahu kalau dia sudah menikah. Orang-orang di kantor ini tidak ada yang tahu.
"Saya hanya belum bisa memutuskannya sekarang Pak. Boleh saya memikirkannya dulu?" jawab Adam kemudian.
Pak Anton menyunggingkan senyum. "Tidak perlu terburu-buru, Dam. Masih ada waktu sekitar.... ya maksimal 7 bulan lah untuk kamu memikirkannya matang-matang," beliau kemudian beranjak dari duduknya. Sebelum dia meninggalkan ruangan, dia menambahkan. "Saya harap kamu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Karena seperti yang saya tahu, ada kesempatan yang hanya datang satu kali."
Sepeninggal Pak Anton, Adam kembali membuka berkas tersebut dan membacanya dengan seksama. Memang benar, tawaran ini adalah tawaran yang sangat bagus untuk masa depan karirnya.
Arrrgghh!!
Kenapa kesempatan sebagus ini tidak datang 5 bulan yang lalu saja? atau paling tidak satu tahun yang lalu? Pasti dia akan langsung menerima tanpa perlu berpikir panjang. Kenapa baru sekarang?
Adam dilanda dilema. Isi hati dan kepalanya saling berbenturan. Logikanya meminta Adam supaya pergi, sementara hatinya meminta untuk tetap tinggal.
Bagaimana kalau kesempatan itu tidak pernah datang lagi?
...🌺🌺🌺...
Selenia heran saat pulang sekolah dan mendapati mobil suaminya sudah ada di rumah. Tidak biasanya Adam pulang secepat ini. Jadi begitu keluar dari mobil, Selenia langsung menghambur ke dapur dan menemui Bi Iyah yang saat itu sedang membuat minuman teh herbal. Dari jarak jauh hidung Selenia sudah mencium teh beraroma khas jamu itu.
"Mas Adam sudah pulang ya bik?"
"Iya Non, baru aja naik ke atas. Kayaknya beliau sedang sakit. Soalnya tadi bibik lihat wajahnya pucat, terus bibik diminta untuk membuatkan ini."
Kening Selenia mengernyit. Mas Adam sakit? Sakit apa? Bukankah semalam dia terlihat baik-baik saja? Selenia tahu Adam itu hard worker. Jadi pasti dia tidak akan pulang secepat ini kalau hanya merasa sedikit tidak enak badan.
Mendadak muncul perasaan aneh dari dalam hati Selenia yang lain. Hati yang selama ini kosong karena tidak pernah merasakan hal itu. Khawatir dan peduli. Dia takut kalau seandainya Adam menderita penyakit serius yang selama ini tidak pernah dia ketahui. Dia kan selama ini memang masa bodoh banget sama segala hal yang berhubungan dengan suaminya.
Pun begitu Selenia tetaplah manusia biasa yang memiliki pikiran normal. Kadang, saat melihat Adam yang pulang malam dan terlihat capek, ada keinginan untuk menawarkan sesuatu. Minimal membuatkan minuman, tapi rasa itu terkalahkan oleh rasa malu dan canggung. Selenia ingin memberikan sedikit perhatian, tapi dia tidak tahu cara mengungkapkannya bagaimana.
"Bik, boleh aku aja yang antar ini ke kamar Mas Adam?" Selenia menunjuk teh herbal di tangan Bi Iyah. Meski hatinya tidak yakin, tapi hanya dengan cara ini dia bisa masuk ke kamar Adam dan memastikan keadaan suaminya.
Bi Iyah menatap heran lalu tersenyum ke arah Selenia. Dia sedang tidak bermimpi kan? Majikan perempuannya itu mau melayani suaminya?
"Oh, tentu saja boleh Non. Ini," Bi Iyah menyerahkan nampan itu ke Selenia.
Selenia menerimanya dengan hati-hati dan langsung membawanya ke atas.
Jantungnya berdegup cepat saat tiba di depan kamar Adam. Seperti biasa pintu itu selalu tertutup rapat.
Tok tok tok!
Selenia mengetuk pintu kamar Adam lirih.
"Masuk aja bik! nggak dikunci kok," sahut suara dari dalam.
Selenia memutar bola matanya. Enak aja dia manggil aku Bibik, gerutunya. Tapi memang nggak salah sih kalau Adam mengira yang mengetuk pintunya itu Bi Iyah. Karena kan selama ini yang sering melayani kebutuhan dia memang Bi Iyah.
Selenia membuka pintu dengan sikunya. Melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya, Adam terkejut dan buru-buru bangkit dari pembaringan. Dia masih mengenakan baju kerja. Mata Selenia melirik jas hitam yang biasa di pakai Adam ke kantor tergeletak begitu saja di tepi tempat tidur.
"Eh... S-Sel... Ma'af... tadi aku kira bibik," ucap Adam terbata.
Selenia tersenyum simpul. Ini pertama kalinya dia masuk ke kamar suaminya sejak mereka berdua pindah ke sini. Mata Selenia memindai ruangan itu dan setiap sudutnya. Rapi, bersih, wangi dan modern. Maklum lah, Adam kan seorang arsitek yang lumayan punya nama. Sebenarnya tidak hanya kamar Adam saja yang di rancang sedemikian apik. Semua yang ada di rumah ini mulai dari bentuk bangunan hingga tata ruang adalah rancangan pribadinya.
"Kok kamu udah pulang?" Adam duduk di tepi tempat tidurnya.
Benar apa yang dibilang Bi Iyah. Wajah Adam pucat banget.
"Aku memang selalu pulang jam segini kok," jawab Selenia datar. "Mas Adam sendiri kenapa pulang cepet?"
"Iya. Aku... sedikit nggak enak badan jadi... pulang lebih awal," jawab Adam sambil memijat keningnya.
Selenia meletakkan teh herbal ke atas nakas di samping tempat tidur Adam. Matanya melirik ke arah lembaran yang ada di tepi nakas tersebut dan membacanya sekilas.
Tawaran study di Frankfurt?
"Makasih ya tehnya."
"Tadi bibik kok yang bikin."
Adam menyunggingkan senyum. "Terimakasih sudah mau mengantar ke sini."
Selenia mengangguk. "Ya udah kalau gitu aku keluar dulu ya mas. Semoga cepat sembuh," Selenia berbalik namun lengannya ditahan oleh Adam.
"Sel..." Adam berniat untuk menceritakan tentang tawaran Pak Anton--dia ingin meminta pendapat. Itulah yang hari ini telah membuat pikirannya kacau. Tawaran bagus itu membuatnya pusing karena dia juga harus memikirkan banyak sekali konsekuensi jika ingin menerimanya. Namun saat melihat wajah kuyu Selenia, dia memilih untuk mengurungkan niatnya. Tidak tega rasanya membuat Selenia harus ikut memikirkan hal ini.
"Ada apa?" tanya Selenia penasaran karena Adam tak kunjung melanjutkan kalimatnya.
"Nggak pa-pa," Adam melepaskan lengan Selenia. "Ya udah kamu istirahat aja dulu."
Tubuh Adam panas. Selenia bisa merasakan dari tangan yang baru saja mengenggam lengannya. Suaminya itu benar-benar sedang sakit. Tapi Selenia terlalu canggung untuk memberikan perhatian lebih. Jadi dia memilih untuk segera keluar dari kamar itu meskipun sebenarnya dia sangat khawatir dengan keadaan suaminya.
...🌹🌹🌹...
...To be continued 👋🏻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
re
Kasihan bimbang adam
2021-05-07
0
ARSY ALFAZZA
mantap
2021-02-22
1
Nafi' thook
ditemenin dong sel
2021-01-30
1