"Damian mendengus kesal karena gerak geriknya diawasi Eswari. Ia tidak boleh memandang remeh istri barunya itu yang ternyata cukup cerdas.
"Bagaimana dengan surat tanah itu?"
"Sedang kami proses bos."
"Kapan selesai?"
"Mungkin sekitar satu bulan."
"Kenapa lama?!"
"Maaf bos, sulit cari pengacara yang mau mengurus soal balik nama ilegal."
"Bayar mereka dengan harga tinggi."
"Taruhannya pekerjaan mereka bos. Jadi alurnya memang lambat dan tidak bisa buru - buru."
"Aaahhh!!! Kamu memang banyak alasan!" Damian menggerutu.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt.. Damian mengangkat telepon. "Ada apa?"
"Maaf tuan ada nyonya Eswari."
"Mau apa wanita tua itu?" gumam Damian. "Baiklah suruh dia masuk."
Tak berapa lama Eswari sudah berada di ruangannya.
"Kenapa sekarang aku mesti laporan dulu? Apakah aku dianggap tamu oleh suamiku sendiri?"
"Jangan marah sayang. Besok resepsionis depan akan aku pecat." Damian berusaha bersikap baik sampai surat tanah itu selesai di balik nama atas dirinya. Semuanya harus berjalan dengan baik dan jangan sampai Eswari curiga.
"Tidak perlu berbuat ekstrim, mereka juga butuh pekerjaan."
"Istriku ini berhati mulia." puji Damian. "Aku minta maaf atas sikapku kemarin. Itu karena aku penat dengan pekerjaan."
"Mau liburan?" ucap Eswari sambil tersenyum.
"Ide yang bagus sayang. Kau mau kemana?"
"Paris."
"Oke kita pergi ke paris. Kau urus keberangkatan kita."
"Terima kasih sayang sudah memanjakan aku."
Damian mencium Eswari. Tangannya mulai memanjakan hasrat istri tuanya itu, walau dalam benaknya Indhira lah yang berada di sana. Mereka saling menikmati dan saling memuaskan tanpa memperdulikan seseorang yang sedang berjuang di luar sana. Eswari mulai melupakan keadaan anaknya yang saat ini berkorban demi semuanya. Sungguh tragis nasib Indhira.
Sementara itu...
Uni memarkirkan motornya tepat di depan coffe shop milik sahabatnya itu.
"Mbak Sri, Dhira ada?"
"Belum pulang dari berlibur."
"Kok lama amat. Memang berlibur kemana sih? Kok nggak ajak - ajak." ucap Uni kesal.
"Waduh saya sendiri juga kurang tahu mbak."
"Apa mungkin keluar negeri ya?" gumamnya. "Kalau benar sampai keluar negeri, awas saja kalau sudah pulang nanti." ancam Uni.
"Kalau saya yang penting oleh - oleh ya mbak. Eh kenapa nggak di telepon aja."
"Nggak enak nanti ganggu. Nanti aku kirim pesan aja." jawab Uni.
"Ya sudah kalau begitu, aku pulang dulu mbak. Nanti jika Dhira sudah pulang, mbak Sri bisa kasih kabar ke aku."
"Siap mbak."
Uni akhirnya pulang, ia tidak tahu jika sahabatnya saat ini sedang berjuang dan butuh dia di sisinya.
🌺🌺🌺🌺
Lucas menatap kolam renang itu cukup lama. Pagi ini ia menemukan ide untuk menyiksa Indhira. Asep datang dari arah belakang.
"Tuan memanggil saya." Asep menggosok - gosok matanya karena ini masih jam empat pagi.
"Kosongkan kolam renang ini."
"Untuk apa tuan, apakah ada yang rusak? Saya selalu mengeceknya secara berkala."
"Diam dan jangan membantah!"
"Baik tuan." Asep menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia hanya merasa heran dengan tuannya. Ia membuka pompa dan membuang air ribuan liter.
"Cukup."
"Kan airnya belum keluar semua, tuan."
"Aku bilang cukup."
Lagi - lagi Asep di buat bingung dengan permintaan Lucas.
"Cari lumpur dan masukkan ke dalam kolam."
"Lumpur?"
"Sudah laksanakan saja perintahku!" Lucas mulai naik darah karena Asep banyak bertanya.
Asep membawa beberapa tong lumpur dan memasukkannya ke dalam kolam.
"Bagus. Kau boleh pergi." Lucas tersenyum puas. "Dhira! Dhira!" teriaknya.
Dari arah belakang Indhira berlari secepat mungkin. Beruntung ia sempat sarapan sedikit tadi.
"Tuan memanggil saya?"
"Bersihkan kolam renang ini sampai bersih. Nanti sore aku akan menggunakannya."
