Lucas melihat dari kejauhan Indhira yang di papah oleh Asep.
"Apakah ini tidak terlalu kejam tuan?"
"Diam kau! Jangan ikut campur urusanku!"
"Maaf tuan." jawab Leon.
Setelah melihat Indhira pergi naik mobil dengan Asep ia masuk ke dalam mobil.
"Hari ini kita ketemu dengan klien di Hotel 'Avec Amour' tuan." Leon berusaha mengubah pembicaraan.
"Batalkan."
"Tapi ini klien penting."
"Aku bilang batalkan!" ulang Lucas dengan nada tinggi.
"Baik tuan."
"Mereka yang butuh aku. Aku rasa tidak masalah menundanya."
Leon menarik napas panjang. Sejak Calysta meninggal, Lucas menjadi pria yang dingin. Ia tidak seperti dulu yang enerjik, penuh semangat dan pantang menyerah. Banyak klien yang puas dengan kinerjanya. Mereka memenangkan beberapa kasus penting, itu yang membuat namanya cukup di kenal di dunia hukum.
Yang menurutnya aneh Lucas yang membawa Indhira ke perkebunan kosong ini, menyiksanya dengan tidak memberi makan tapi ia juga yang memberinya buah kelapa. Bahkan Lucas sendiri yang melepas ikatan Indhira padahal itu adalah perbuatannya. Benar - benar membuat Leon tidak habis pikir dengan jalan tuannya saat ini.
"Kita ke makam."
"Baik tuan." Leon menyalakan mesin dan mengendarai mobil menuju ke makam Calysta. Hanya perlu waktu satu jam untuk sampai ke sana. "Tuan kita sudah sampai." ucap Leon. Ia melihat dari spion dalam, ternyata Lucas tertidur. Seperti biasa ia tidak berani membangunkannya.
Leon sibuk dengan tabletnya sambil menunggu atasannya itu bangun.
"Oaheemm.. Kita sudah sampai?"
"Sudah tuan."
"Berapa lama aku tertidur?"
"Hampir tiga puluh menit tuan."
"Kau pulanglah. Aku mau di sini."
"Tapi tuan, cuaca hari ini mendung."
"Aku tidak peduli."
Lucas turun dari mobil. Leon segera menyusulnya.
"Maaf bunganya tuan." Leon memberikan seikat mawar merah.
"Terima kasih. Hampir saja aku lupa."
Leon memperhatikan Lucas hingga tak tampak lagi punggungnya. Bunga mawar merah adalah kesukaan dari Calysta. Ia tahu karena tuannya sering memesan bunga itu untuk kekasihnya.
Sementara itu....
Dengan langkah gontai, Lucas mendatangi makam Calysta. Hampir setiap hari ia menyempatkan datang ke sana.
"Hai Calysta sayang. Aku datang." Lucas duduk bersimpuh di makam kekasihnya itu. "Lihat apa yang aku bawa, bunga kesukaanmu." Lucas meletakkan bunga mawar di atas pusara Calysta.
"Kau tahu, aku sudah mulai membuat perhitungan dengan wanita yang sudah menabrakmu. Wanita yang sudah memisahkan kita. Ia harus hidup menderita. Dia sudah memisahkan kita sayang."
Gruuduukkk! Gruuduukk! Suara petir tanda hujan akan turun. Banyak orang yang berada di makam beranjak meninggalkan lokasi. Tapi tidak dengan Lucas, ia bertahan dengan kesendiriannya. Menikmati suasana hujan nan syahdu mengiringi cerita antara dia dan Calysta. Di depan makam Calysta ia banyak bercerita, mencurahkan semua gundah gulana di hatinya.
🌺🌺🌺🌺
"Tuan.. Tuan.. Tuan.. Bangun tuan."
Lucas menggerakkan badannya. "Dimana ini?" tanyanya dengan suara serak.
"Tuan ketiduran di makam."
Lucas mengusap mukanya yang basah. Semua bajunya juga basah. Beberapa lumpur mengenai baju dan celananya. Semalam ia tertidur di makam dan sama sekali tidak ada yang berani membangunkannya.
Ia beranjak berdiri tapi tubuhnya oleng, beruntung penjaga makam dengan sigap menangkapnya.
"Tuan tidak apa - apa?"
"Tidak, aku bisa sendiri." Lucas berusaha tegap berjalan walau kepalanya terasa pusing, tubuhnya terasa sakit. Sampai di depan tempat pemakaman umum, ia melihat mobilnya masih ada di sana.
Leon keluar untuk menyambutnya.
"Kau tidak pulang?"
"Tidak tuan saya menunggu anda di sini."
"Bantu aku ke mobil. Kepalaku pusing."
Leon memapah tubuh Lucas. "Badan anda demam. Bagaimana kalau saya bawa ke rumah sakit?"
"Tidak perlu. Aku tidak selemah itu."
Leon menarik napas. Ia membimbing Lucas masuk ke dalam mobil. Ia sebagai bawahan berusaha tidak terlalu membantah. Setelah memastikan Lucas nyaman di dalam mobil ia baru mengendarai mobil dan pulang ke rumah.