Indhira melihat ke dalam kolam renang. Lagi - lagi matanya membelalak sempurna. Aneh bagaimana mungkin kolam yang kemarin begitu bersih dan jernih tiba - tiba saja menjadi kotor dan berlumpur. Pasti kerjaan Lucas ucap Indhira dalam hati. Ia melihat rona bahagia di wajah pria bermata hazel itu.
"Kok diam."
Indhira menarik napas dalam - dalam. "Baik tuan. Akan saya kerjakan sekarang."
Indhira ke gudang mengambil sikat, kain, selang dan juga ember. Ia berdiri cukup lama sambil memandangi kolam renang yang besar dan dalam itu.
Ya tuhan, beri aku kekuatan dan tentu saja sehat, doa Indhira dalam hati. Perlahan ia masuk ke dalam dan segera membersihkan secara manual. Ia tidak bisa menggunakan pompa karena lumpur akan membuat pompa rusak. Terpaksa ia harus membuang lumpur itu menggunakan ember. Sangat melelahkan.
Nora yang melihat dari jauh merasa iba dengan Indhira. Ia juga tidak menyangka dendam tuannya terlalu besar. Waktu masih hidup Calysta memang membawa cahaya kebahagian untuk tuannya yang kesepian. Wajar kalau tuannya merasa sangat kehilangan.
"Dhira, istirahat dulu. Panas lo ini."
"Nanti saja bu. Ini belum selesai."
Indhira melanjutkan menggosok lantai kolam. Tangannya sudah terasa pegal, perutnya keroncongan. Hampir lima jam ia bekerja tanpa henti. Dan akhirnya membuahkan hasil. Lantai kolam selesai dan kembali menjadi bersih. Ia tersenyum puas dan segera mencari Asep.
"Pak Asep.. Pak Asep." panggilnya.
"Ada apa?"
"Kolamnya sudah bersih. Bagaimana cara mengisi airnya."
"Yakin sudah bersih?" tanya Asep seolah tidak percaya.
"Sudah, bapak lihat sendiri."
"Masalahnya kalau tidak bersih, airnya akan sia - sia. Bisa kena marah aku nanti." Asep pergi memeriksa kolam dan benar yang dikatakan Dhira.
"Wah.. Wah.. Tenagamu hebat."
Indhira tersenyum. "Terima kasih pak."
"Cuma yang jadi permasalahan___."
"Apa pak?" potong Indhira.
"Ini sudah hampir jam dua. Dan tuan akan menggunakanya sore hari. Waktunya nggak akan cukup sampai kolam ini penuh."
"Waduh bagaimana ya pak. Saya sudah berusaha secepat mungkin." Indhira terlihat pucat. Hukuman apalagi yang akan ia terima padahal tubuhnya sudah sangat lelah. "Ya sudah di coba saja dulu pak. Nanti kalau sore belum penuh juga, saya akan terima konsekuensinya."
Asep hanya prihatin dengan nasib Indhira. Tubuh dan wajahnya kucel, tampak lelah. Nora datang dengan membawa handuk.
"Mandi dan istirahat dulu."
"Terima kasih bu."
Indhira membersihkan tubuhnya di bawah guyuran shower. Lagi - lagi ia menangis, tubuhnya lelah, telapak tangannya memerah bahkan kulitnya ada yang mengelupas.
"Dhira.. Dhira.. Jangan terlalu lama di dalam. Takutnya kalau tuan pulang."
"Iya sebentar lagi bu." terdengar jawaban Indhira dari dalam dengan suara parau. Tak lama kemudian ia keluar.
"Sini, makan dulu."
Indhira tersenyum, menarik kursi dan menikmati sup hangat buatan Nora.
"Dhira boleh aku bertanya?"
"Soal apa bu?"
"Soal kamu di bawa ke sini oleh tuan. Awalnya tuan memang bercerita dengan ku soal kamu yang sudah menabrak Calysta sampai meninggal." cerita Nora. "Tapi waktu kau datang kemari aku merasa kau bukan orang seperti itu."
"Aku bersyukur masih ada orang yang menganggapku manusia bukan kriminal." Indhira meminum air putih di depannya. "Malam itu memang ada yang menaruh obat dalam minumanku bu. Setelahnya baru aku tahu itu obat perangsang, entahlah siapa yang menaruh itu ke dalam minumanku. Aku memang mencurigai dua orang. Ayah tiriku atau saudara tiriku. Satu - satunya petunjuk adalah pelayan di hotel itu. Tapi setelah bersaksi ia bagai di telan bumi."
"Di penjara mungkin?"
"Aku sudah mencarinya tapi hasilnya nihil. Kasusku di tutup begitu saja. Mungkin itu yang membuat tuan Lucas marah karena merasa tidak mendapat keadilan."