Tak berapa lama mereka sampai.
"Asep!" panggil Leon. Ia sedang memapah Lucas.
"Loh, tuan kenapa?"
"Tubuhnya demam."
"Mari saya bantu bawa masuk ke dalam." Asep menawarkan karena ia tahu Leon kewalahan membawa tubuh tuannya yang tinggi besar itu.
"Nora."
"Kenapa pagi - pagi manggil. Sudah sarapan sana."
"Husshh..! Tuan pulang."
"Tuan sudah pulang?"
"Iya. Sepertinya tuan sakit, badannya panas."
Nora segera memanggil Indhira. "Dhira."
"Ya bu."
"Tuan sakit, kamu siapkan kompres. Aku mau buat bubur."
"Tttapi bu___."
"Sudah sana. Biasanya tuan kalau sakit mood nya suka berubah - ubah."
"Kok nggak pelayan yang lain bu?"
"Pelayan yang lain mengerjakan tugasnya masing - masing. Aku lihat kamu yang nganggur."
Waduh, tuan baru sakit moodnya berubah - ubah. Wong tidak sakit saja mood nya berubah - ubah dan emosian, keluh Indhira dalam hati.
"Eh kok malah melamun. Cepet sana, dari pada kena marah."
Dengan ragu Indhira menyiapkan kompres untuk Lucas. Indhira naik ke atas dan memasuki sebuah ruangan yang paling besar di antara ruangan yang lain. Ruangan yang natural dengan di dominasi aksen kayu, sehingga terkesan homey. Terasa hangat, di tambah dengan design interior yang mewah. Terdapat sofa bench, meja kerja, nakas, beberapa lukisan. Luas ruangan itu dua kali lipat dari ruko miliknya.
"Selamat pagi tuan. Saya bawakan kompres." ucap Indhira lirih. Tidak ada respon sama sekali. Indhira memberanikan diri untuk mendekat. Tubuh Lucas meringkuk berbalut selimut, seperti seorang bayi tua. Indhira menyentuh tubuhnya dan memang Lucas demam tinggi.
Perlahan Indhira membuka kancing baju Lucas. Tangan gemetar takut jika tiba - tiba saja Lucas marah. Setelah terbuka Indhira terkesima dengan pemandangan di sana. Baru kali ini ia melihat badan sebagus ini. Kekar, padat dan di tumbuhi bulu - bulu halus.
"Fokus Dhira, ingat ia musuhmu. Ia yang sudah meninggalkanmu di kebun sendirian, bahkan mengikatmu di tiang.. Ayo fokus.. Fokus." gumamnya sendiri. Mulut kecilnya komat kamit. Berulang kali ia harus menarik napas panjang agar konsentrasi dengan apa yang dia kerjakan. Ia mengambil handuk kecil, membasahinya dengan air hangat dan mulai menyeka tubuh Lucas. Ia melakukan dengan perlahan dan lembut. Kasihan sekali, badan sebesar ini kalau sudah sakit ternyata lemah juga.
Gerakan lembut tangan Indhira membuat Lucas terusik. "Siapa?!" teriaknya.
"Ssaa.. Ssaaya tuan."
Lucas mencekal tangan Indhira dengan kuat. Mengenai bekas luka akibat terikat tali. Indhira meringis menahan kesakitan dan ketakutan.
"Apa yang kamu lakukan di kamarku, hah?! Mau membunuhku!!!"
"Ttiidak ttu.. Ttuan. Ssa.. Ssaya hanya di suruh bu Nora uunn.. uunntuk merawat tuan." jawab Indhira. Saking takutnya ia sampai terbata - bata.
"Nora! Nora!" teriakan Lucas menggelegar di seluruh ruangan. Lucas berusaha duduk, Indhira yang melihatnya kesulitan ingin membantunya tapi di tepis oleh Lucas. "Minggir kamu!"
Nora datang dengan membawa nampan berisi bubur dan beberapa lauk. Ia meletakkan di atas nakas.
"Saya tuan."
"Siapa yang menyuruhmu membuat keputusan kalau wanita pembunuh itu merawatku?"
"Mmaaf tuan, diantara beberapa pelayan hanya Indhira yang sedikit pekerjaan karena selalu mendapat perintah langsung dari tuan. Oleh sebab itu saya menyuruhnya untuk merawat tuan."
"Lancang! Najis tubuhku di sentuh olehnya!"
Indhira membelalakkan mata. Matanya terasa panas dan berkaca - kaca. Ya tuhan jangan sampai air mataku menetes, aku tidak mau Lucas melihatnya. Aku akan terasa lemah di hadapannya, doa Indhira dalam hati.
"Keluar kau! Dan bawa makanan ini bersamamu!" Lucas melempar nampan berisi makanan ke arah Indhira. Badannya terkena bubur yang masih panas.
"Ya tuhan Indhira." pekik Nora. Ia mengambil lap dan segera membersihkan bubur panas itu dari tubuhnya. "Kamu nggak apa - apa?"
"Nggak apa - apa bu." jawab Indhira. "Biar aku keluar, dari pada bu Nora terkena marah oleh tuan."
"Tapi___."
"Maaf tuan saya permisi. Maaf mengganggu istirahat anda." Indhira segera pergi dari kamar itu. Sampai di luar airmatanya mengalir deras. Apakah aku seperti anjing sampai harus najis jika bersentuhan denganku, pikir Indhira sambil mengusap air matanya.
"Nora bersihkan sisa makanan itu. Dan keluarlah. Aku mau istirahat."
"Baik tuan, maaf."
Lucas menarik selimutnya dan memejamkan matanya. Nora yang melihat hanya menghela napas.
Lucas berusaha untuk melupakan kejadian tadi, ia sempat merasakan sentuhan yang hangat seperti yang ibunya dulu lakukan waktu kecil setiap kali dirinya sakit. Ia harus mengukuhkan hatinya lagi kalau Indhira adalah musuhnya, wanita yang harus menderita karena memisahkannya dengan Calysta.
🌺🌺🌺🌺
Indhira mencuci peralatan memasak Nora, untuk mengalihkan kesedihannya.
"Hei anak baru."
"Ya."
"Heh! Berani - beraninya kamu masuk ke kamar tuan Lucas!" cibir pelayan lain.
"Aku di suruh bu Nora." jawab Indhira enteng.
"Mentang - mentang dekat dengan bu Nora jadi besar kepala kamu ya!" dengan cepat ia mencekal tangan Indhira hingga beberapa peralatan jatuh ke lantai.
"Hei! Lepas!"
"Kamu harus di kasih pelajaran biar nggak sombong!"
"Ella! Lepas!"
Pelayan bernama Ella itu menarik tangan Indhira dan menyalakan kompor.
"Hei apa yang kau lakukan!" Indhira meronta - ronta.
"Tanganmu yang mulus ini harus di kasih pelajaran agar kau selalu ingat dan tidak merasa menjadi nyonya di rumah ini!"
Indhira membelalakkan matanya, dengan cepat ia menendang Ella hingga pegangannya lepas.
"Aauuwww!!! Berani kamu ya!!!" jerit Ella histeris. Ia segera menyerang Indhira. Tapi dengan cepat Indhira bisa menghindar. "Hei jangan lari ya!" Ella terus mengejar.
Indhira dengan lincah berkelit.
"Hei berhenti nggak!"
"Nggak! Ayo kalau berani sini!" tantang Indhira. Ia membuat gerakan seperti petinju. Mumpung dia butuh pelampiasan kekesalan atas ucapan Lucas.
"Nantang ya!!!" tangan Ella berusaha mencekal Indhira. Tapi dengan cepat Indhira menangkap tangan itu dan membelitnya ke belakang. Hingga sekarang posisi terbalik, Ella lah yang terkunci oleh Indhira.
"Hei lepas! Dasar brengsek! Lepas nggak!"
"Nggak akan! Sebelum kamu berjanji setelah ini jangan ganggu aku lagi!"
Cuihh! "Jangan harap!"
Indhira semakin mengencangkan belitan tangannya, hingga membuat Ella kewalahan.
"Hegghh hegghh.. Lepas!"
"Oke aku lepaskan tapi janji dulu, jangan menggangguku." Indhira juga takut jika gerakannya bisa membuat tangan Ella patah.
"Oke.. Oke aku janji."
Indhira melepaskan tangannya.
"Ada apa ini?" tanya Nora yang melihat kondisi dapur berantakan.
"Nggak ada apa - apa bu. Tadi Ella kepleset." jawab Indhira. "Iya kan Ella?'
"Eh iya." jawab Ella sambil memijat tangannya yang sakit. "Aku mau lanjut kerja bu Nora." pamitnya kemudian.
Nora melihat kepergian Ella. Kemudian pandangannya beralih pada Indhira. Ia yakin pasti ada sesuatu.
"Kamu apakan dia?"
"Hanya bercanda kok bu."
"Jangan buat masalah di sini Dhira. Ingat kamu pelayan khusus dalam pantauan tuan. Jaga sikapmu."
"Iya.. Iya bu. Aku tahu." Indhira mulai membereskan perabotan yang jatuh berantakan.
"Kamu tidak apa - apa?"
"Soal apa?"
"Yang tadi tuan katakan?"
Indhira menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Nora. "Sakit sih, karena aku bukan Anjing. Tapi yah mau bagaimana lagi."
"Sebenarnya tuan bukan orang seperti itu. Itu karena ia masih menyalahkan dirimu."
"Iya aku tahu. Ibu tenang saja."
Nora kembali mempersiapkan masakan untuk Lucas. Karena yang tadi sudah kotor di lantai.
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Regita Regita
Dhira tidak selemah itu. dia gak bisa melawan Lucas karena merasa bersalah, dan demi melindungi ibu dan tanah peninggalan ayahnya
2024-11-17
0
Alif 33
enaknya si Lukas kita apain ya.... 🤔🤔🤔
bikin emosi aja sihh😆😆😆😆😆
2024-10-11
0