"Ibu akui, memang kehadiran Calysta sangat berarti di kehidupan tuan. Oleh sebab itu tuan ingin cepat menikahinya. Calysta gadis yang baik." ucap Nora
"Kecelakaan itu bukan suatu kesengajaan bu. Pandanganku kabur, bahkan aku harus membuat diriku sadar dengan menggigit tanganku." lanjut Indhira. "Dan sekarang ibu tahu nasibku harus seperti ini."
"Tuan itu biasanya baik, perhatian, ramah dan suka menolong. Mungkin luka hatinya terlalu dalam."
Indhira hanya diam. Ia merasa Calysta sangat beruntung di kelilingi dengan orang yang mencintainya. Berbanding terbalik dengannya.
"Dhira! Dhira! Dhira!"
"Bu, itu tuan."
"Sudah keluar sana. Mudah - mudahan tidak terjadi apa - apa."
Indhira keluar, walaupun tangannya masih gemetar karena lelah.
"Tuan memanggil saya."
"Kenapa kolam renangnya belum penuh?"
"Aliran airnya kecil, perlu waktu lama hingga penuh."
"Kamu tidak punya otak! Tidak bisa berpikir ya. Beli tangki."
"Uang dari mana?" tanya Indhira polos.
Lucas mendengus kesal. Ia menatap Indhira dan melihat tangannya yang gemetar, ada beberapa luka lecet di sana. Ada rasa tidak tega melihatnya, sehingga ia memalingkan muka. "Pokoknya besok kamu di hukum." Lucas pergi meninggalkannya sendiri.
Indhira bisa bernapas dengan lega, ia pikir akan di hukum saat ini juga. Kalau itu terjadi, bisa - bisa ia pingsan karena kelelahan.
"Dhira, sini. Jangan bengong di situ." panggil Nora.
Indhira bergegas menghampiri Nora. "Tuan memberimu kesempatan beristirahat. Jangan di sia - siakan. Istirahatlah."
"Baik bu."
"Nih obat."
"Buat apa?"
"Tanganmu."
"Oh. Terima kasih bu." Indhira kembali ke kamarnya. Beruntung di rumah ini ada Nora yang banyak membantunya di banding pelayan yang lain. Sekarang kamarnya sudah layak di tempati dan itu juga berkat Nora.
🌺🌺🌺🌺
Eswari duduk di tepi kolam, pandangannya menerawang jauh. Ia teringat akan Indhira, yang sudah satu bulan ini tidak ada kabar. Terakhir ia menerima pesan dan sama sekali tidak membalasnya. Itu karena ia masih marah. Ia ingin berbaikan dengan putri semata wayangnya sebelum pergi berlibur. Ia ingin menunjukkan bahwa Damian menyayangi dirinya.
"Nyonya mobil sudah siap."
"Baiklah, ayo kita pergi."
"Kemana nyonya?"
"Di coffe shop Varsha."
Ternyata Eswari pergi ke ruko milik Indhira. Dari kejauhan ia melihat cafe milik anak semata wayangnya yang ramai. Ada kebanggaan tersendiri jauh di lubuk hati Eswari. Indhira sudah menjadi wanita yang mandiri. Wajar jika sekarang ia bisa sesukses ini.
"Kita kesana nyonya?"
"Hmmm.. Tidak. Kau saja yang kesana. Coba tanyakan apakah Indhira ada."
"Baik nyonya."
Sopir keluar dan masuk ke dalam cafe, tak berapa lama kemudian ia keluar.
"Bagaimana? Indhiranya ada?"
"Maaf nyonya, keterangan dari pegawainya kalau nona Indhira sedang berlibur."
Tampak raut kekecewaan di wajah Eswari. Ternyata dia bersenang - senang sendiri tanpa ada usaha berbaikan denganku, ucapnya dalam hati. Walau hati kecilnya ia ingin berbaikan dengan Indhira tapi ego mengalahkan segalanya.
"Kita pulang saja."
"Terus nona?"
"Sudah biarkan saja. Dia tidak peduli begitu pun denganku."
Eswari kembali kerumah dengan membawa sejuta kekecewaan.
🌺🌺🌺🌺
Terlihat pintu kamar Indhira terbuka. Seseorang masuk dan menatapnya selama beberapa waktu. Napas Indhira yang teratur, naik turun dan begitu tenang padahal seharian mengerjakan pekerjaan berat. Seorang pria mengawasi tidur nyenyaknya. Pria dengan mata hazel itu mendekat, melihat telapak tangan Indhira. Ia mengolesnya dengan salep anti luka.
"Lukamu harus sembuh, agar aku lebih leluasa menyiksamu tanpa rasa bersalah." gumam Lucas.
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Regita Regita
sebenarnya Lucas gak tega liat Indhira. tapi dendammya masih terlalu menyala
2024-11-17
0
Alif 33
ya ampun...
ini bang Lukas maunya apa sih... 😁😁😁😁
2024-10-12
0